JIKA DUNIA INI PERSINGGAHAN

Oleh: Bahron Ansori, Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

dunia sementara memang indah dan manis. Maka wajar banyak di antara kita yang terjebak dengannya. Jebakan dunia, tak seperti seseorang yang sedang sakit demam. Jebakan dunia, bisa membuat orang benar-benar lupa. Ya, lupa pada hakikat untuk apa ia diciptakan, dari mana ia datang, untuk apa ia hidup dan apa sebenarnya tujuan dari kehidupannya serta ke mana ia akan pergi setelah kehidupannya sirna dari muka bumi ini.

Kemilau dunia, mampu menyilaukan mata siapa saja yang melihatnya. Tak perduli seberapa tinggi jabatan yang disandangnya, harta kekayaannya atau bahkan banyak sedikit anak keturunannya. Semua bisa terpengaruh dan dipengaruhi. Sebab dunia ini indah, maka itu pula yang menjadi penyebab utama mengapa manusia banyak yang tersesat di jalan yang sesungguhnya terang. Tersesat dari kehidupan terang menuju kehidupan yang gelap gulita.

Setiap kita mungkin sepakat bahwa dunia ini adalah persinggahan. Ibarat seorang musafir, maka ia akan beristirahat sejenak untuk melihat dan menambah bekal perjalanan. Sebab dia tidak tahu jangan-jangan bekal yang ia bawa sudah menipis yang sudah tentu tidak cukup jika harus tiba pada tempat tujuan yang masih jauh. Begitu juga kehidupan manusia. Ia hanya bisa berencana tapi tetap -lah sebagai penentu keberhasilannya.

Berkiblat pada soal musafir tadi, maka kita sebagai seorang yang taat beragama, sudah tentu saat akan menghadapi perjalanan yang begitu panjang dan melelahkan  menuju , harus mempersiapkan bekal yang banyak dan tentunya berkualitas. Artinya, seorang yang menyadari dunia  ini hanya persinggahan, sementara dan tak kekal, maka ia harus mempersiapkan bekal sedini mungkin untuk menempuh perjalanan panjang itu.

Jika dunia ini hanya persinggahan, lalu mengapa kita tidak membanyakkan bekal untuk melanjutkan perjalanan. Ingatlah, kita hanya punya satu persinggahan. Jadi jangan sampai persinggahan yang sekali ini tak mampu dimanfaatkan dengan seapik mungkin. Merenunglah sejenak saat kepenatan hidup menghimpit. Lihatlah jauh di sana, apakah kita benar-benar sudah siap kelak ketika harus kembali pulang menghadap-Nya? Takarlah, seberapa besar kesiapan itu.

Jika dunia ini persinggahan, maka mengapa kita senantiasa berbangga dengan segala yang dimiliki. Bukankah semua yang kita punya itu hanya titipan yang sifatnya sementara saja? Mobil mewah, rumah bagus, istri yang cantik dan suami yang tampan, anak-anak yang lucu dan menggemaskan, sawah ladang yang luas, handphone yang berjuta harganya, tabungan yang bermiliar rupiah jumlahnya, toko-toko yang lebih dari satu jumlahnya, semua itu tentu hanya titipan dari Allah Ta’ala yang kelak pasti akan diambil satu per satu untuk dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.

Jika dunia ini persinggahan, mengapa sebagian kita tak sadar atas segala kemaksiatan yang sering dilakukan. Bayangkan, ketika seorang pejabat melanggar perintah Allah dengan mencuri dan melumat habis uang negara (koruptor), lalu dengan harta haram itu ia dan keluarganya berfoya-foya dan bermegah-megahan, kemudia malaikat Izrail datang mencabut nyawanya. Bisakah ia disebut mati dalam keadaan husnul khatimah (akhir kematian yang baik)?

Bayangkan ketika seorang pemuda pemudi sedang memadu kasih dan melampiaskan syahwat bejatnya di sebuah kamar hotel, lalu disaat yang sama malaikat Izrail datang dan mencabut nyawanya? Apakah ia juga termasuk dalam golongan orang yang mati dalam lingkup husnul khatimah? Sebaliknya, jika ada seorang yang taat beribadah, gemar berbuat kebaikan dan senang menolong sesama, lalu pada saat bersamaan ia dipanggil oleh Allah melalui malaikat Izrail dalam keadaan selepas mendirikan shalat? Maka ia termasuk orang yang wafat dalam keadaan husnul khatimah.

Ada banyak kisah yang mestinya menjadi ibroh bagi kita dalam menjalani kehidupan fana ini. Tak sedikit orang yang mati saat ia berada dalam pelukan hangat seorang wanita tuna susila. Tak sedikit orang yang mati selepas pesta miras. Tak sedikit pula orang yang mati saat ia sedang asyik bermesraan dengan lawan jenis yang belum halal baginya. Tak sedikit orang yang mati saat sedang asyik berjudi bersama teman-temannya. Begitulah kuasa Ilahi. Dia berhak menentukan kapan seseorang itu harus kembali kepada-Nya.

Bekal Berkualitas

Selama menjalani kehidupan di dunia fana ini, tentu setiap kita mempunyai label hidup sebagai hamba yang berbeda-beda. Setiap kita diberi kebebasan untuk memilih mau menjadi apa atau siapa. Tak ada orang lain yang akan menghalang-halangi kita untuk menjadi apa atau siapa pun. Hanya saja, apakah setelah kita menjadi siapa dan apa itu mampu mempersiapkan bekal yang berkualitas? Mengapa demikian, sebab ada orang yang hidup hanya sekedar untuk hidup. Ia kurang atau tidak berfikir bahwa hidup di dunia ini hanyalah sebuah jalan menuju kehidupan sesungguhnya; akhirat.

Bukan tidak mungkin sebelum kita mempersiapkan bekal-bekal penuh kualitas itu ternyata deadline hidup kita sudah hampir tiba. Bukan tidak mungkin, saat kita sedang sibuk-sibuknya bermaksiat dan belum sempat tobat ternyata garis finis ruh di jasad ini sudah harus ‘kembali’ pada-Nya. Saat-saat seperti itulah manusia baru tersadar betapa hidup ini begitu singkat dan penuh teka teki. Apa daya dan bagaimana mungkin mempersiapkan bekal-bekal berkualiatas itu ketika malaikat pencabut nyawa sudah hadir di depan mata? Menyesal karena kurang mempersiapkan bekal-bekal berkualitas tentu hanya terjadi belakangan. Tak ada penyesalan di dunia ini yang terjadi di depan.

Jika bicara bekal berkualitas, itu artinya ada juga bekal tak berkualitas. Bekal berkualias adalah bekal-bekal yang dijalani selama hayat dikandung badan dengan orientasi yang ending-nya adalah ridha Ilahi. Tak sedikit orang yang patah semangat dalam mempersiapkan bekal-bekal berkualitas itu. Tapi tak banyak pula orang yang mampu mencapai tujuan akhirnya dengan prestasi bekal berkualitas itu. Sebab tantangan untuk mendapatkan bekal berkualitas itu tak semudah mengucapkannya. Ada ujian yang tak kalah besar untuk merangkai bekal-bekal berkualitas yang masih berserakan itu.

Layaknya menuju sebuah perjalanan yang panjang lagi melelahkan, maka seseorang dalam menempuhnya tentu akan membawa bekal sebagai persiapan. Tak berbeda dengan perjalanan menuju akhirat, kita pun membutuhkan bekal yang tak sedikit.

Walau akhirat itu benar adanya, tapi tidak setiap orang pandai mempersiapkan bekal untuk menghadapinya. Karena itu, banyak di antara manusia yang lalai dan lengah sebab terlena dengan gemerlapnya dunia fana. Padahal waktu yang diberikan-Nya untuk beramal di dunia ini hanya sebentar. Waktu yang singkat itulah bakal yang akan menentukan kehidupan abadi seseorang di akhirat kelak.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan (ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) kecuali hanya sesaat di siang hari.” (QS.Yunus : 45)

Waktu menuju akhirat begitu cepat mendekat. Namun masih banyak dari kita yang menunda-nunda untuk mencari bekal menuju kehidupan abadi selamanya itu. Karena itu Allah SWT mengingatkan kita dalam firman-Nya yang artinya, “Telah dekat kepada manusia hari (yang akan) menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).”  (QS. Al Anbiya : 1)

Ada dua bekal utama yang harus dipersiapkan setiap muslim guna menempuh perjalanan akhirat yaitu;

Pertama, Bekal Iman

Dengan iman yang kokoh ini hati bisa bersabar dalam menerima berbagai cobaan. Dengan iman, Allah akan menjadikan hati semakin istiqomah dalam menempuh perjalanan hidup yang singkat ini. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (QS. Ibrahim : 27). Kehidupan di akhirat di sini maksudnya kehidupan dalam kubur.

Kedua, Bekal Amal Shalih

Dengan amal shalih inilah yang akan memasukkan kita ke dalam surga. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih ke dalam surga-surga yang bawahnya mengalir sungai-sungai.” (QS. Al Hajj: 14)

Terkait dengan bekal menuju akhirat itu, Shallallahu ‘Alaihi Wasallam 14 abad silam pernah mengingatkan kita dalam sabdanya, ”Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan orang asing atau pengembara.” Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Jika engkau berada di waktu sore hari, maka jangan menunggu pagi hari dan jika engkau di pagi hari janganlah menunggu sore. Pergunakanlah waktu sehatmu sebelum kamu sakit dan pergunakanlah waktu hidupmu sebelum kamu mati.” (HR.Bukhari).

Jadi saudaraku, mari kita persiapkan bekal sebanyak dan sebaik mungkin untuk menuju perjalanan panjang yang melelahkan dalam kehidupan yang kekal lagi abadi; kampung akhirat. Tanyakan pula dalam diri kita, “Selama hayat dikandung badan, sudah berapa banyak dan seberapa berkualitasnya bekal akhirat yang kita persiapkan…?” (R02/R05)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Bahron Ansori

Editor:

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0