Oleh Fayha Shalash, Jurnalis Palestina, tinggal di Ramallah
Tampaknya tentara Israel menggunakan aksi yang sama di mana-mana. Bukan hanya di Jalur Gaza, tetapi juga merambah ke Tepi Barat, khususnya Jenin.
Sebut saja, Ahmed al-Hawashin dan keluarganya yang beranggotakan sembilan orang dipaksa meninggalkan rumah mereka di lingkungan Al-Hawashin di kamp Jenin, setelah mendapat ancaman dari tentara Israel.
Sementara operasi militer Israel di Jenin dan kamp pengungsinya terus berlanjut, lebih banyak kekejaman terungkap.
Baca Juga: Jangan Jadi Generasi Qila Wa Qala
Selain mengusir penduduk dari rumah mereka, tentara Israel terus menembaki siapa pun yang bergerak secara acak.
Menurut data Kementerian Kesehatan Palestina, tercatat 12 orang tewas dan lebih dari 40 orang terluka akibat peluru tentara Israel sejak awal invasi Israel ke jenin, pada 21 Januari 2025.
Tentara Israel menggunakan metode memaksa warga Palestina meninggalkan kamp Jenin, mirip dengan tindakannya di Jalur Gaza. Kalaupun warga tidak meninggalkan rumah mereka, tetapi mengancam dengan kekerasan jika mereka tetap tinggal.
Militer Israel memberi tahu para pengungsi di Jenin bahwa mereka akan menghancurkan kamp di depan kepala mereka, jika mereka menentang perintah militer. Selain itu, militer Israel memutus semua pasokan penting untuk memaksa mereka pergi.
Baca Juga: Kecemasan Dunia akan Komitmen Gencatan Senjata di Gaza
Meskipun tidak ada orang bersenjata di rumah-rumah tersebut, tentara Israel melemparkan granat tangan ke warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak, yang mendorong mereka melarikan diri, kata saksi mata kepada Palestine Chronicle.
Selain ancaman tentara akan serangan keras terhadap kamp pengungsi, penghancuran hampir total infrastruktur paling dasar kamp merupakan alasan lain di balik pengungsian banyak keluarga.
“Kami meninggalkan lingkungan itu menuju bundaran Al-Awda, dan di sana tentara membagi kami menjadi kelompok-kelompok yang terdiri dari lima orang. Kemudian mereka menggeledah kami dan memeriksa kami menggunakan kamera otomatis yang ditempatkan beberapa meter jauhnya. Sementara sebuah pesawat tanpa awak terbang di atas kami sepanjang waktu,” kata Ahmed, salah seorang warga.
Siapa pun yang dianggap oleh tentara Israel mencurigakan, pasti ditangkap, ditelanjangi, dan disingkirkan, diikat, sampai ditutup matanya.
Baca Juga: Gencatan Senjata, Kartu Trump untuk Normalisasi Israel-Arab Saudi?
“Kami berjalan kaki, bersama wanita, anak-anak, dan orang tua, sejauh lebih dari satu kilometer. Itu adalah pemandangan yang menyedihkan, dan kami merasa seperti berada di Gaza. Kemudian kami berpencar ke rumah-rumah saudara dan teman di luar kamp,” Ahmed menambahkan.
Israel telah mengancam akan melanjutkan operasi militernya selama berbulan-bulan, yang bertujuan untuk menghilangkan apa yang disebutnya sebagai ‘sarang terorisme’.
Hal ini meningkatkan ketakutan orang-orang yang mengungsi dari rumah mereka, yang tidak ingin meninggalkannya untuk waktu yang lama.
Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) menyatakan bahwa kondisi di kamp Jenin sangat buruk, dengan lebih dari 2.000 keluarga mengungsi dan kebutuhan dasar hampir tidak terpenuhi.
Baca Juga: Tarbiyah dan Ukhuwah: Jantungnya Dakwah
Siapa pun yang melihat ke luar jendela berisiko ditembak. Siapa pun yang bergerak di dalam kendaraan berisiko terbunuh. Begitulah kehidupan di Jenin.
Rumah sakit adalah bangunan pertama yang dikepung di Jenin. Tentara Israel memasang penghalang di pintu masuk Rumah Sakit Pemerintah Jenin, dan mencegah akses warga.
Selama jam-jam awal penyerbuan kota, tiga dokter terluka di halaman Rumah Sakit Al-Amal oleh peluru yang ditembakkan tentara Israel, yang sengaja ditembakkan secara acak untuk mengintimidasi penduduk.
Ambulans tidak dapat bergerak bebas di jalan-jalan, mengakibatkan kematian banyak warga Palestina yang dibiarkan berdarah. Akses ke korban luka juga dihalangi oleh tentara Israel, yang menghentikan paramedis, memeriksa identitas korban luka, dan menangkap siapa pun yang dipilihnya.
Baca Juga: Gencatan Senjata, Kemenangan Palestina dan Warga Dunia
Nadine Abu Shamla, warga Jenin, menggambarkan situasi tersebut sebagai sangat sulit, seraya mencatat bahwa Israel terus mengerahkan lebih banyak kendaraan militer ke kota tersebut, termasuk sejumlah besar buldoser.
Penggerebekan terhadap banyak rumah terus berlanjut di daerah pegunungan kamp Jenin, sebagian kamp baru, dan daerah lain di pinggiran kota, sementara jumlah tahanan masih belum diketahui.
“Tentara meledakkan dinding rumah dan membukanya dari dalam agar bisa bergerak bebas. Mereka juga menduduki banyak rumah, mengubahnya menjadi barak militer,” kata Nadine.
Selain itu, terjadi pemadaman listrik dan air yang meluas di kota dan kamp tersebut. Jaringan komunikasi dan internet juga sangat lemah karena pesawat tempur dan pesawat nirawak terbang di atas kamp Jenin sepanjang waktu.
Baca Juga: Malu dalam Perspektif Islam: Pilar Akhlak Mulia
“Serangan ini berbeda dari serangan-serangan sebelumnya dalam hal jumlah kendaraan militer, kebrutalan para prajurit, dan prosedur mereka yang ketat dan keras,” imbuh Nadine.
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Tanda “Kiamat” Bagi Zionis Israel