Isyarat Al-Qur’an tentang Kehancuran Yahudi dan Bebasnya Masjid Al-Aqsa

Oleh: Imaam Yakhsyallah Mansur

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

إِنَّ هَذَا الْقُرْءَانَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا. وَأَنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا (الإسراء [١٧]: ٩-١٠)

“Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar; dan sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab yang pedih.” (Q.S. Al-Isra’ [17]: 9-10)

Kedua ayat ini terdapat dalam surat Al-Isra’ yang berarti perjalanan malam yang diambil dari kata asra yang terdapat pada ayat pertama dalam surat tersebut, dikaitkan dengan perjalanan malam Rasulullah  Shallallahu alaihi Wasallam dari Masjid Al-Haram di Mekkah ke Masjid Al-Aqsa di Baitul Maqdis (). Jarak antara kedua tempat ini kurang lebih 1500 km yang dalam perjalanan pada waktu itu biasa memerlukan waktu sekitar 40 hari.

Surat ini dinamakan pula dengan surat Bani Israil, dikaitkan dengan penuturan tentang Bani Israil (anak keturunan Nabi Ya’qub Alaihi Salam) pada ayat ke-2 sampai ke-8 dan kemudian pada ayat 101 sampai dengan ayat 104.

Kata Israil memiliki asal-usul yang bermacam-macam, antara lain:

  1. Israil berarti hamba/teman dekat Tuhan
  2. Israil berarti orang yang berjalan di malam hari. Sebab Nabi Ya’qub Alaihi Salam sering melakukan perjalanan di malam hari, karena jika melakukan perjalanan di siang hari, takut diketahui dan disiksa oleh saudaranya.
  3. Israil berarti orang yang berhasil mengalahkan Allah. Disebutkan dalam Kitab Kejadian 32: 28, bahwa Nabi Ya’qub pernah berkelahi dengan Tuhan dan berhasil mengalahkannya. Ketika Nabi Ya’qub  akan membunuhnya, Tuhan berkata, “Namamu tidak disebut lagi Ya’qub sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia dan engkau menang.”

Pendapat ketiga bersumber dari orang untuk melecehkan Tuhan dan para nabi. Menurut pendapat kami, tidak dapat dipertanggungjawabkan sama sekali.

Kedua ayat di atas merupakan sebagian ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukkan keistimewaan Al-Qur’an. Pada dua ayat ini secara global juga menyebutkan kandungan Al-Qur’an sebagai petunjuk menuju thariqah (jalan) yang terbaik, paling adil, dan benar.

Dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan semua solusi yang diperlukan oleh manusia sepanjang hidupnya. Dia memberikan pemecahan yang paling sempurna dan paling logis untuk memberi petunjuk kepada manusia dalam menghadapi semua masalah yang muncul.

Oleh karena itu, orang yang beriman akan mengatur seluruh hidupnya sesuai dengan Al-Qur’an dan berjuang untuk melaksanakan apa yang telah dia baca dan dia pelajari dari Al-Qur’an. Adapun orang yang tidak beriman yang tidak menggunakan Al-Qur’an sebagai petunjuk, dia akan menjadikan hawa nafsunya sebagai petunjuk, menggantikan Al-Qur’an.

Orang yang demikian pasti akan sengsara karena yang dipikirkan hanya urusan dunia dan tidak percaya akan adanya akhirat. Tujuan hidupnya hanya bermuara pada harta sehingga sikap individualis menyebar dalam kehidupan masyarakat. Ketenteramaan hati yang mereka cari tidak terwujud, sementara itu siksa akhirat yang disediakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menantinya.

Yahudi dan Bebasnya Masjid Al-Aqsa

Menurut Sayyid Quthb dalam “Fi Dzilalil Qur’an” menyatakan bahwa peristiwa Isra yang disebut dalam surat Al-Isra’ adalah mengabarkan tentang tumbangnya kejayaan Bani Israel.

Peristiwa Isra merupakan tanda kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sebuah perjalanan yang menakjubkan dalam ukuran empirik manusia. Masjid Al-Aqsa yang menjadi ujung perjalanan adalah pusat tanah yang mulia (Asy-Syarif). Tempat yang ditentukan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk Bani Israel, lalu Dia mengusir mereka dari negeri itu karena kemaksiatan yang mereka lakukan.

Surat Al-Isra’ secara umum berisi tentang akhir perjalanan hidup dan kejayaan bangsa Yahudi, juga mengungkapkan hubungan langsung antara tumbangnya kejayaan suatu bangsa dengan maraknya kemaksiatan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Hal ini sejalan dengan sunnatullah yang disebutkan pada ayat 16:

وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا(الإسراء [١٧]: ١٦)

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (Q.S. Al-Isra’ [17]: 16)

Jika kita melihat surat Al-Isra’ dengan metode tafsir analitik, disimpulkan bahwa terdapat dua janji Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang kehancuran bangsa Yahudi;

  • Kehancuran Pertama

فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ أُولَاهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادًا لَنَا أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ فَجَاسُوا خِلَالَ الدِّيَارِ وَكَانَ وَعْدً مَفْعُولًا (الإسراء [١٧]: ٥)

“Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana.” (Q.S. Al-Isra’ [17]: 5)

Kemaksiatan yang paling besar ialah karena mereka menyembah berhala dan membunuh para nabi. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mendatangkan Raja Nebukadnezar ke Yerusalem lalu dihancurkanlah negeri itu dan “dia merajalela di kampung-kampung” dengan meruntuhkan dan meratakan dengan tanah seluruh bangunannya. Anak-anak dibunuh dan beribu-ribu tawanan dibawa ke Babilonia.

Kehancuran bangsa Yahudi ini terjadi 500 tahun sebelum Rasulullah  hijrah ke Madinah dan sebelum adanya Isra’ dan Mi’raj.

  • Kehancuran Kedua

إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا(الإسراء [١٧]: ٧)

“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam masjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.” (Q.S. Al-Isra’ [17]: 7)

Inilah jaminan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Bani Israil bahwa apabila mereka berbuat baik, maka kebaikan itu akan kembali kepada diri mereka sendiri, dan apabila mereka berbuat jahat maka hasil kejahatan itu akan menimpa diri mereka sendiri.

Sebelumnya, pada ayat keenam disebutkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan berbagai anugerah kepada bangsa Yahudi (Israil) dengan mengembalikan negeri mereka setelah dirampas oleh bangsa Persia ditambah dengan limpahan kekayaan dan memberikan banyak anak laki-laki yang kuat serta pasukan yang tangguh.

Dalam konteks kekinian, menurut Muhammad Ar-Rasyid, ayat ke-6 ini dapat dipahami sebagai berikut:

  • “Allah memberikan kembali tanah mereka yang kedua kali dari musuhmu.” Berdirinya negara Israel tahun 1948, yaitu setelah mengalahkan musuh-musuhnya (pasukan Arab).
  • “Membantu dengan harta kekayaan yang melimpah.” Berupa bantuan dari Amerika dan donatur-donatur lainnya.
  • “Memberikan anak laki-laki yang kuat.” Terbukti bahwa sejak kedatangan Israel ke Palestina, populasi penduduk lebih banyak laki-laki daripada perempuan.
  • “Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar.” Terbukti pada perang tahun 1948 dan 1967, tentara Israel tiga kali lipat lebih banyak dibanding tentara Arab.

Selanjutnya pada ayat 104, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَقُلْنَا مِنۢ بَعْدِهِۦ لِبَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ ٱسْكُنُوا۟ ٱلْأَرْضَ فَإِذَا جَآءَ وَعْدُ ٱلْءَاخِرَةِ جِئْنَا بِكُمْ لَفِيفًا(الإسراء [١٧]: ١٠٤)

“Dan Kami berfirman sesudah itu kepada Bani Israil: “Diamlah di negeri ini, maka apabila datang masa berbangkit, niscaya Kami datangkan kamu dalam keadaan bercampur baur (dengan musuhmu)”. (Q.S. Al-Isra [17]: 104)

Ayat ini dapat dipahami setelah kehancuran karena serangan musuh-musuhnya, bangsa Yahudi kemudian bercerai berai (diaspora) ke seluruh penjuru dunia dan kembalinya bangsa Yahudi ke Palestina pada tahun 1948 adalah berasal dari bermacam-macam suku dan ras yang ada di dunia.

Dengan kembali dan berkumpulnya bangsa Yahudi di Palestina saat ini berarti tanda kehancuran mereka yang kedua sudah dekat. Mereka sedang menunggu “orang yang akan menyuramkan muka mereka dan memasuki Masjid Al-Aqsa serta menghancurkan mereka sehancur-hancurnya.”

Pada ayat di atas, “mereka masuk” dengan menggunakan fi’il mudhari’ yang menunjukkan pengertian ‘sedang’ atau ‘akan terjadi’. Dengan demikian, kehancuran yang kedua ini akan terjadi setelah ayat itu turun. Tentang kapan terjadinya, hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala  Yang Mahatahu.

Muhammad Ar-Rasyid bercerita, pada waktu negara Israel berdiri dan memproklamirkan kemerdekaannya (tahun 1948), seorang wanita Yahudi menangis dan masuk ke rumah keluarganya. Ketika ditanya, “Kenapa menangis, padahal orang Yahudi sedang bergembira dan merayakan kemerdekaan Israel?” Dia menjawab, “Bahwa dengan berdirinya negara Israel yang kedua adalah sebab adanya Bani Israel yang akan dihancurkan dan dibinasakan”.”

Tafsir analitik tentang kronologi kehancuran bangsa Israel di atas mungkin tidak dijamin kebenarannya karena para ulama pun berbeda-beda dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut. Tetapi yang pasti benar adalah bahwa apabila suatu bangsa yang tidak menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk pasti akan hancur dan binasa. Ini adalah sunnatullah.

Sementara itu kita lihat saat ini, bangsa Israel adalah salah satu bangsa yang tidak menjadikan Al-Qur’an bahkan mereka melecehkannya dengan melakukan berbagai macam kejahatan terhadap bangsa Palestina dan Masjid Al-Aqsa. Dengan demikian, kehancuran Israel sudah sangat dekat. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa indikasi, sebagai berikut:

  1. Sebagai negera penjajah, Israel jelas kehilangan kemampuan melakukan peleburan denan bangsa lain di kawasan Timur Tengah.
  2. Israel mengalami ketimpangan demografi melawan pertumbuhan warga Arab.
  3. Dunia makin sadar tentang apa yang terjadi di Timur Tengah. Makin banyak negara yang mendukung perjuangan Palestina dan makin banyak yang anti Israel. Di Israel sendiri mulai muncul organisasi swasta yang anti Israel dan melawan penghancuran rumah warga Palestina dan pengungsian mereka.
  4. Menurunnya jumlah militer Israel sebab jumlah kelompok usia militer semakin tinggi.
  5. Israel mengalami masalah sosial dan politik yang krusial karena perpecahan dua partai besar Kadima dan Likud terus berlanjut.
  6. Kaum terpelajar sekuler dari Barat eksodus kembali dari Israel sehingga yang tersisa hanya kelompok ekstrim dalam politik dan agama yang saling mengkafirkan dan menghabisi. Inilah yang digambarkan Allah Subhanahu wa Ta’ala:

بَأْسُهُمْ بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ (الحشر [٥٩]: ١٤)

“Permusuhan antara sesama mereka adalah sangat hebat. Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti.” (Q.S. Al-Hasyr [59]: 14)

Indikasi-indikasi di atas dipercayai oleh banyak pihak, bahkan oleh para pendukung Israel sendiri. Menurut laporan media, Henry Kissinger, mantan Menteri Luar Negeri AS yang berbangsa Yahudi setuju bahwa dalam waktu dekat Israel tidak akan ada lagi. The New York Post mengutip perkataan Kissinger: “Dalam 10 tahun tidak ada lagi Israel.”

Lenyapnya Israel berarti terbebasnya Masjid Al-Aqsa dari penjajahan Israel dan yang akan membebaskan Masjid Al-Aqsa adalah umat Islam sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam:

لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقَاتِلَ الْمُسْلِمُونَ الْيَهُودَ فَيَقْتُلُهُمْ الْمُسْلِمُونَ حَتَّى يَخْتَبِئَ الْيَهُودِيُّ مِنْ وَرَاءِ الْحَجَرِ وَالشَّجَرِ فَيَقُولُ الْحَجَرُ أَوْ الشَّجَرُ يَا مُسْلِمُ يَا عَبْدَ اللهِ هَذَا يَهُودِيٌّ خَلْفِي فَتَعَالَ فَاقْتُلْهُ إِلَّا الْغَرْقَدَ فَإِنَّهُ مِنْ شَجَرِ الْيَهُودِ (رواه البخاري)

“Tidak akan terjadi Kiamat sehingga kaum Muslimin memerangi kaum Yahudi sampai Yahudi berlindung di balik batu dan pohon lalu batu dan pohon berbicara “Hai Muslim, hai hamba Allah, ini Yahudi di belakangku, kemari, bunuhlah dia,” kecuali Ghorqod sebab ia (Ghorqod) sungguh merupakan pohon Yahudi.” (H.R. Al-Bukhari)

Namun, lenyapnya Israel tidak boleh hanya kita tunggu, tetapi harus kita perjuangkan dengan cara menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman hidup.

Menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman hidup berarti mengikuti Al-Qur’an dengan sebenarnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman:

الَّذِينَ ءَاتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلَاوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ (البقرة [٢]: ١٢١)

“Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.”(Q.S. Al-Baqarah [2]: 121)

Sahabat Abdullah bin Mas’ud dan Abdullah bin Abbas Radhiallahu anhuma berkata: “Mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, maksudnya adalah mengikuti Al-Qur’an dengan sebenar-benarnya, menghalalkan apa yang dihalalkan, dan mengharamkan apa yang diharamkan dan tidak menyelewengkan perkataan dari tempat yang semestinya serta tidak menakwilkannya dengan takwil yang bukan semestinya”. (A/P2/R1)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Wartawan: Widi Kusnadi

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.