Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Dakwah dalam bahasa sederhana artinya mengajak. Mengajak ke mana? Mengajak siapa? Sudah tentu mengajak setiap manusia menuju kepada kebaikan.
Dakwah itu mulia. Maka tak heran, Nabi dan para sahabatnya begitu semangat dalam berdakwah. Saking mulia berdakwah, Allah Ta’ala menegaskan, sebaik-baik perkataan adalah perkataan setiap orang yang menyeru ke jalan Allah, jalan kebaikan dan kebenaran, jalan hidayah dan hijrah (tadabburi, qur’an surat Al-Fussilat ayat 33).
Dalam ayat itu, Allah mengatakan, “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?”
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Syekh Muhammad bin Shalih asy-Syawi dalam kitabnya Nafahat Al-Makkiyah menafsirkan surah Al-Fussilat ayat 33. Dia mengatakan tidak ada yang paling baik ucapannya, jalannya, dan keadaannya.
“Yaitu dengan mengajarkan orang-orang yang tidak tahu, menasihati orang-orang yang lalai dan berpaling serta membantah orang-orang yang batil,” kata Syekh Muhammad bin Shalih asy-Syawi.
Selain itu, memerintahkan juga manusia beribadah kepada Allah dengan semua bentuknya, mendorong melakukannya, menghias semampunya, melarang apa yang dilarang Allah, memperburuk larangan itu dengan segala cara agar manusia menjauhinya.
Bukan hanya obyek dakwah (audien) yang banyak jenis dan tipenya. Juru dakwah juga ada bermacam jenis. Setidaknya ada empat model juru dakwah, berikut ini. Masuk yang mana kita?
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Pertama, juru dakwah seperti air hujan. Juru dakwah ini seperti air hujan yang menghujani siapapun dengan semangat air, teduh damai dan menyenangkan. Tidak pilih siapapun. Tidak tebang pilih.
Juru dakwah tipe ini tidak pernah merasa paling suci. Dengan rendah hati ia mendatangi, menghampiri, menyapa dengan lembutnya. Jika berpisah dengan juru dakwah jenis ini, orang terkesan dan ingin kembali bertemu dengannya lagi.
Kedua, juru dakwah seperti mata air. Juru dakwah jenis ini selalu dikunjungi, dihadiri ratusan bahkan ribuan orang. Obyek dakwahnya akan datang berduyun-duyun. Datangnya dari berbagai pelosok.
Bukan hanya datang ingin bertemu. Mereka datang untuk mendapatkan ilmu dari sang juru dakwah. Singkatnya, orang merasa selalu ingin berada bertemu dan dekat dengannya.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Juru dakwah semacam ini, suaranya lembut tapi bukan lemah. Nadanya tegas, tapi bukan marah. Bicaranya tepat, benar dan akurat.
Baginya tidak juga harus membuat komunikan tertawa terbahak-bahak. Sebab hal itu tak terlalu penting baginya. Tujuannya hanya satu; umat semakin cerdas dalam mengimani Allah Ta’ala. Tentu dengan iman sebenar-benarnya.
Ketiga, juru dakwah seperti air PAM. Siapa yang tak kenal dengan air PAM. Untuk memiliki air PAM, maka orang harus membayar. Jika tidak bayar, sampai kiamatpun seseorang enggak akan pernah mendapatkan air PAM.
Dengan kata lain, juru dakwah air PAM, jika tidak ada amplop (yang berisi uang tentunya), maka dia tidak mau berdakwah. Orientasinya hanya uang. Ada uang, dakwah jalan. Jika enggak ada uang, dakwah dicancel dengan segudang alasan. Jika pun mau datang diundang, dia pilih-pilih siapa yang ngundangnya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Keempat, juru dakwah air comberan. Sekilas, dia seperti ustad bahkan ulama besar. Bagaimana tidak, kemana-mana pakai gamis dan sorban. Ditambah lagi jenggotnya yang panjang dan lebat. Kata-katanya manis, memikat. Tatapannya teduh, menyenangkan. Tapi sayang, akhlaknya tidak sesuai dengan realita.
Kamuflase, juru dakwah air comberan, itu kira-kira julukan tepat untuk juru dakwah model ini. Kok bisa? Bagaimana tidak, dia menyeru dan mengajak manusia pada kebaikan. Dia sendiri melakukan keburukan. Dia bilang jangan memaksiati Allah. Tapi dia sendiri banyak melakukan kemaksiatan di hadapan Allah.
Semua aksesoris dan atribut dakwah dia gunakan hanya untuk cari popularitas demi keuntungan dunia. Juru dakwah jenis ini, memang ada. Bahkan bisa jadi banyak jumlahnya.
Tak jarang, dia berkolaborasi dalam sebuah kejahatan untuk menusuk umat Islam dari dalam. Hanya saja, perannya tak menonjol. Juru dakwah semacam ini bisa dibilang adalah munafik tulen.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Allah melarang seorang yang mengatakan kebenaran atau sesuatu, dia sendiri tidak mengerjakannya. Kata Allah, “Kaburo maktan indallahi antaquluu maalaa taf ‘aluun” “Amat besar kebencian di sisi Allah, sebab kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS As-Shaf : 3).
Maka, berhati-hatilah. Jangan salah memilih juru dakwah jika ingin mengundangnya. Atau, waspadalah, jika Anda ingin menjadi juru dakwah. Sebab dakwah itu memang kewajiban setiap orang yang mengaku sudah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Tapi untuk menjadi spesialis dalam dakwah, kita perlu memiliki ilmu dan hakikat ilmu itu sendiri, wallahua’lam.(A/RS3/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati