Jakarta, MINA – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, menyatakan dukungannya terhadap keputusan Presiden Prabowo Subianto yang mencabut izin usaha pertambangan (IUP) empat perusahaan tambang di kawasan pulau-pulau kecil Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Namun, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak bersifat sementara.
“Jangan sampai nanti kalau sudah reda, aktivitas tambang berjalan lagi,” kata Evita dalam keterangan resmi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (11/6).
Evita menilai pemerintah harus menunjukkan komitmen yang tegas terhadap perlindungan lingkungan, khususnya di wilayah yang memiliki nilai ekologi tinggi seperti Raja Ampat.
Baca Juga: 400 Pemuka Agama Ikuti Pembekalan Ilmiah Jadi Agen Perubahan Pelestarian Hutan Tropis
Ia juga menekankan pentingnya penegakan pertanggungjawaban dari perusahaan-perusahaan tambang yang telah membuka lahan dan melakukan eksploitasi.
Menurutnya, perlu ada langkah reklamasi dan pemulihan lingkungan secara menyeluruh, terutama di kawasan konservasi dan geopark yang terdampak.
Sebelumnya, pemerintah mengumumkan pencabutan izin terhadap empat perusahaan tambang di Raja Ampat, yakni PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining.
Satu perusahaan, PT GAG Nikel, tetap diizinkan beroperasi setelah evaluasi menunjukkan kepatuhan terhadap ketentuan lingkungan dan tata kelola limbah sesuai dokumen Amdal.
Baca Juga: Gelombang Pertama Kepulangan Haji, 2.760 Jamaah Haji Tiba di Tanah Air
Kendati demikian, pemerintah memastikan pengawasan terhadap operasional perusahaan tersebut tetap akan dilakukan secara ketat.
Evita menyoroti lemahnya pengawasan dalam pemberian izin tambang di kawasan pulau kecil seperti Pulau Kawe dan Pulau Manuran.
Ia menegaskan bahwa kebijakan hilirisasi mineral tidak boleh mengorbankan keberlanjutan lingkungan dan potensi ekonomi jangka panjang.
“Raja Ampat itu bukan cuma kebanggaan Papua, tapi brand internasional yang jauh lebih bernilai dari sekadar ekspor feronikel,” ujarnya.
Baca Juga: Greenpeace Desak Pencabutan Permanen Izin Tambang di Raja Ampat
Ia juga mengutip laporan Greenpeace yang menyebutkan bahwa kegiatan tambang di tiga pulau kecil telah menyebabkan kerusakan lebih dari 500 hektare hutan alami.
Lebih lanjut, Evita menekankan bahwa kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian lokal lebih nyata.
Pada 2020, sektor ini menyumbang sekitar 15 persen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Raja Ampat atau sekitar Rp 7 miliar, meskipun berada di tengah tekanan pandemi Covid-19.
“Jangan dipertaruhkan demi proyek tambang yang bisa jadi hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu,” tutupnya.[]
Baca Juga: Cek Kesehatan Gratis untuk Warga dan Pelajar di Bandar Lampung, Catat Pelaksanaannya
Mi’raj News Agency (MINA)