HARI ini, banyak yang bangga menyebut diri Muslim, tapi sayangnya hanya sebatas status di KTP. Islam seolah menjadi identitas administratif, bukan jalan hidup. Padahal, Islam bukan hanya label, tapi petunjuk yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Menjadi Muslim sejati artinya menjadikan Islam hadir dalam setiap detak hati dan langkah kaki.
Kita sering lihat orang shalat lima waktu, tapi mulutnya masih suka menyakiti. Banyak yang rajin puasa, tapi tangannya masih ringan menyebar keburukan. Bahkan, ada yang mengaji setiap hari, namun tak jujur dalam berdagang. Apalah arti ibadah yang tak mengubah akhlak dan perilaku?
Islam bukan sekadar simbol atau status sosial. Ia adalah tuntunan hidup yang harus meresap dalam pikiran, perasaan, dan tindakan. Jangan bangga hanya karena nama kita “Muhammad” atau “Aisyah”, jika perangai tak mencerminkan keindahan Islam. Kebanggaan itu harus dibuktikan dengan amal dan akhlak.
Banyak yang mengaku Islam, tapi lisannya kasar, suka mencaci, dan menghina. Padahal Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak, bukan sekadar mengubah status. Islam tidak hanya mengajarkan shalat, tapi juga menjaga lisan. Bukankah orang yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya?
Baca Juga: Rendah Hati di Zaman yang Mengagungkan Eksistensi
Waktu habis untuk scroll media sosial, nonton tanpa batas, nongkrong tak jelas arah. Sementara Al-Qur’an berdebu di rak, tak pernah dibuka. Shalat pun ditunda-tunda, bahkan dilupakan. Islam bukan sekadar ucapan, tapi prioritas yang nyata dalam keseharian.
Ketika kita mengatakan “saya Muslim”, maka kita mengaku tunduk kepada Allah. Tunduk berarti taat, bukan membantah dengan lisan dan perbuatan. Kalau masih maksiat terus tanpa rasa bersalah, di mana letak tunduk itu? Jangan-jangan kita hanya Muslim di KTP, tapi tidak dalam hati.
Islam itu hadir untuk menghidupkan hati, bukan mematikan nurani. Jika kita terus menerus menunda taubat dan menolak hidayah, kita sedang membiarkan hati mengeras. Padahal Allah menyukai hamba yang kembali, walau berkali-kali jatuh dalam dosa. Selama nafas masih ada, pintu-Nya terbuka.
Hentikan kebiasaan memisahkan antara agama dan kehidupan. Islam bukan hanya di masjid, tapi juga di rumah, kantor, jalan, dan dunia maya. Jadilah Muslim dalam tutur kata, sikap, dan keputusan. Jadikan setiap aktivitas kita berpahala karena dilandasi niat yang benar.
Baca Juga: Belajar Memaafkan Meski Hati Belum Ikhlas
Jangan jadikan Islam sebagai warisan tanpa makna. Karena sejatinya, keislaman seseorang tidak diwarisi, tapi dibuktikan dengan ketaatan. Lahir dari keluarga Muslim bukan jaminan masuk surga. Yang menyelamatkan adalah amal saleh dan hati yang tunduk kepada-Nya.
Kita harus malu kepada Allah jika masih memegang label Islam tapi hidup jauh dari nilai-nilainya. Bagaimana mungkin mengaku umat Nabi, tapi akhlak tak mencerminkan uswah hasanah? Islam itu keindahan, bukan keburukan. Jangan biarkan tindakan kita mencoreng nama agama.
Mari kita jujur pada diri sendiri: apakah Islam hanya tinggal dalam identitas, atau sudah mengalir dalam darah dan daging? Apakah Islam hanya jadi topik obrolan, tapi tidak menggerakkan tindakan? Apakah kita mengenal Allah hanya di waktu sempit, tapi melupakannya saat lapang? Saatnya introspeksi.
Islam tidak menuntut kita menjadi sempurna, tapi terus memperbaiki diri. Yang Allah inginkan adalah hamba yang mau belajar, berjuang, dan bertobat. Jangan remehkan satu langkah menuju perbaikan, karena itu bisa jadi awal menuju hidayah. Mulailah dari yang kecil, konsisten, dan niatkan karena Allah.
Baca Juga: Ini Cara Islam Memberantas Judi Online di Kalangan Rakyat Kecil
Jangan tunggu tua untuk menjadi Muslim yang sungguh-sungguh. Ajal tidak menunggu kesiapan. Dunia ini terlalu singkat untuk hidup dalam kepalsuan. Jadikan Islam bukan hanya identitas, tapi cahaya yang menuntun sampai liang lahat.
Mari kita jadikan Islam sebagai sumber cinta, kasih sayang, dan keteduhan. Jangan hanya bangga sebagai Muslim, tapi jadilah penyambung rahmat Allah di muka bumi. Islam yang sejati melahirkan kedamaian, bukan permusuhan. Jika hidup kita penuh manfaat, itulah tanda Islam sudah bersemayam di hati.
Ingatlah, KTP tidak akan ditanya di alam kubur, tapi amal perbuatan kita yang akan bicara. Malaikat tidak menilai nama atau gelar, tapi ketulusan dan ketaatan. Maka mari berhijrah, dari sekadar Muslim di KTP menjadi Muslim sejati. Karena hanya Islam yang menghuni hati yang akan menyelamatkan hingga akhirat nanti.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Al-Quds Gerbang Bumi Menuju Surga