Kuala Lumpur, MINA – Malaysia telah memutuskan untuk menarik pasukannya dari Arab Saudi untuk menjaga netralitasnya di kawasan itu, Menteri Pertahanan Malaysia Mohamad Sabu mengatakan, Kamis (28/6).
Sabu mengatakan kepada Kantor Berita Nasional Malaysia, Bernama, rencana untuk menarik pasukan bersenjata Malaysia “sudah dibicarakan, sudah mengambil keputusan.”
Dia menambahkan pembicaraan dengan kementerian luar negeri akan menentukan waktu penarikan. Demikian Daily Sabah melaporkan yang dikutip MINA, Jumat.
Sabu menyatakan kehadiran pasukan Malaysia di Arab Saudi berisiko menyeret negara itu ke dalam konflik regional.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Selamat dari Pemakzulan
“Kami tidak ingin terlibat dalam konflik di antara negara-negara tetangga di Timur Tengah,” kata Sabu.
Mantan Perdana Menteri Najib Razak dan pemerintahan Barisan Nasional (BN) pertama kali menempatkan pasukan ke Saudi pada 2015 untuk memfasilitasi evakuasi warga Malaysia dari Yaman.
Sabu mengklarifikasi bahwa pasukan Malaysia “tidak pernah terlibat” dalam operasi militer di Yaman, tempat Saudi melakukan intervensi bersama dengan beberapa negara Arab lainnya terhadap pemberontak Houthi yang didukung Iran di dalam negeri.
“Malaysia selalu menjaga netralitasnya. Negara ini tidak pernah mengejar kebijakan luar negeri yang agresif,” kata Sabu.
Baca Juga: Jumat Pagi Sinagog Yahudi di Meulbourne Terbakar
Sebelumnya pekan lalu, Sabu mengatakan pemerintah baru akan “mempertimbangkan kembali” keputusan Najib untuk mengerahkan pasukan.
Namun tetap tidak jelas, tepatnya berapa banyak pasukan Malaysia yang dikerahkan di sana.
Sabu menjabat sebagai menteri pertahanan bulan lalu, setelah aliansi reformis, Pakatan Harapan (PH), yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mahathir Mohamad dan pemimpin koalisi Anwar Ibrahim, melengserkan koalisi Barisan Nasional pimpinan Najib.
Pada 2015, Arab Saudi meluncurkan kampanye militernya untuk mendukung pemerintah Yaman yang diakui secara internasional dan mengambil kembali wilayah yang diklaim oleh pemberontak Houthi, yang menyerbu negara itu pada 2014.
Baca Juga: Taliban Larang Pendidikan Medis Bagi Perempuan, Dunia Mengecam
Sekitar 10.000 warga Yaman telah tewas dan 53.000 orang terluka sejak dimulainya intervensi koalisi di Yaman, yang memicu apa yang disebut PBB sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
PBB mengatakan minggu ini bahwa koalisi yang didukung AS bertanggung jawab atas lebih dari separuh kematian anak dan cedera di Yaman tahun lalu. (T/R11/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: PBB akan Luncurkan Proyek Alternatif Pengganti Opium untuk Petani Afghanistan