Jauh dari Gaza, Pawai Pro-Palestina di Jantung New York

Iris Tatian ingat saat pertama kali dia memercikkan cat merah pada bendera Israel.

Merasa ngeri dan terkejut oleh serangan Israel di kamp pengungsi Jenin pada tahun 2002, wanita itu mengatakan dia menyematkan bendera mini Amerika Serikat (AS) ke bendera Israel dan menyemprotkan cat merah pada keduanya sehingga bendera-bendera itu  terlihat basah kuyup seolah oleh darah.

Titian mengatakan dia melakukannya untuk menampilkan kebrutalan Israel dan keterlibatan AS. Sekarang tahun 2018, bertahun-tahun kemudian di usianya yang sudah 60 tahun dia tidak menyangka akan tetap membawa bendera itu ke protes-protes pro-.

“Ini dibuat 16 tahun yang lalu, dan tidak ada yang berubah. Saya telah membawa bendera ini selama bertahun-tahun ke aksi protes,” kata Tatian yang berbicara lirih kepada Al Jazeera saat demonstrasi solidaritas Palestina di New York City, AS, Jumat lalu (18/5).

“Dan ya, saya lelah membawa bendera ini, tetapi bayangkan orang-orang Palestina. Sudah 70 tahun  mereka (terjajah), bayangkan bagaimana perasaan mereka,” kata perempuan itu.

Tatian adalah salah satu dari setidaknya 800 orang yang turun di Times Square pada hari Jumat untuk bergabung dengan demonstrasi yang diselenggarakan oleh koalisi NY4Palestine dalam solidaritas dengan Palestina setelah satu pekan pertumpahan darah di Gaza.

Sedikitnya 64 orang tewas dan 2.700 lainnya cedera pada Senin (14/5) ketika militer Israel menembaki puluhan ribu pengunjuk rasa sehari sebelum peringatan Nakba, atau Bencana, ketika lebih dari 700.000 orang Palestina diusir dari tanah air mereka pada tahun 1948.

Sejak protes Great March of Return dimulai pada 30 Maret, militer Israel telah menewaskan 113 orang, termasuk 15 anak-anak. Setidaknya 12.000 orang lainnya telah terluka, termasuk 3.500 dengan luka tembak.

Tidak proporsional

Pembantaian pada hari Senin mendorong Zeid Ra’ad al-Hussein, Kepala Badan Hak Asasi Manusia PBB, untuk menggambarkan respons Israel terhadap protes di Gaza sebagai “sepenuhnya tidak proporsional” dan menyerukan penyelidikan.

Noura Farouq – juru bicara koalisi NY4Palestine yang mengorganisasir unjuk rasa di New York City, salah satu dari beberapa tempat yang menyelenggarakan acara solidaritas untuk Palestina selama seminggu terakhir – mengatakan kepada Al Jazeera, bahwa mereka telah mengatur acara “untuk memperingati 70 tahun sejak pembentukan negara Israel dan pengusiran warga Palestina secara luas dari tanah air mereka.”

“Aksi tersebut juga diorganisasikan sebagai tanggapan terhadap pembukaan kedutaan AS di Yerusalem oleh pemerintahan Trump,” kata Farouq.

Dengan memakai keffiyeh (syal atau penutup kepala khas Palestina), mengibarkan bendera besar Palestina, poster, dan plakat, kerumunan yang berkumpul di bawah lampu-lampu Times Square yang menyilaukan, suasana berguruh dengan massa yang menyanyikan lagu-lagu dan lantunan untuk mendukung Palestina.

Selusin pembicara, tokoh masyarakat, aktivis dan akademisi, membangkitkan massa yang riuh dengan mengaitkan perjuangan Palestina dengan perjuangan global melawan kapitalisme, rasisme, ketidakadilan, dan kezaliman.

Shellyne Rodriguez, seorang guru dan seniman, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia hadir ke aksi akbar itu untuk memastikan masalah Palestina tidak tenggelam atau ditenggelamkan.

“Ini sudah keterlaluan dan sangat memalukan melihat kolonialisme masih ada di tahun 2018;  Palestina harus diakui (sebagai negara merdeka) dan bahwa perjuangan mereka melawan apartheid diakui,” kata perempuan berusia 40 tahun dari Bronx itu.

Demikian juga, Marshall Douglas, seorang warga AS berusia 67 tahun, mengatakan bahwa “Israel harus diakui sebagai negara sadis.”

“Apa yang terjadi awal pekan ini menunjukkan bahwa Israel ingin menutup segala bentuk ekspresi Palestina. Ini sangat tidak adil. Ini perlu dikoreksi,” kata Douglas.

Pawai pro-Palestina pada hari Jumat datang bersamaan dengan sejumlah kegiatan dan acara serupa yang diadakan di New York dan di tempat lain sebagai tanggapan atas insiden baru-baru ini di Gaza.

IfNotNow, sebuah gerakan Yahudi yang fokus pada mendesak orang Yahudi Amerika untuk menarik dukungan bagi pendudukan Israel terus-menerus di wilayah Palestina, juga mengadakan renungan Jumat malam bagi orang-orang Palestina yang tewas di Gaza.

Kelompok itu mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka berkumpul untuk “berduka bagi orang-orang Palestina yang dibunuh oleh tentara Israel dan memperjelas bahwa masa depan komunitas Yahudi menolak kekerasan mengerikan Israel yang mematikan dan semakin meluasnya pendudukan.”

Sementara kemarahan dan tuntutan untuk pertanggungjawaban atas pembunuhan di Gaza terus berkembang, sejumlah kecil kalangan yang lain menunjukkan dukungan untuk Israel, menggambarkan pembunuhan itu sebagai pembelaan diri.

Pawai kontra yang kecil

Di seberang lain dari unjuk rasa pro-Palestina di 42nd Street dan Broadway pada hari Jumat, sekitar 20 orang mengadakan pawai untuk mendukung Israel. Beberapa pengunjuk rasa meneriakkan kata-kata kasar kepada para pendukung Palestina, menyebut mereka sebagai “simpatisan Hamas” dan “anti-Semit”.

Elise Nahum, 47, yang menggambarkan dirinya sebagai “Yahudi Puerto Riko”, mengklaim bahwa sebagian besar orang di pawai pro-Palestina adalah massa bayaran.

“Selalu orang yang sama yang datang untuk memprotes Israel,” kata Elise kepada Al Jazeera.

“Dan lihat, kami tidak mencari masalah. Trump menepati janjinya untuk memindahkan kedutaan dan melakukannya. Kami ingin hidup dalam damai, dan ada orang Arab dan Israel yang hidup dalam damai di Israel. Yang (di sini) hanya pengacau ,” ia menambahkan.

Seorang pengunjuk rasa lainnya, Ariel Kohane, 47, memegang poster “Yahudi untuk Trump”, menuduh “para pendukung Palestina itu menentang perdamaian.”

“Tentara Israel berusaha keras untuk tidak menyakiti siapa pun. Hanya sebagai upaya terakhir tentara Israel menembaki warga Palestina,” kata Nahrum Kohane kepada Al Jazeera.

Menanggapi klaim Israel, Douglas menggelengkan kepalanya dan mengatakan alasan Israel untuk melakukan tindakan kekerasan tidak bisa diterima.

“Mereka tidak diizinkan untuk berjuang, mereka tidak diizinkan untuk memprotes secara damai … bahkan jika mereka melemparkan bom Molotov, semua orang tahu itu sebagian besar simbolis; mereka tidak menyakiti atau memberikan berdampak terhadap siapa pun,” kata Douglas.

Melihat beberapa orang Israel yang mencoba mengganggu reli pro-Palestina, Iris Tatian, mencengkeram bendera Israel-nya yang ‘berlumuran darah’ dengan erat. Ia mengatakan dia merasa kasihan kepada para pengunjuk rasa yang ia sebut berada “di sisi sejarah yang salah”.

“Mereka tidak tahu informasi dan karena itu ketakutan. Mereka telah menjual narasi Israel adalah korban. Dan pada akhirnya, mereka hanya melakukan apa yang telah dilakukan pada mereka,” kata Tatian. (TA/R11/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

https://www.aljazeera.com/news/2018/05/gaza-showdown-nyc-times-square-180519082925979.html

Wartawan: Syauqi S

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0