Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Israel Gunakan Microsoft dan Raksasa Teknologi Dunia untuk Dukung Genosida di Gaza

Rana Setiawan Editor : Ali Farkhan Tsani - 41 detik yang lalu

41 detik yang lalu

0 Views

black laptop computer keyboard in closeup photo
Ilustrasi.(Foto: Tadas Sar)

Istanbul, MINA – Laporan baru-baru ini menunjukkan, militer Zionis Israel  menggunakan Microsoft dan raksasa teknologi dunia untuk layanan kecerdasan buatan (AI) dan platform komputasi awan Microsoft, Azure, untuk mendukung genosida di Gaza.

Tuduhan tersebut memunculkan kekhawatiran serius terkait keterlibatan perusahaan teknologi global dalam praktik militer yang kontroversial, demikian Anadolu melaporkannya dikutip MINA, Rabu (9/4).

Tekanan terhadap Microsoft memuncak ketika sejumlah pegawainya, termasuk insinyur perangkat lunak Ibithal Aboussad, yang bekerja pada tim mesin pengenalan suara kecerdasan buatan, secara terbuka memprotes kerja sama perusahaan dengan Israel dalam acara perayaan 50 tahun Microsoft.

Aksi tersebut memicu kembali perdebatan luas mengenai etika korporasi dan tanggung jawab sosial perusahaan teknologi dalam konflik bersenjata.

Baca Juga: Rekonstruksi 3D Ungkap Momen-Momen Terakhir Kapal Titanic

Menurut laporan The Guardian yang terbit Januari lalu, Microsoft menandatangani kontrak bernilai jutaan dolar untuk menyediakan layanan IT, penyimpanan data, serta ribuan jam dukungan teknis kepada militer Israel selamaagresi genosida di Gaza hingga saat ini.

Ketergantungan militer Israel pada platform cloud seperti Microsoft Azure, Google Cloud, dan Amazon Web Services disebut meningkat tajam untuk keperluan pengolahan data pengawasan skala besar.

Dari laporan Anadolu Agency tersebut, menurut sumber Associated Press (AP) yang mengungkapkan bahwa infrastruktur Microsoft digunakan untuk menyimpan, mencari, dan menganalisis data yang dikumpulkan melalui penyadapan komunikasi —termasuk panggilan, pesan teks, dan transmisi audio— yang kemudian ditranskripsi dan diterjemahkan menggunakan teknologi AI.

Seorang pejabat yang dikutip oleh AP menyatakan bahwa platform Azure dipakai untuk mendeteksi kata-kata kunci dari tumpukan data hasil pengawasan tersebut.

Baca Juga: Penelitian: Bayi Dikandung saat Musim Dingin Cenderung Sulit Naik Berat Badan Saat Dewasa

Pemanfaatan AI oleh militer Israel melalui Microsoft dan OpenAI melonjak hingga 200 kali lipat pada Maret 2024 dibandingkan periode sebelum serangan 7 Oktober. Selama Maret hingga Juli 2024, volume data militer Israel yang disimpan di server Microsoft melonjak menjadi lebih dari 13,6 petabyte.

“Ini adalah konfirmasi pertama bahwa model AI komersial digunakan secara langsung dalam peperangan,” kata Heidy Khlaaf, mantan insinyur keselamatan senior di OpenAI, seperti dikutip Associated Press pada 18 Februari lalu.

Laporan lain dari The Washington Post menyoroti keterlibatan Google dalam menyediakan layanan cloud kepada militer Israel, bahkan dalam waktu singkat setelah dimulainya serangan Israel ke Gaza. Dalam dokumen internal yang bocor, seorang pegawai Google memperingatkan agar perusahaan segera memenuhi permintaan dari militer Israel demi mencegah mereka berpaling ke Amazon.

Dalam dokumen lain tertanggal November 2023, seorang karyawan Google diketahui mengucapkan terima kasih kepada rekannya atas penyelesaian tugas yang ditugaskan langsung oleh militer Israel. Beberapa bulan kemudian, pesan tambahan mengungkap permintaan akses lebih besar ke alat AI untuk mendukung kebutuhan militer Israel.

Baca Juga: Militer Yaman Tembak Pesawat Nirawak Canggih AS dengan Rudal Lokal

Keterlibatan langsung perusahaan-perusahaan teknologi terkemuka ini dalam aktivitas militer menimbulkan perdebatan luas di kalangan masyarakat sipil, aktivis HAM, dan internal korporasi itu sendiri. Banyak pihak mempertanyakan batas etika dalam penggunaan teknologi canggih, terutama ketika digunakan dalam konflik bersenjata yang memicu korban jiwa massal dan pelanggaran hukum humaniter internasional.

Sampai berita ini diturunkan, baik Microsoft, Google, maupun Amazon belum memberikan tanggapan resmi atas tekanan dan kritik global yang terus meningkat. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Mesin Perang AS Serang Yaman dengan 22 Serangan Baru

Rekomendasi untuk Anda