ADA rumah yang tampak indah dari luar, tapi di dalamnya tersimpan luka yang tak bersuara. Ada istri yang setiap hari tersenyum, padahal hatinya bergetar menahan tangis. Ia tak pernah menuntut, ia hanya berdoa panjang dalam sujud, “Ya Allah, kuatkan aku untuk tetap menjadi baik meski dicintai dengan cara yang salah.”
Istri salehah bukan perempuan tanpa luka. Tetapi ia tahu bagaimana menjadikan luka itu menjadi ladang pahala. Ia tahu bagaimana menukar kecewa dengan lantunan bait-bait doa, dan mengganti air mata dengan istighfar kepada-Nya. Dalam diamnya ada zikir, dalam letihnya ada sabar, dalam setiap hembusan napasnya ada kerinduan agar suaminya kembali menemukan jalan yang benar.
Suaminya lalai. Bukan karena ia tak tahu kewajiban, tapi karena hatinya mulai jauh dari Allah. Ia lupa bahwa istri salehah yang di rumah bukan sekadar teman tidur, melainkan amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Ia terlalu sibuk dengan urusan dunia, lupa ada hati yang menunggu kepemimpinan, lupa ada cinta yang menanti bimbingan menuju surga.
Betapa banyak istri hari ini yang sabar menanggung lalai suaminya — yang tak lagi shalat berjamaah, tak lagi menegur dengan lembut, bahkan kadang membiarkan rumah mereka sunyi tanpa doa. Padahal, rumah tanpa doa ibarat jasad tanpa ruh; megah, tapi mati di dalamnya.
Baca Juga: Sahabat Muslimah, Ini yang Wajib Kamu Persiapkan Saat Ta’aruf
Namun istri salehah tak menyerah. Ia tetap menyiapkan makanan dengan cinta, menata pakaian dengan sabar, menenangkan anak-anak dengan kelembutan. Ia tak membalas lalai dengan kemarahan. Ia tahu, cinta sejati tak selalu harus bersuara. Kadang, ia hanya butuh istiqamah dan air mata dalam sepertiga malam.
Ia tahu Allah melihat.
Ia tahu malaikat mencatat.
Ia tahu surga menanti.
Maka, ketika suaminya pulang larut tanpa salam, ia masih menyambut dengan senyum yang sama. Bukan karena ia bodoh, tapi karena ia bijak. Ia sedang berdialog dengan Tuhan dalam diamnya: “Ya Allah, aku tak mampu menegurnya dengan keras, maka tegurlah Engkau dengan kasih-Mu.”
Dan sungguh, doa seorang istri salehah bisa mengguncang langit. Dalam sunyi malam, ketika dunia terlelap, ia bermunajat, “Ya Rabb, kembalikan suamiku pada cahaya-Mu.” Ia percaya, tak ada hati yang terlalu keras jika Allah berkehendak melembutkan. Tak ada langkah yang terlalu jauh jika Allah berkehendak memanggil pulang.
Baca Juga: Patriarki di Meja Makan
Kadang cinta memang diuji bukan dengan perpisahan, tapi dengan ketidakhadiran dalam kebersamaan. Suami yang lalai masih di rumah, tapi jiwanya entah di mana. Ia hadir secara fisik, tapi hatinya kosong. Namun istri salehah tetap menjaga rumah itu agar tetap hidup dengan doa, bukan dengan keluh kesah.
Ia belajar dari Maryam, yang tetap teguh meski sendiri.
Ia belajar dari Asiyah, yang tetap beriman di bawah kekuasaan suami yang zalim.
Ia belajar dari Khadijah, yang tetap mendukung meski diuji dalam harta dan tenaga.
Sebab ia tahu, menjadi istri salehah bukan tentang menikah dengan lelaki sempurna. Tapi tentang menjadi perempuan yang tetap taat, meski disandingkan dengan ujian yang paling berat.
Dan untuk para suami yang lalai, renungkanlah ini:
Istrimu yang salehah itu bukan selamanya kuat. Ia hanya terbiasa menutupi luka dengan doa. Ia hanya belajar sabar karena takut pada Allah, bukan karena tak merasa. Ia hanya terus tersenyum karena ingin rumahmu tetap damai, meski di dadanya badai.
Baca Juga: Istri Salehah, Pelita di Jalan Dakwah
Suatu hari, ketika engkau mulai sadar, mungkin rambutnya telah memutih, tangannya telah keriput, dan matanya mulai sayu. Tapi di balik itu semua, engkau akan temukan cinta yang tak pernah luntur — cinta yang lahir dari keikhlasan, bukan dari pamrih. Dan saat itu, engkau akan menyesal mengapa pernah lalai.
Wahai suami, jangan tunggu doa istrimu menjadi saksi di hadapan Allah. Bangunlah dari kelalaian. Jadilah imam sejati yang memimpin bukan hanya dengan kata, tapi dengan keteladanan. Karena di tanganmu, cinta bisa menjadi jalan menuju surga — atau jurang menuju neraka.
Dan wahai istri salehah, tetaplah seperti itu. Doamu tidak pernah sia-sia. Allah mendengar setiap detak sabarmu, mencatat setiap tetes air matamu, dan kelak akan menggantinya dengan kebahagiaan abadi.
Sebab di dunia ini, cinta bisa salah arah. Tapi cinta yang bersumber dari iman, akan selalu menemukan jalannya pulang — kepada Allah, kepada ketenangan, kepada surga yang dijanjikan.
Baca Juga: Ibu Berilmu, Pilar Utama Peradaban
Maka teruslah berdoa, meski suamimu lalai.
Teruslah setia, meski hatimu lelah.
Sebab dalam setiap sujudmu, ada kekuatan yang mampu mengubah nasib rumah tangga.
Dan pada akhirnya, istri salehah bukan yang hidup dengan suami sempurna — tapi yang tetap taat kepada Allah, walau suaminya lalai.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Muslimah dan Amanah Pembebasan Baitul Maqdis, Suara Perjuangan yang Tak Pernah Padam
















Mina Indonesia
Mina Arabic