Oleh : Ali Farkhan Tsani*
خُذِ ٱلۡعَفۡوَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡعُرۡفِ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡجَـٰهِلِينَ
Artinya : ”Jadilah engkau pemaaf dan serulah (manusia) mengerjakan yang makruf (baik) dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS Al-A’raf [7] : 199).
Ketika turun ayat tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya kepada Malaikat Jibril, ”Apakah maksud ayat ini, wahai Jibril?” Jibril menjawab, ”Sesungguhnya Allah menyuruhmu memaafkan orang yang telah mendzalimimu dan bersilaturahim terhadap orang yang memutuskan hubungan denganmu.”
Baca Juga: Istighfar Kunci Perubahan Nasib: Tadabbur Qur’an Surat Nuh Ayat 10-12
Menanggapi ayat tersebut, Ibnu Jarir berkata, ”Allah menyuruh Nabi-Nya supaya menganjurkan segala kebaikan, amal, dan ketha’atan. Di samping itu, juga agar menanggung tantangan orang-orang yang tidak memahami hukum Allah dengan penuh kesabaran dan lapang dada”.
Kata maaf berasal dari al-afwu yang artinya sikap memberi ampun terhadap kesalahan orang lain tanpa ada rasa benci, sakit hati, atau balas dendam.
Allah sendiri menyebut dirinya sebagai Afuwwun yang artinya Maha Pemaaf. Sebagaimana Firman Allah:
إِن تُبۡدُواْ خَيۡرًا أَوۡ تُخۡفُوهُ أَوۡ تَعۡفُواْ عَن سُوٓءٍ۬ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَفُوًّ۬ا قَدِيرًا
Baca Juga: Israel Vs Iran, Ketika Serangan Membentuk Keberimbangan Regional
Artinya : ”Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan orang lain, maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Mahakuasa.” (QS An-Nisa [4]: 149).
Sifat pemaaf ini dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam kehidupan bermasyarakat. Rasulullah tidak pernah membalas orang lain yang menyakitinya, selama tidak menyinggung masalah agama Islam.
Namun, apabila melecehkan kehormatan Islam dan yang berhubungan dengan hak-hak Allah, beliau tidak memberi maaf. Sebab, pemaafan dalam hal ini berarti pelecehan terhadap hak-hak Allah.
Pernah suatu ketika dalam Perang Khaibar, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam disuguhi kambing bakar yang telah diberi racun oleh Zainab binti Harits, istri Salam bin Misykam, salah seorang pemuka Yahudi. Kemudian, beliau mengambil sedikit daging paha kambing itu dan mengunyahnya. Tetapi, beliau tidak menyukainya, lalu dimuntahkan apa yang telah beliau kunyah. Sedangkan Bisyr bin Barra yang makan daging kambing itu, tidak berapa lama kemudian meninggal.
Baca Juga: Mengapa Harus Hadir di Majlis Taklim? Inilah 5 Keutamaannya yang Wajib Diketahui
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata, ”Sesungguhnya tulang ini memberi tahu kepadaku bahwa dirinya telah diberi racun.” Lalu, dipanggillah Zainab dan ditanya atas perbuatannya, dan mengakui perbuatannya. Walau pun Zainab telah berniat jahat akan membunuh Rasul, namun beliau sanggup memaafkannya karena kelapangan hatinya.
Bukan hanya itu, karena sudah terlalu sering Rasul disakiti oleh masyarakat jahiliyah, para sahabatnya mengadu agar nabinya yang mulia segera berdoa supaya musuh-musuh yang di hadapannya langsung diazab Allah. Bahkan, malaikat pun menawarkan dirinya untuk mengangkat sebuah gunung agar ditimpakan kepada kaum yang mendustakan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Tetapi, jawab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ”Aku diutus bukan untuk melaknati, tetapi aku diutus sebagai dai dan pembawa rahmat. Ya Allah! Berilah petunjuk kepada kaumku. Sesungguhnya mereka tidak mengerti.”
Semoga Allah menjadikan jiwa-jiwa kita menjadi hamba-hamba pemaaf. Aamiin yaa robbal ‘aalamiin.
Baca Juga: Ketika Dosa Tampak Indah: Wajah Fitnah di Ujung Zaman
* Da’i Ma’had Al-Fatah Al-Islamy Bogor, Indonesia.
Mi’raj News Agency (MINA)