SEBAGIAN orang merasa tidak nyaman ketika topik tentang Jahannam dibahas. Ada yang berkata, “Mengapa harus bicara tentang neraka? Bukankah Islam itu agama kasih sayang?” Pertanyaan itu benar — Islam memang penuh kasih sayang. Namun justru karena kasih sayang itulah, Allah memperingatkan manusia tentang bahaya neraka. Sama seperti seorang dokter yang memperingatkan pasiennya agar menjauhi makanan beracun, bukan untuk menakut-nakuti, tetapi untuk menyelamatkan.
Membicarakan Jahannam bukan berarti mengabaikan rahmat Allah, melainkan menumbuhkan kesadaran agar manusia tidak bermain-main dengan dosa. Dalam Al-Qur’an, Allah menyebut neraka bukan untuk mengancam secara kosong, melainkan sebagai realitas yang harus disadari. Allah berfirman,
فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ ۖ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ
“Maka peliharalah dirimu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah [2]: 24)
Ayat ini bukan sekadar ancaman, tapi panggilan cinta dari Allah agar manusia berhenti sebelum terlambat. Jahannam bukan dibuat untuk manusia, tapi disediakan bagi mereka yang dengan sadar menolak kasih sayang Allah.
Baca Juga: Nabi Sulaiman Alaihi Salam Raja Muslim Terbesar Sepanjang Masa
Antara Rahmat dan Keadilan Allah
Allah adalah Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan juga Al-‘Adl (Maha Adil). Dua sifat ini tidak bertentangan, justru saling melengkapi. Rahmat-Nya membuat pintu taubat selalu terbuka, bahkan bagi pendosa yang paling gelap hidupnya. Sementara keadilan-Nya memastikan bahwa tidak ada satu pun perbuatan manusia yang sia-sia.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ
“Dan Tuhanmu tidaklah menzalimi hamba-hamba-Nya.” (QS. Fussilat [41]: 46)
Baca Juga: Ekopedagogi Islam, Belajar dari Alam yang Tergenang
Artinya, siapa pun yang masuk neraka bukan karena Allah ingin menghukumnya, tetapi karena ia sendiri menolak jalan kebenaran yang telah Allah tunjukkan. Betapa banyak manusia yang sudah diperingatkan lewat ayat, hadis, nasihat ulama, bahkan musibah yang seharusnya menyadarkan — namun tetap memilih jalan yang sama.
Allah tidak pernah zalim. Manusia sendirilah yang sering menzalimi dirinya.
إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئًا وَلَٰكِنَّ النَّاسَ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Sesungguhnya Allah tidak menzalimi manusia sedikit pun, tetapi manusia itulah yang menzalimi dirinya sendiri.” (QS. Yunus [10]: 44)
Keadilan Allah berjalan seimbang dengan kasih sayang-Nya. Bagi siapa pun yang berbuat baik, sekecil apa pun, Allah tidak akan menyia-nyiakannya. Sebaliknya, bagi yang mengingkari nikmat dan terus-menerus berbuat dosa tanpa taubat, Allah pun memberi balasan yang setimpal. Itulah keseimbangan Ilahi: kasih bagi yang taat, keadilan bagi yang durhaka.
Baca Juga: Nabi Daud Alaihi Salam, Utusan Allah dan Raja Muslim
Jahannam: Bukan Tujuan, Tapi Peringatan
Allah tidak menciptakan neraka sebagai tempat pelampiasan murka, tetapi sebagai peringatan agar manusia sadar sebelum terlambat. Dalam hadis sahih disebutkan, Rasulullah ﷺ bersabda:
اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ
“Jagalah diri kalian dari api neraka, walau hanya dengan (bersedekah) sepotong kurma.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa Allah memberi jalan keluar sekecil apa pun agar manusia selamat. Peringatan tentang Jahannam justru merupakan bentuk kasih sayang Allah yang luar biasa — agar manusia tidak meremehkan dosa, tidak menunda taubat, dan tidak tertipu oleh dunia.
Baca Juga: Masjidil Aqsa Selalu di Hati Orang Beriman
Bayangkan jika tidak ada neraka — manusia mungkin akan hidup sesuka hati tanpa rasa takut berbuat zalim. Tapi karena ada neraka, keadilan tetap tegak. Peringatan tentang Jahannam menjadi pagar moral agar manusia tahu bahwa setiap langkahnya akan dimintai pertanggungjawaban.
Allah berfirman,
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُۥ، وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُۥ
“Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya). Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya).” (QS. Az-Zalzalah [99]: 7–8)
Setiap amal akan dibalas dengan sempurna. Maka Jahannam bukanlah tempat yang Allah butuhkan — karena Allah Maha Kaya tanpa perlu apa pun. Ia ada semata-mata untuk menegakkan kebenaran dan mengingatkan manusia agar tidak menjerumuskan diri.
Baca Juga: Solusi Dua Negara (Palestina-Israel) dalam Prespektif Sejarah
Neraka Tidak Pernah Meminta Dihuni
Sesungguhnya, Jahannam tidak pernah memanggil manusia untuk datang. Justru manusialah yang melangkah mendekat dengan dosa, maksiat, dan kesombongan. Neraka hanya menunggu perintah Allah untuk menyala, bukan karena ia ingin membakar, tetapi karena manusia enggan padamkan api dosanya sendiri.
Renungkanlah firman Allah,
يَوْمَ نَقُولُ لِجَهَنَّمَ هَلِ امْتَلَأْتِ وَتَقُولُ هَلْ مِن مَّزِيدٍ
“Pada hari itu Kami bertanya kepada Jahannam, ‘Apakah engkau sudah penuh?’ Ia menjawab, ‘Apakah masih ada tambahan?’” (QS. Qaf [50]: 30)
Baca Juga: Keluarga Sakinah, Tenang Bersama di Tengah Cobaan
Neraka tidak haus manusia. Tapi dosa manusialah yang mengundangnya.
Maka sebelum api itu menyalakan murka, padamkan ia dengan air mata taubat. Sebelum azab menjadi nyata, berlindunglah di bawah kasih sayang Allah dengan iman dan amal saleh. Karena sesungguhnya, Allah tidak menciptakan Jahannam untuk menakut-nakuti — tapi untuk menyelamatkanmu dari jalan yang menjerumuskan ke sana.
Jahannam tidak butuh penghuni. Tapi setiap dosa, keangkuhan, dan kelalaian bisa menjadi undangan menuju sana. Maka bersegeralah kembali — karena Allah selalu menunggu dengan pintu rahmat-Nya yang tak pernah tertutup.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Antara Perjanjian Hudaibiyah dan Gencatan Senjata di Gaza
















Mina Indonesia
Mina Arabic