DALAM dunia yang semakin sibuk mengejar pencapaian, kita sering kali disuguhi standar kesuksesan yang seragam: gelar, jabatan, kekayaan, dan popularitas. Tidak salah memang, karena keberhasilan adalah buah dari kerja keras dan dedikasi. Namun, di balik semua itu, pernahkah kita merenung: Apakah aku hanya ingin berhasil, atau ingin hidupku menjadi berkah bagi sesama?
Antara Berhasil dan Berkah
Berhasil artinya mencapai target, mendapatkan sesuatu yang diinginkan, dan memenangkan persaingan. Tapi berkah lebih dalam dari itu. Berkah bukan sekadar tentang seberapa banyak yang kita punya, tapi seberapa besar manfaat yang kita tebarkan. Tidak semua yang berhasil itu berkah, tapi setiap yang berkah pasti membawa kebaikan—bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk lingkungan, masyarakat, bahkan dunia.
Bayangkan seorang yang berhasil menjadi pemimpin perusahaan besar, tapi dalam perjalanannya ia menindas, memanipulasi, dan merugikan orang lain. Apakah itu keberhasilan yang layak dibanggakan? Atau seorang siswa yang mendapat nilai tertinggi tapi mencontek saat ujian—ia mungkin berhasil di atas kertas, namun tidak membawa berkah bagi dirinya maupun orang lain. Sebaliknya, seseorang yang hidup sederhana, namun sabar, jujur, dan selalu membantu sesama, justru menjadi sosok yang kehadirannya dirindukan. Inilah makna hidup yang diberkahi.
Menjadi Manusia yang Membawa Manfaat
Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad). Hadis ini sederhana tapi revolusioner. Ia mengubah orientasi hidup dari ‘aku harus sukses’ menjadi ‘aku harus bermanfaat’. Itulah tolok ukur yang lebih tinggi: keberkahan.
Baca Juga: Rencana Tanpa Aksi adalah Mimpi
Berkah bukan hanya soal materi. Seorang ibu rumah tangga yang ikhlas mendidik anaknya dengan cinta, seorang guru yang sabar menanamkan nilai-nilai luhur kepada muridnya, seorang petani yang jujur menanam tanpa merusak alam—mereka mungkin tidak disebut ‘orang sukses’ oleh dunia, tapi mereka adalah manusia-manusia yang keberadaannya membawa kesejukan. Mereka adalah orang-orang yang hidupnya berkah.
Mengubah Fokus: Dari Mengejar Dunia ke Menyebar Kebaikan
Dunia ini tempat berlomba, tapi bukan hanya untuk angka dan prestise. Kita diberi waktu, tenaga, pikiran, dan kesempatan, bukan semata untuk menumpuk keberhasilan pribadi, melainkan untuk menjadi perpanjangan tangan Tuhan dalam menyebar rahmat di muka bumi. Kita tidak dilahirkan hanya untuk menjadi hebat, tapi juga untuk menjadi manfaat.
Menjadi berkah berarti ketika keberhasilan kita tidak membuat orang lain tersingkir, tapi justru mengangkat yang tertinggal. Menjadi berkah berarti menggunakan pencapaian kita untuk menebar cahaya, bukan memperbesar bayangan kesombongan. Menjadi berkah berarti tahu bahwa hidup bukan hanya tentang apa yang kita raih, tapi tentang apa yang kita beri.
Tanda-Tanda Hidup yang Diberkahi
Bagaimana kita tahu bahwa hidup kita sudah diberkahi? Salah satu tandanya adalah hati yang tenang. Berkah membuat yang sedikit terasa cukup. Waktu terasa berkualitas. Rezeki walau tidak melimpah, tapi selalu hadir saat dibutuhkan. Anak-anak tumbuh dengan akhlak baik. Persahabatan terasa tulus. Dan yang paling penting, hidup terasa bermakna.
Baca Juga: Transformasi Digital dan Inklusi Keuangan Syariah Jadi Sorotan di Forum Global IsDB ke-19
Bandingkan dengan orang yang terus merasa gelisah meski sudah memiliki segalanya. Keberhasilan yang tidak disertai keberkahan hanya akan melahirkan kekosongan batin. Itulah sebabnya, banyak orang yang mencapai puncak tapi merasa hampa. Karena mereka hanya berhasil, tapi tidak berkah.
Mari Memilih: Ingin Berhasil, atau Ingin Berkah?
Bukan berarti kita tidak boleh mengejar keberhasilan. Justru keberhasilan itu penting. Namun, jadikan keberhasilan sebagai jalan menuju keberkahan, bukan tujuan akhir. Bangun rumah tangga yang berhasil, tapi juga berkah. Bangun karier yang sukses, tapi juga bermanfaat. Miliki harta, tapi jadikan ia alat untuk berbagi. Keberhasilan tanpa keberkahan hanya akan menjadi angka kosong yang tak akan kita bawa mati.
Kita boleh memiliki mimpi setinggi langit, tapi jangan lupa menapak dengan rendah hati. Kita boleh merancang target dan visi, tapi pastikan ada niat untuk memberi manfaat. Sebab pada akhirnya, bukan seberapa tinggi kita berdiri yang dikenang, tapi seberapa banyak hati yang kita sentuh dan bahagiakan.
Jadilah berkah. Jadilah orang yang kehadirannya dirindukan, dan kepergiannya dikenang dengan doa-doa tulus. Tidak perlu menunggu menjadi orang besar untuk menyebar manfaat. Tersenyum, mendengarkan, memberi, menguatkan—semua itu adalah bagian dari hidup yang berkah.
Baca Juga: Berbuat Baik, Meski Dunia Tak Melihat
Mari kita perbaiki niat. Tidak hanya ingin berhasil, tapi ingin menjadi alasan seseorang bersyukur hari ini. Sebab dalam dunia yang penuh hiruk pikuk ini, hadirnya satu manusia yang berkah lebih berharga daripada seribu manusia yang hanya berhasil untuk dirinya sendiri.
Semoga kita termasuk hamba yang diberkahi Allah dalam setiap langkah, kata, dan karya. Aamiin.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Dagang yang Berkah: Antara Ajaran Islam dan Realita Pahit Pasar Modern