Oleh: Rendy Setiawan, Jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Istiqomah adalah sebuah komitmen dalam menjalankan satu program untuk menuju satu tujuan. Istiqomah itu mengandung beberapa arti, diantaranya; Pertama, konsisten, sehingga secara terus menerus apa yang dianggap baik itu dijalankan. Kedua, tahan uji kepada godaan-godaan yang mungkin menjadi penghambat, menjadi halangan kita sampai pada tujuan yang cita-citakan.
Istiqomah itu juga menyertai keimanan. Iman naik dan turun sebagaimana ucapan para ulama, ujian datang dan pergi. Lalu bisa juga disebut bahwa istiqomah itu salah satu ciri keimanan kita teruji atau tidak.
Ketika kita tidak istiqomah, bisa dikatakan memang bahwa keimanan kita tidak teruji dengan baik. Memang, istiqomah menjadi suatu kondisi, untuk menunjukkan ketundukan kita kepada Allah. Indikator keberagamaan kita atau ketakwaan itu memang ada pada sikap istiqomah.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Empat belas abad yang lalu, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyampaikan kepada para shahabatnya untuk tetap istiqamah menjaga keimanannya. Karena pada hakikatnya, dengan istiqamah itu, ia akan bisa menggapai surga sebagaimana janji Allah, kemudian risalah tersebut diteruskan oleh para ulama hingga sampailah kepada umat Islam di zaman ini.
Hal ini bisa dibuktikan dengan firman Allah Ta’ala,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ, أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya:”Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.”(Q.S. Al Ahqaf: 13-14)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Hal ini diperkuat dengan riwayat dari Abu ‘Amr atau Abu ‘Amrah Sufyan bin Abdillah, beliau berkata,
Rasulullah bersabda,
عَنْ أَبِي عَمْرٍو وَقِيلَ: أَبِي عَمْرَةَ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ – رضي الله عنه – قَالَ: )قُلْت: يَا رَسُولَ اللَّهِ! قُلْ لِي فِي الْإِسْلَامِ قَوْلًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا غَيْرَك؛ قَالَ: قُلْ: آمَنْت بِاَللَّهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ
Artinya: Dari Abu ‘Amr dan dikatakan Abu ‘Amrah, Sufyan bin Abdillah z, ,ia mengatakan, “Aku berkata ,’Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku dalam Islam suatu ucapan yang aku tidak bertanya lagi tentangnya kepada seorang pun selainmu.’ Beliau bersabda, Katakanlah, Aku beriman kepada Allah , kemudian beristiqmahlah.” (HR. Muslim)
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Mengenai hadits ini, Ibnu Rajab Al-Hambali Rahimahullah mengatakan, yang dimaksud dengan istiqomah adalah penempuhan jalan yang lurus, yaitu agama yang lurus tanpa adanya pembengkokan ke kanan maupun ke kiri. Dan hal itu mencakup ketaatan secara keseluruhan, baik lahir maupun bathin, serta meninggalkan segala bentuk larangan.
Ada yang berpendapat bahwa istiqamah itu hanyalah bisa dijalankan oleh orang-orang besar, karena istiqamah adalah menyimpang dari kebiasaan, menyalahi adat dan kebiasaan sehari-hari, teguh di hadapan Allah dengan kesungguhan dan kejujuran.
Akan tetapi, problematika yang sering kita rasakan adalah terkadang kita tergelincir dan tidak bisa istiqomah secara utuh. Lantas, apa yang seharusnya kita lakukan ketika menghadapi hal semacam ini?
Maka perhatikan firman Allah Ta’ala,
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ
Artinya:”Katakanlah: Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Rabbmu adalah Rabb Yang Maha Esa, maka tetaplah istiqomah pada jalan yan lurus menuju kepada- Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya.” (Q.S. Fushilat: 6)
Ayat ini memerintahkan untuk istiqomah sekaligus beristigfar kepada Allah.
Ibnu Rajab Al Hambali Rahimahullah menjelaskan bahwa ayat di atas memerintahkan untuk istiqomah dan meminta ampun kepada Allah sebagai isyarat bahwa seringkali ada kekurangan dalam istiqomah yang diperintahkan. Adapun yang menutupi kekurangan ini adalah istighfar. Istighfar itu sendiri mengandung unsur taubat dan istiqomah.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Kiat Tetap Istiqomah
Allah Jalla Jalaaluh memberikan kabar gembira bagi orang yang mengatakan, “Rabb kami ialah Allah” dengan balasan Syurga, maka perlu seseorang mengetahui langkah yang harus ditempuh untuk tetap istiqamah. Ada beberapa kiat pilihan agar seseorang senantiasa tetap istiqamah dengan jalannya antara lain;
Pertama, Memahami kalimat syahadatain.
Selain sebagai dasar pondasi yang amat kokoh sebuah keimanan, memahami kalimat tersebut juga merupakan kiat dasar seorang muslim untuk tetap istiqamah dalam menjaga agamnya.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Allah Ta’ala berfirman,
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
Artinya:”Allah meneguhkan (iman) orang- orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (Q.S. Ibrahim [14]: 27)
Sebagian ulama menyebutkan bahwa ayat tersebut dijelaskan dalam hadits berikut,
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
(الْمُسْلِمُ إِذَا سُئِلَ فِى الْقَبْرِ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، فَذَلِكَ قَوْلُهُ ( يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِى الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِى الآخِرَةِ
Artinya:”Jika seorang muslim ditanya di dalam kubur, lalu ia berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka inilah tafsir ayat: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (H.R. Muslim)
Qatadah As Sadusi Rahimahullah mengatakan bahwa Allah akan meneguhkan orang beriman di dunia adalah dengan meneguhkan mereka dalam kebaikan dan amalan shalih sedangkan di akhirat, mereka akan diteguhkan di kubur. Mengapa Allah bisa teguhkan orang beriman di dunia dengan terus beramal shalih dan di akhirat (alam kubur) dengan dimudahkan menjawab pertanyaan malaikat, “Siapa Rabbmu, siapa nabimu dan apa agamamu?
Tentu jawabannya adalah karena pemahaman dan pengamalannya yang baik dan benar terhadap dua kalimat syahadat. Dia tentu memahami makna dua kalimat syahadat dengan benar. Memenuhi rukun dan syaratnya serta dia pula tidak menerjang larangan Allah berupa menyekutukan-Nya dengan selain-Nya, yaitu berbuat syirik.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Oleh karena itu, kiat pertama ini menuntunkan seseorang agar bisa beragama dengan baik yaitu mengikuti jalan hidup generasi salafus shalih yaitu jalan hidup para sahabat yang merupakan generasi terbaik dari umat ini.
Dengan menempuh jalan tersebut, ia akan sibuk belajar agama untuk memperbaiki aqidahnya, mendalami tauhid dan juga menguasai kesyirikan yang sangat keras Allah larang sehingga harus dijauhi. Oleh karena itu, jalan yang ia tempuh adalah jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam beragama yang merupakan golongan yang selamat yang akan senantiasa mendapatkan pertolongan Allah.
Kedua, Mengkaji Al Qur’an dan merenungkannya.
Allah Rabbul Ka’bah telah banyak menceritakan berbagai macam kemukjizatan Al Qur’an, salah satunya adalah bahwa Al-Qur’an dapat meneguhkan hati orang-orang beriman dan Al Qur’an adalah petunjuk kepada jalan yang lurus.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
Artinya:”Katakanlah: Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Qur’an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman , dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (Q.S. An Nahl: 102)
Oleh karena itu, Al Qur’an itu diturunkan secara beangsur-angsur untuk meneguhkan hati Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagaimana terdapat dalam ayat,
Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلا
Artinya:”Berkatalah orang-orang yang kafir: Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja? Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan benar).” (Q.S. Al Furqon: 32)
Al Qur’an adalah jalan utama agar seseorang bisa terus kokoh dalam agamanya. Alasannya, karena Al Qur’an adalah petunjuk dan obat bagi hati yang sedang ragu.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ
Artinya:”Al Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman.”(Q.S. Fushilat: 44).
Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir Rahimahullah mengatakan, “Katakanlah wahai Muhammad, Al-Qur’an adalah petunjuk bagi hati orang beriman dan obat penawar bagi hati dari berbagai keraguan.”
Oleh karena itu, kita akan saksikan keadaan yang sangat berbeda antara orang yang gemar mengkaji Al-Qur’an dan merenungkannya dengan orang yang hanya menyibukkan diri dengan perkataan filosof dan manusia lainnya.
Orang yang giat merenungkan Al-Qur’an dan memahaminya, tentu akan lebih kokoh dan teguh dalam agama ini. Inilah kiat yang mesti dijalani agar bisa terus istiqomah.
Ketiga, Konsekuen dalam menjalankan syari’at Allah
Maksudnya di sini adalah seseorang dituntunkan untuk konsekuen dalam menjalankan syari’at atau dalam beramal dan tidak putus di tengah jalan. Karena konsekuen dalam beramal lebih dicintai oleh Allah daripada amalan yang sesekali saja dilakukan.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
Artinya:”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ‘Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya.”(H.R. Muslim)
Imam An-Nawawi Rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit namun konsekuen dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak namun cuma sesekali saja dilakukan.
Ingatlah bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan tersebut diterima oleh Allah Ta’ala. Amalan sedikit namun konsekuen dilakukan akan memberikan ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun sesekali saja dilakukan.”
Hal ini ditegaskan dengan adanya hadits dari jalur ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash Radhiyallahu ‘Anhuma, ia mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata padanya,
يَا عَبْدَ اللَّهِ ، لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ ، كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ
Artinya:”Wahai ‘Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.”(H.R. Bukhari)
Selain amalan yang terus-menerus dicintai oleh Allah, amalan tersebut juga dapat mencegah masuknya virus ‘futur’ (jenuh untuk beramal). Jika seseorang beramal sesekali namun banyak, kadang akan muncul rasa malas dan jenuh.
Sebaliknya jika seseorang beramal sedikit namun ajeg (terus menerus), maka rasa malas pun akan hilang dan rasa semangat untuk beramal akan selalu ada. Itulah mengapa kita dianjurkan untuk beramal yang penting terus menerus walaupun jumlahnya sedikit. (P011/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)