Jakarta, Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan 10 poin tausiyah melalui surat Nomor : Kep-30/DP-MUI/IV/2025 yang ditandatangani oleh Ketua Umum MUI KH Anwar Iskandar dan Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan, di Jakarta, Ahad (7/4).
10 poin tersebut sebagai berikut; Pertama, MUI menyampaikan umat Islam hendaknya terus menjaga bahkan meningkatkan konsistensi semangat ibadah Ramadhan yakni berpuasa, melaksanakan shalat Tarawih, dan beri’tikaf.
“Memperbanyak membaca kitab suci Al-Qur’an, bersedekah, memperbanyak doa untuk diri sendiri dan bangsa Indonesia dan amal-amal saleh lainnya sebagai bentuk syiar dan aktualisasi keimanan dan penuh harap terhadap ampunan dan ridha Allah Subhanahu Wa Ta’ala,” isi dari poin pertama Tausiyah MUI Jelang Hari Raya Idul Fitri 1445 H.
Kedua, MUI mengimbau umat Islam yang sedang dalam perjalanan mudik lebaran dan telah memenuhi usia wajib ibadah (mukallaf) agar tetap memenuhi kewajiban ibadah puasa Ramadhan dan ibadah wajib lainnya khususnya shalat liwa waktu sesuai tuntunan agama.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Namun, bagi yang telah memenuhi ketentuan, diperbolehkan untuk mengambil keringanan (rukhshah), misalnya tidak berpuasa tapi wajib menggantinya (qadha) di hari lain di luar Ramadhan.
“Menggabung (jamak) pelaksanaan shalah Zuhur dan Ashar atau shalat Maghrib dan Isya dalam satu waktu, meringkas (qashar) pelaksanaan shalat Zuhur, Ashar dan Isya menjadi dua rakaat,” sambung dari poin kedua.
Namun, bagi yang tidak memungkinkan untuk melaksanakan shalat secara sempurna dibolehkan untuk shalat di kendaraan dengan niat menghormati waktu shalat (li hurmati al-waqti) dan mengulangnya (i’adah) di waktu lain yang memungkinkan melaksanakan shalat secara sempurna.
Ketiga, MUI mengimbau kepada pemerintah dan pihak penyedia layanan publik di masa Lebaran hukumnya wajib untuk menjamin hak publik.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Hak publik tersebut antara lain berupa tersedianya fasilitas dan layanan perjalanan masa Lebaran yang layak, aman, nyaman, dan optimal bagi para pemudik terutama lansia, perempuan dan anak.
Hal itu seperti terpenuhinya kebutuhan moda transportasi massal baik darat, laut, dan udara, kondisi jalan tol maupun non tol yang laik guna, stasiun tempat pengisian bahan bakar minyak, gas, atau listrik, tempat peristirahatan (rest area) beserta tempat ibadah yang memadai, dan ketercukupan tenaga keamanan (security).
Sehingga, kehadiran negara betul-betul dirasakan oleh rakyat di momen sakral perayaan hari besar keagamaan. Kaidah fiqhiyah menyebutkan,
تَصَرُّفُ الْأِمَاِم عَلَى الرَّاعِيَّةِ مَنُوْطٌ بِالْمَصْلَحَةِ
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
“Kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya harus diorientasikan kepada prinsip maslahat”
Selain itu, pemerintah dan penyedia layanan publik di masa Lebaran juga berkewajiban membuat regulasi arus mudik dan arus balik yang ramah ibadah dengan cara memastikan tersedianya fasilitas umum yang layak dan memadahi untuk menjamin terpenuhinya hak-hak ibadah para pemudik selama arus mudik dan arus balik.
Keempat, MUI mengimbau, dalam aktivitas perjalanan mudik dan balik lebaran, para pemudik hendaknya mematuhi hukum dan peraturan berlalu-lintas serta bertenggang rasa dengan sesama pengguna jalan lainnya serta menghindari bahaya di jalan raya yang akan menghalangi niat tulus bersilaturahim bersama keluarga dan sanak saudara di kampung halaman.
Hal ini sebagai cerminan akhlah orang muslim di jalan raya sebagai bentuk syiar akhlak mulia (akhlaqul karimah) yang diajarkan agama Islam. Hal ini sebagaimana Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
وَلَا تَمْشِ فِى ٱلْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَن تَخْرِقَ ٱلْأَرْضَ وَلَن تَبْلُغَ ٱلْجِبَالَ طُولًا
Artinya: “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS Al-Isra [17]: 37)
Kelima, MUI mengimbau kepada semua pihak untuk menjadikan momentum bulan suci Ramadhan sebagai hikmah kehidupan (wisdom of life) sekaligus madrasah (school) untuk cerdas saling menahan diri.
Sebagaimana makna puasa (shaum) adalah menahan diri (al-Imsak) dari perbuatan dosa agar menjadi pribadi yang beriman dan mulia. Apalagi bangsa Indonesia sedang menjalani tahapan akhir dalam Pemilu Serentak 2024 berupa mekanisme Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
“Maka, Mahkamah Konstitusi hendaknya konsisten menjaga asas netralitas, adil, professional, dan transparan agar Pemilu 2024 menghasilkan pemimpin nasional yang berdiri kokoh di atas hukum konstitusional,” sambungnya.
MUI juga mengimbau agar semua pihak yang bersengketa hendaknya menahan diri dari hanya mengedepankan kepentingan kelompok dan golongannya untuk lebih mengedepankan kepentingan rakyat dan negara.
Sejatinya Pemilu adalah sarana, bukan tujuan. Tujuan Pemilu adalah untuk menjaga kelangsungan proses pembangunan dan penyejahteraan rakyat Indonesia secara konstitusional. Bukan sebagai media unjuk gigi perselisihan dan pertentangan sesama anak bangsa. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Artinya, “Berpegang teguhlah kalian semua dengan tali Allah dan jangan bercerai berai!” (QS Ali Imran [3]: 103).
Keenam, hikmah Ramadhan seyogianya melahirkan generasi bangsa Indonesia yang semakin mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan diri dan golongan; Ramadhan sebagai spirit dan inspirasi bagi praktik bernegara yang religius, tangguh, berintegritas, dan profesional (clean and good governance); mengedepankan kerukunan dan harmoni di atas nafsu pertentangan dan permusuhan (al-’adawah wal baghdha’); meneladankan gaya hidup sederhana; menjauhi perilaku pamer kekayaan (flexing) dan hedon; menjauhi gaya hidup ribawi dan berlebih-lebihan (al-israf) dan tidak halal; melahirkan jiwa kedermawanan dan suka menolong orang lain (at-ta’awun), khususnya orang lemah (dhu’afa) sebagaimana tujuan puasa yaitu beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala (taqarrub ilallah) dan mengandung hikmah membentuk pribadi yang bertakwa kepada Allah Swt (muttaqin). Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
…وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ وَلَا تُسْرِفُوٓا۟ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ
Artinya: “… Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf [7] : 31). Allah SWT berfirman:
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 183)
Ketujuh, zakat fitrah adalah kewajiban syariat yang harus ditunaikan agar ibadah puasa Ramadhan diterima Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Sedangkan zakat Mal bertujuan untuk membersihkan harta umat Islam yang wajib dikeluarkan bila sudah sampai dalam hitungan satu tahun (haul) dan jumlah kadarnya (nishab).
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Pembayaran zakat dapat dipercepat (ta’jil az-zakat) di bulan Ramadhan. Keduanya memiliki hikmah sebagai ibadah dan sekaligus jaring pengaman sosial. Keduanya juga bernilai sebagai gerakan penguatan sosial-ekonomi yaitu kepedulian dari mereka yang mampu terhadap sesama saudaranya yang faqir, miskin, dan lemah.
Di tengah ancaman resesi akibat konflik global, dan ikhtiar percepatan pemulihan ekonomi pascapandemi Covid 19, serta krisis bencana alam seperti banjir dan gempa yang melanda sebagian wilayah Indonesia, potensi zakat bisa diperkuat untuk menjadi salah satu pilar penguat ketahanan sosial-ekonomi Indonesia.
“Maka, MUI mengimbau agar seluruh umat Islam yang berkategori wajib zakat (muzakki) segera menunaikan zakat, infak, dan sedekahnya untuk diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahiq) melalui lembaga pengelola zakat resmi seperti BAZNAS dan atau lembaga amil zakat yang kredibel dan tepercaya lainnya. Gerakan Cinta Zakat hendaknya menjadi kampanye bersama dari umat Islam Indonesia untuk penguatan perekonomian umat Islam dan bangsa Indonesia.” Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
خُذْ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِم بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ ۖ إِنَّ صَلَوٰتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Mahamendengar lagi Mahamengetahui.” (QS At-Taubah [9]: 103)
Kedelapan, perayaan Idul Fitri 1445 H/2024 M hendaknya dijadikan syiar keislaman yang penuh rahmat dan kesyukuran. MUI mengimbau agat malam Idul Fitri untuk di hidupkan melalui aktivitas silaturahim, takbir keliling, kreativitas arak-arakan, menggemakan takbir di masjid, mushalla, dan rumah setiap muslim.
Hendaknya pelaksanaan syiar menyambut Idul Fitri tersebut tetap menjaga norma toleransi, ketertiban sosial, dan sopan santun terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga syiar takbiran tetap terjaga makna sakral dan kesyahduannya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Artinya: “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah [2]: 185).
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
كُنَّا نُؤْمَرُ أَنْ نَخْرُجَ يَوْمَ العِيدِ حَتَّى نُخْرِجَ البِكْرَ مِنْ خِدْرِهَا، حَتَّى نُخْرِجَ الحُيَّضَ، فَيَكُنَّ خَلْفَ النَّاسِ، فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيرِهِمْ،
وَيَدْعُونَ بِدُعَائِهِمْ يَرْجُونَ بَرَكَةَ ذَلِكَ اليَوْمِ وَطُهْرَتَهُ
“Pada hari Raya Ied kami diperintahkan untuk keluar sampai-sampai kami mengajak para anak gadis dari kamarnya dan juga para wanita yang sedang haid.
Mereka duduk di belakang barisan kaum laki-laki dan mengucapkan takbir mengikuti takbirnya kaum laki-laki, dan berdoa mengikuti doanya kaum laki-laki dengan mengharap barakah dan kesucian hari raya tersebut.” (HR Al-Bukhari). Muhammad Qashim Al-Ghazy berpendapat,
ويكبر ندبا كل من ذكر وأنثى وحاضر ومسافر في المنازل والطرق والمساجد والأسواق، من غروب الشمس من ليلة العيد، أي: عيد الفطر، ويستمر هذا التكبير إلى أن يدخل الإمام في الصلاة للعيد
“Disunahkan takbir bagi laki-laki dan perempuan, musafir dan mukim, baik yang sedang di rumah, jalan, masjid, ataupun pasar. Dimulai dari terbenam matahari pada malam hari raya berlanjut sampai shalat Idul Fitri.”
Kesembilan, MUI menghimbau khatib untuk menyampaikan materi khutbah Idul Fitri yang bermuatan penguatan keimanan dan nilai-nilai persaudaran sesama umat Islam (ukhuwah Islamiyah), persaudaraan sesama umat manusia (ukhuwah Insaniyah), dan persaudaraan sesama anak bangsa (ukhuwah Wathoniyah) dan semangat rekonsiliasi nasional pasca Pemilu serentak 2024 ini.
“Umat Islam hendaknya terus menjadi yang terdepan dalam menjaga dan merawat persatuan dan kesatuan bangsa di atas segala kepentingan partai dan golongan serta menghindarkan diri dari retaknya persaudaraan sesama umat Islam dan saudara sebangsa dan setanah air.” Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ
إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl [16]: 125).
Kesepuluh, Amanat Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945 alinea keempat menyatakan komitmen Indonesia dalam ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Saat ini masih terjadi kekerasan, agresi, teror, diskriminasi, dan pelanggaran hak asasi manusia di tingkat global khususnya kepada umat Islam yang tinggal di beberapa kawasan seperti di Palestina, Uighur, Rohingya, Sudan, Tatar Krimea, Kashmir, dan kawasan lainnya.
Akibatnya umat Islam dan rakyat di kawasan tersebut mengalami krisis kemanusiaan seperti kesulitan bahan kebutuhan pokok, obat-obatan, dan terganggunya proses belajar-mengajar dan pembangunan.
Maka, MUI mengimbau agar umat Islam Indonesia dan juga dunia ikut mendoakan dan membantu melalui donasi kemanusiaan untuk meringankan beban masalah yang dihadapi oleh saudara-saudara muslim dan rakyat tak berdosa di kawasan konflik tersebut. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ…
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan..” (QS. Al-Maidah [5]: 2) Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Permisalan orang-orang beriman pada rasa cinta, kasih sayang, dan kelemahlembutan di antara mereka adalah seperti jasad. Apabila ada salah satu anggotanya merasa sakit, seluruh jasad juga merasakannya dengan begadang dan demam.” (R/R4/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)