Oleh: Usamah Ali Abdul Majid, Aktivis Aqsa Working Group (AWG) Jawa Barat
Seorang pria telah melaksanakan shalat malam selama satu bulan. Namun bolong (tidak melaksanakannya) pada hari ke-31. Apakah dia bisa dikatakan istiqamah?
Ya. Mengapa? Karena pada hari selanjutnya, dia tetap melanjutkan shalat malam.
Ada golongan orang yang tidak ikut menyusuri lembah dan gunung untuk berjihad di jalan Allah. Namun mereka tetap diberi pahala setara dengan mereka yang menyusuri lembah dan gunung untuk berjihad. Karena apa? Karena mereka telah memiliki niat tapi kemudian udzur sakit.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Ini menunjukkan bahwa bila kita sedang mukim, sehat, dan lapang waktu, maka istiqamahkan dalam kebaikan. Karena kelak bila kita mempunyai udzur syar’i sewaktu-waktu, kita akan tetap mendapatkan pahala karena keistiqamahan saat mukim, sehat, dan lapang waktu.
Berkaitan dengan hal ini, Shufyan Ats-Tsauri pernah berkata, “Bila engkau sudah mempunyai niat untuk melakukan kebaikan maka lakukanlah. Karena yang berdiri di antara engkau dengan niat itu ada syaithan (walaupun yang tahu niat hanya Allah)”.
Begitu pentingnya istiqamah, hal tersebut menjadi syarat sempurnanya ibadah diiringi dengan kualitas ibadah yang bagus. Mengistiqamahkan ibadah dan perjuangan juga bisa mendatangkan kebahagiaan dalam hidup, menggeser berbagai keburukan. Kebahagiaan itu berbentuk tenangnya hati.
Kita bisa mengambil pelajaran, ketika dahulu ada seorang sahabat yang bernama Abdullah bin Ummi Maktum. Karena kebutaan dan kefakirannya, ia seringkali dicaci dan dihina oleh penduduk Mekkah. Namun hal itu tidak menyurutkan semangat ibadahnya. Ia tetap berjalan dari rumahnya menuju masjid pada setiap waktu shalat, untuk shalat berjama’ah walaupun dengan jarak yang jauh.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Suatu hari, Abdullah datang kepada baginda Nabi untuk meminta udzur shalat di rumah dikarenakan kebutaannya dan jauhnya jarak antara rumahnya ke masjid. Rasulullah lalu bertanya, “Apakah engkau mendengar adzan?”. Abdullah menjawab, “Ya, wahai Rasulullah”. Kemudian Rasulullah berkata, “maka tidak ada udzur bagimu.”
Itupun amaliyah bagaimana istiqamah Abdullah bin Ummi Maktum dalam melaksanakan shalat berjama’ah di masjid.
Tentang begitu pentingnya istiqamah disebutkan di dalam hadits:
عَنْ أَبِيْ عَمْرٍو، وَقِيْلَ، أَبِيْ عَمْرَةَ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ قُلْ لِيْ فِي الإِسْلامِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدَاً غَيْرَكَ؟ قَالَ: “قُلْ آمَنْتُ باللهِ ثُمَّ استَقِمْ” رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu ‘Amr – ada yang menyebut pula Abu ‘Amrah – Sufyan bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Aku berkata: “Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku suatu perkataan dalam Islam yang aku tidak perlu bertanya tentangnya kepada seorang pun selainmu.” Nabi bersabda, “Katakanlah: aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah.” (HR Muslim).
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Di dalam Al-Quran, Allah pun menegaskan akan pentingnya istiqamah, seperti dalam firman-Nya:
إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berkata, ‘Tuhan kami adalah Allah,’ kemudian mereka tetap istiqamah, tidak ada rasa khawatir pada mereka, tidak (pula) bersedih hati.” (QS Al-Ahqaf/46 13).
Pada ayat lain disebutkan:
اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ اَلَّا تَخَافُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَبْشِرُوْا بِالْجَنَّةِ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqamah), maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu.” (QS Fushshilat/41: 30).
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Maka dari itu, marilah kita beristiqamah dengan seluruh tenaga, jiwa dan raga kita dalam berbagai bentuk ibadah dan perjuangan. Khususnya adalah dalam perjuangan pembebasan Al-Aqsa. Karena perjuangan pembebasan Al-Aqsa memerlukan waktu yang tidak sebentar, tenaga harta dan segala potesi yang juga tidak sedikit.
Itu semua memerlukan sikap istiqamah. (A/Usm/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati