doa-300x128.jpg" alt="" width="600" height="256" />Oleh: Ali Farkhan Tsani, Da’i Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jabar
Suatu ketika seseorang berdoa dengan angkat tangan selesai shalat fardhu. Seorang Imaam menyuruh stafnya memanggil orang tersebut. Lalu dijawab, ”Maaf Imaam, orangnya sedang berdoa”.
Kata Imaam Muhyiddin Hamidy namanya, “Jangan diganggu, biarkan sampai selesai doanya, dia sedang munajat pada Tuhannya, juga Tuhan kita”.
Jangan remehkan dan sepelekan untaian doa seseorang, atau orang ke orang lain. Itu hakikatnya.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Misalnya juga ada saudara kita mau pergi safar, berjuang, haji atau umrah, maka kita doakan dan kitapun minta didoakan di sana. Lagi, Imaam Muhyiddin Hamidy hampir selalu mengantar jama’ah haji dan umrah ke bandara. Kalau tidak udzur. Sakit pun kadang masih tetap ‘memaksakan’ diri ke bandara. Apa yang dilakukan? Antara lain adalah mendoakan agar jamaah dibekali dengan takwa, diampuni dosa-dosanya, dan dimudahkan segala urusannya dalam perjalanannya.
Satu lagi, yang sering ia titipkan, “Doakan kami agar tambah takwa kepada Allah”.
Apa yang dinanti dari orang yang akan pergi jauh dari saudaranya? “Doa”. Bukan harta benda.
Apa pula yang diharapkan dari orang sakit dari penjenguknya? “Doa”. Bukan makanan enak.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Apa yang dikerjakan orang yang dirundung masalah? “Doa”. Bukan jalan-jalan.
Sang Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri pun bahkan menyatakan bahwa “Doa adalah pedangnya orang beriman”, dan bahwa “Doa adalah intinya ibadah”.
Karena itu, jangan dianggap sepele, jika dalam susunan acara kegiatan, juga sering pada bagian akhir selalu ada acara doa. Karena memang begitu urgensinya doa. Bukan sekedar seremonial. Kadang ada yang menganggap sepela, tidak perlu doa, khan sudah cukup. Bahkan meng-“amin”-kan saja enggan, tak bersuara.
Padahal, seorang Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun tatkala sahabatnya Umar bin Khattab hendak pergi umrah, beliau mendoakan dan minta didoakan. “Sertakan aku dalam doamu, Wahai Saudaraku, Umar”, begitu ucapan Nabi.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Imaam Muhyiddin Hamidy pun demikian, seringkali meminta makmumnya untuk membacakan doa setelah selesai shalat. Setiap selesai acara pun, Imaam selalu meminta salah seorang asatidz untuk membacakan doa, agar hasil acara tersebut mendapat barokah dari Allah. Maka, Imaam akan marah jika dalam suatu susunan acara, tidak ada pembacaan doa pada akhir acara.
Kadang kita malah malas walau hanya sekedar meng-“Amin”-kan doa sang imam masjid, sang khatib atau siapun yang sedang memimpin doa dalam suatu acara. Padahal dia sedang mengharap kepada Sang Rabb. Lalu kita tak butuh Rabb?
Para Malaikat saja mengucapkan “Aamiin”… saat selesai Imaam membaca surah Al-Fatihah, dalam Shalat. Mengapa kadang kita sulit hanya sekedar mengucapkan “Aamiin” untuk doa-doa kebaikan saudara-saudara kita.
Mari saling berdoa dan mendoakan kebaikan-kebaikan sesama kita, dan saling meng-“Amin“-kan. Doa-doa di antara kita. Aamiin ya robbal ‘aalamiin. (RS2/P1)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)