Gaza, 8 Dzulhijjah 1435/2 Oktober 2014 (MINA) – Komite Tahanan Palestina melaporkan, sejumlah 85.000 kasus pemenjaraan sewenang-wenang, termasuk penahanan administratif, telah dilakukan Israel terhadap warga Palestina, sejak awal Intifadhah Al-Aqsha, 28 September 2000.
Dalam perkembangan terakhir, sebanyak sekitar 2.500 warga Palestina telah ditahan sejak penculikan tiga tentara Israel di Hebron pada 12 Juni 2014 lalu.
Komite menambahkan, penahanan meliputi semua kalangan rakyat Palestina, termasuk pasien rumah sakit, wanita hamil, orang cacat, orang tua dan anak di bawah umur, serta menteri, anggota Parlemen, demikian AlResalah yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Kamis.
Sekitar 10.000 anak di bawah umur (di bawah usia 18 tahun), 250 anak di antaranya saat ini masih berada di penjara-penjara Israel sementara ratusan lainnya adalah yang ketika ditahan masih berstatus anak-anak, tapi saat ini dikategorikan orang dewasa, karena lamanya ditahan dan menghabiskan masa kecil di penjara.
Baca Juga: Abu Obaida: Sandera Perempuan di Gaza Tewas oleh Serangan Israel
Sementara lebih dari 1.000 perempuan Palestina ditahan, empat di antaranya sempat melahirkan di penjara dalam kondisi yang sangat sulit. Sejumlah 19 tahanan perempuan Palestina masih ditahan di balik sel penjara-penjara Israel.
Pasukan Israel menahan 65 anggota parlemen dan menteri selama periode masa lalu; kebanyakan dari mereka dijatuhi hukuman penahanan administratif, dan saat ini sejumlah 30 anggota parlemen masih ditahan, bersama dengan dua menteri.
Israel kembali menahan mantan tahanan Palestina, yang dibebaskan dalam kesepakatan pertukaran tahanan Palestina dengan seorang perwira Israel Gilad Shalit yang berhasil ditawan gerakan perlawanan, pada 2012. Sejumlah 73 dari mereka yang pernah dibebaskan masih di dalam sel penjara-penjara Israel.
Komite Tahanan Palestina mengkritik tindakan penahanan administratif Israel, mengatakan bahwa Israel mengeluarkan sejumlah 24.000 perintah penahanan administratif.
Baca Juga: [POPULER MINA] Perintah Penangkapan Netanyahu dan Layanan di Semua RS Gaza Berhenti
Jumlah tahanan administratif bertambah menjadi lebih dari 500 orang selama tiga bulan terakhir. Hingga kini terdapat sejumlah 540 warga Palestina yang masih ditahan dalam kebijakan penahanan administratif, jumlah tersebut tertinggi sejak 2008.
Penahanan administratif itu bertujuan mengasingkan selama mungkin pemimpin dan pemuda Palestina dari masyarakat, persis seperti yang dulu dilakukan Inggris saat menguasai wilayah itu sebagai pemegang mandat. Dengan tindakan penahanan administratif memungkinkan Israel menahan seseorang atas dasar informasi rahasia, tanpa batas waktu dan tanpa pengadilan.
Sebagian besar perintah penahanan administratif, berlangsung antara tiga sampai enam bulan, yang dikeluarkan oleh seorang hakim di Pengadilan Militer Israel ‘berlebihan’ dengan rekomendasi dari Shin Bet Israel, di mana mayoritas tahanan adalah yang berafiliasi dengan Hamas dan Jihad Islam.
Semua warga Palestina yang dijatuhi hukuman ditahan sebagai bagian dari operasi massal pasukan Israel di Tepi Barat yang telah menangkap 471 warga Palestina, termasuk 11 anggota parlemen, melakukan lebih dari 400 serangan yang ditargetkan pada rumah dan organisasi masyarakat sipil.
Baca Juga: Oposisi Israel Kritik Pemerintahan Netanyahu, Sebut Perpanjang Perang di Gaza Tanpa Alasan
Israel menggunakan dalih hilangnya tiga pemuda ilegal Yahudi sebagai alasan untuk menghancurkan Hamas, mencatat waktu operasi skala besar hanya beberapa pekan setelah pemerintah persatuan Palestina diumumkan dan diharapkan beberapa bulan sebelum pemilu Palestina berlangsung.(T/R05/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Hamas Ungkap Borok Israel, Gemar Serang Rumah Sakit di Gaza