Oleh Septia Eka Putri*
Kata pepatah, hemat pangkal kaya. Sepertinya tak ada yang salah dengan pepatah itu. Apalagi jika itu masalah harta. Hemat, bukan berarti pelit, medit, alias kikir. Tapi hemat artinya bisa berarti antara lain sebagai berikut.
Pertama, hemat sebagai upaya menyimpan kelebihan setelah kebutuhan primer terpenuhi. Rasulullah SAW pernah berdiskusi dengan Jabir, “Mengapa engkau berlebih-lebihan?” Jabir menjawab, “Apakah didalam wudhu tidak boleh berlebih-lebihan?”. Kemudian Rasulullah menjawab, “Ya, janganlah engkau berlebih-lebihan ketika wudhu meskipun engkau berada di sungai.”
Kedua, hemat sebagai modal untuk kemaslahatan generasi setelah kita. Nasehat Rasulullah SAW, “Sesungguhnya engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik dari pada engkau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin. Mereka menerima kecukupan dari orang lain. Mungkin orang lain memberinya atau mungkin menolaknya. Sesungguhnya tidaklah engkau memberikan nafkah dengan ikhlas karena Allah kecuali engkau akan mendapat pahala dariNya.” (HR. Muttafaq’alaih).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta
Ketiga, hemat sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah SWT. Karena sikap hemat merupakan perintah Allah, maka jika terbiasa dengan pola hidup hemat, sebenarnya kita tengah melakukan pendekatan diri dan melaksanakan perintahNya.
Kata hemat juga berasal dari kata iqtishad (ekonomi), qashada atau iqtashada, yang berarti seimbang atau hemat, lawan dari berlebihan atau boros. Ekonomi merupakan sisi pokok kehidupan, bahkan salah satu tujuan pokok ajaran Islam adalah mewujudkan kesejahteraan.
Dalam kehidupan ini, semua manusia membutuhkan hidup sejahtera, damai, dan tidak ada gangguan. Akan tetapi, Allah memberi setiap ujian bagi manusia agar menjadi kuat menghadapinya. Salah satu dari kehidupan yang sering dikeluhkan banyak manusia adalah, kekurangan dalam masalah ekonomi. Kekurangan itu bisa jadi lantaran manejemen ekonomi yang kurang tertata dengan baik.
Hidup hemat itu baik, sebab hemat bukan berarti pelit. Tetapi hemat berarti melakukan persiapan untuk menghadapi kekurangan ketika Allah SWT menguji dengan kekurangan, sehingga kita mampu menghadapinya, meski kita tak pernah tahu apa rencana Allah kedepan bagi kita. Manusia hanya bisa berencana, tapi Allah-lah yang menentukan segalanya.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari
Menjadi orang hemat bisa juga berarti menjadi orang yang; pertama, senantiasa bersikap seimbang dalam semua urusan, tidak mengurangi dan tidak berlebih-lebihan. Kedua, memiliki kesadaran ekonomi, walaupun dalam batas yang paling rendah. Ketiga, harus menjalankan prinsip-prnsip ekonomi dalam hidup, sehingga mampu mendapat keuntungan, jauh dari sikap boros dan kikir pada saat yang sama.
Dalam Al-Qur’an al-Karim, Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengeluarkannya sehingga kamu menjadi tercela dan menyesal.” (Qs. Al-Isra:29).
Imam ‘Ali ra berkata, “Tidak fakir orang yang bersikap hemat.” Beliau juga berkata, “Jadilah orang dermawan, jangan jadi orang boros. Jadilah orang yang memperhitungkan, jangan jadi orang kikir.”
Mungkin kita bertanya-tanya. Jika Allah SWT telah menciptakan berbagai karunia dan kenikmatan supaya memanfaatkan dan menggunakannya, maka mengapa kita harus bersikap hemat? Di mana? Kapan? Dan bagaimana?
Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman
Jawaban atas pertayaan ini ialah. Sesungguhnya Allah SWT telah menjadikan sikap ekonomis dan seimbang dalam pengeluaran sebagai perilaku yang wajib dimiliki manusia. Dari sisi lain, Allah SWT juga telah menjadikannya sebagai alat untuk menjaga keseimbangan dan pemerataan kekayaan yang adil di antara manusia, supaya tidak ada sekelompok orang kenyang sementara yang lain lapar.
Imam Ali ra berkata, “Aku tidak melihat kenikmatan yang berlimpah kecuali disampingnya pasti ada hak yang diabaikan.” (Nahj al Balaghah, hikmah Imam ‘Ali ra).
Sikap ekonomis tidak hanya berlaku pada milik pribadi saja, melainkan juga pada milik umum. Hal yang sangat disesalkan adalah adanya sekolompok orang yang bersikap hemat hanya pada harta pribadinya, dan tidak pada harta milik umum atau milik orang lain.
Ada orang yang mengatakan, “Gunakan listrik, air dan yang lainnya sesukamu, karena itu bukan harta milikmu, melainkan milik Negara!” Mereka lupa bahwa Allah SWT akan menghisab mereka atas perbuatan boros mereka terhadap kekayaan umum, disamping terhadap kekayaan pribadi mereka.
Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah
Dalam hal ini sikap hemat tidak hanya berlaku pada saat tidak ada, akan tetapi pada saat punya sedikit harta kita malah berfoya-foya, dan seharusnya kita bersikap hemat dalam keadaan senang maupun susah.
Bagaimana Bersikap Hemat ?
Untuk hemat, ada beberapa hal yang harus dilakukan antara lain; pertama, kita harus menyusun perencanaan ekonomi, yaitu membuat strategi agar pengeluaran jelas kemana arah perginya.
Kedua, rinci biaya pengeluaran. Setiap membelanjakan sesuatu atau memulai untuk belanja, rinci terlebih dahulu agar tahu berapa pengeluaran dari pembelanjaan tersebut.
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
Ketiga, harus bersikap seimbang dalam pengeluaran, tidak boros dan tidak juga kikir, baik dalam keadaan mudah maupun dalam keadaan susah. Keempat, harus menjadi pemetik untung yang baik, terutama jika kesulitan dengan modal yang sedikit. Hal ini dilakukan dengan cara menjadikan pengeluaran lebih sedikit dari pada pemasukan kita.
Jadilah orang yang hemat agar senantiasa hidup sederhana. Ketika diberi ujian kemiskinan, kita siap mengahadapi musibah-musibah zaman. Kita juga harus bersikap hemat dalam semua urusan. “Siapa melucuti sikap hemat dari dirinya maka dia telah berbuat lalim, dan siapa mengambilnya maka dia telah bersikap adil” (Nahj al Balaghah, hikmah Imam Ali ra). Semoga Allah Yang Maha Kaya menjaga kita dari sikap boros. Wallahua’lam.(T/Putri/R2).
Sumber : Khalil Al-Musawi
*Jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis
Mi’raj Islamic News Agency
Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim