DI TENGAH gempuran teknologi dan kemudahan akses informasi, muncul istilah yang kerap kita dengar: generasi rebahan. Istilah ini mengacu pada kelompok anak muda yang terlalu nyaman dengan kemalasan, lebih banyak menghabiskan waktu di atas kasur atau sofa, sibuk dengan ponsel tapi minim kontribusi. Ini bukan hanya sindiran sosial, melainkan alarm keras tentang krisis semangat yang sedang melanda generasi kita.
Rebahan bukanlah dosa. Semua orang butuh istirahat. Tapi jika rebahan menjadi gaya hidup utama, yang dilakukan berjam-jam tanpa produktivitas, maka itu menjadi masalah. Bukan sekadar membuang waktu, namun juga membunuh potensi. Masa muda yang harusnya jadi masa emas untuk belajar, berkarya, dan berjuang justru tergerus oleh kebiasaan malas yang dikemas dalam kata “healing.”
Coba bayangkan, berapa banyak ide besar dan peluang emas yang terlewat hanya karena kita lebih memilih scroll TikTok daripada membaca buku? Berapa banyak relasi, keterampilan, dan prestasi yang bisa diraih andai saja kita bangun dari rebahan dan mulai bergerak? Dunia tidak menunggu. Waktu tidak bisa diputar ulang.
Generasi rebahan lahir dari banyak faktor. Teknologi adalah salah satunya. Dulu, seseorang harus keluar rumah untuk mencari hiburan. Sekarang, semuanya ada di genggaman. Netflix, game, media sosial—semua memberi kesenangan instan tanpa harus berkeringat. Kemudahan ini membuat banyak orang terjebak dalam zona nyaman yang menipu.
Baca Juga: Generasi yang Terasing dari Nilai-Nilai Luhur Bangsa: Tantangan dan Solusi
Namun, bukan teknologi yang salah. Yang keliru adalah cara kita memanfaatkannya. Gawai bisa menjadi alat belajar yang luar biasa, jika digunakan dengan bijak. Internet bisa membuka peluang kerja, ladang dakwah, dan arena kreativitas. Sayangnya, alih-alih dimanfaatkan, kita lebih sering dijajah olehnya. Kita menjadi budak notifikasi, bukan pemimpin teknologi.
Kebiasaan rebahan tidak hanya merusak produktivitas, tapi juga berdampak pada kesehatan fisik dan mental. Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan tubuh lemas, mudah sakit, dan rentan stres. Otak yang jarang digunakan untuk berpikir kritis menjadi tumpul. Akhirnya, generasi ini tidak hanya malas secara fisik, tapi juga lemah secara mental.
Islam mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang kuat, aktif, dan bermanfaat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah.” (HR. Muslim). Kekuatan di sini bukan hanya fisik, tapi juga semangat, disiplin, dan etos kerja. Maka, generasi Muslim tidak boleh rebahan terus.
Lihatlah sejarah! Para sahabat Nabi, meski hidup tanpa gadget, justru menghasilkan peradaban agung. Umar bin Khattab berjalan puluhan kilometer demi menegakkan keadilan. Imam Syafi’i hafal ribuan hadis sejak usia belia. Mereka tak mengenal istilah ‘gabut’ atau ‘mager’. Mereka adalah generasi penggerak, bukan generasi rebahan.
Baca Juga: Berniaga dengan Niat Lillah, Fondasi Bisnis Berkah
Kalau kita ingin sukses, rumusnya sederhana: bangun, bergerak, dan berjuang. Tidak perlu menunggu motivasi datang. Mulailah dari hal kecil—membaca satu halaman buku, membereskan kamar, membantu orang tua, atau menulis satu paragraf. Gerakan kecil akan menular jadi kebiasaan baik yang besar.
Jangan tunggu semangat, tapi ciptakan semangat. Lawan rasa malas seperti musuh yang harus dikalahkan setiap hari. Disiplin diri adalah kunci. Jadikan rebahan sebagai hadiah setelah kerja keras, bukan sebagai rutinitas sebelum memulai apa-apa. Hidup ini singkat untuk dihabiskan dalam kasur tanpa arah.
Bangsa ini butuh anak muda yang berani bermimpi dan bekerja keras. Bukan yang hanya bisa mengeluh di kolom komentar. Jadilah bagian dari solusi, bukan beban masyarakat. Karya dan kontribusi jauh lebih bernilai daripada trending semu di dunia maya. Jadilah inspirasi, bukan sekadar penonton.
Jika kamu merasa belum tahu arah hidupmu, itu wajar. Tapi jangan berhenti mencari. Eksplorasi diri, belajar dari orang-orang hebat, dan cari jalan yang membuatmu merasa hidup. Setiap orang punya potensi, tapi hanya yang mau bergerak yang bisa mengubah potensi menjadi prestasi.
Baca Juga: Hari Pendidikan Nasional dan Konsep Pendidikan dalam Islam
Mulai hari ini, buat perubahan kecil. Tetapkan jadwal harian, jauhi distraksi digital, temukan komunitas yang mendukung produktivitasmu. Minta bantuan Allah dalam setiap langkahmu. Ucapkan doa seperti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa malas dan lemah.” (HR. Bukhari-Muslim).
Ingat, dunia sedang berubah cepat. Siapa yang diam, akan tertinggal. Siapa yang rebahan, akan dilindas arus zaman. Maka, jangan mau jadi generasi rebahan yang hanya menonton kesuksesan orang lain. Jadilah generasi bangkit—yang mencipta sejarah, menoreh prestasi, dan mewariskan semangat perjuangan.
Kita memang tidak bisa memilih zaman, tapi kita bisa memilih sikap. Rebahan atau bangkit? Diam atau bergerak? Hidup biasa-biasa saja atau hidup luar biasa? Keputusan ada di tanganmu. Dan ingatlah: masa depan cerah tidak pernah hadir dari kasur empuk, tapi dari langkah kaki yang terus maju.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Perjuangan Buruh Melawan Kebijakan Kerdil