Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA
Salah satu kewajiban wanita Islam adalah memakai jilbab sesuai syariat. Memakai jilbab adalah perintah dari Allah dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Kriteria jilbab bukan berdasarkan kepantasan atau mode yang sedang trend, melainkan berdasarkan Al Quran dan As Sunnah. Jika kedua sumber hukum Islam ini telah memutuskan suatu hukum, maka seorang Muslim atau muslimah tak boleh membantahnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Qs. Al-ahzab : 36)
Para perancang pakaian bisa saja mengatakan hasil desainnya adalah jilbab, tapi jika tidak memenuhi syariat jilbab seperti yang diperintahkan Allah dan Nabi-Nya, maka sudah tentu itu bukan jilbab. Jilbab tidak berubah hanya karena mengikuti mode dan model yang dipakai para artis atau bintang iklan. Jilbab syar’i tidak seharusnya selalu mengikuti perkembangan mode. Mode boleh saja berubah-ubah, tapi tetap jilbab itu harus longgar dan tidak menampakkan lekuk tubuh.
Dalam Islam, jilbab akan disebut jilbab jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam
Pertama, Menutup Seluruh Badan Selain Yang Dikecualikan
Syarat ini terdapat dalam firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang artinya, “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (Qs. An-Nur : 31)
Dalam ayat lain, Allah Ta’ala juga berfirman yang artinya, “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzab : 59)
Dua ayat diatas dengan tegas menyatakan bahwa jilbab itu harus menutupi seluruh anggota badan kecuali yang bisa nampak yaitu muka dan telapak tangan. Adapun yang dimaksud ziinah (perhiasan) itu terbagi dua bagian.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal
Pertama, ziinah khalqiah, yaitu perhiasan yang sudah melekat pada dirinya seperti raut wajah, kulit, bibir dan sebagainya. Kedua, ziinah muktasabah, yaitu perhiasan yang dipakai wanita untuk memperindah atau menutupi jasmaninya, sperti busana, cincin, celak mata,pewarna dan sejenisnya. Inilah yang dimaksud dalam firman Allah: “Ambillah perhiasanmu ketika ke mesjid.” (Al-Qurthuby XII:299).
Maksud dari perhiasan yang biasa tampak dan boleh diperlihatkan itu, karena tidak mungkin untuk menyembunyikan atau menutupnya. Seperti wajah, pakaian luar dan telapak tangan.
Dari kutipan ayat diatas, setiap muslimah dapat memahaminya bahwa menampakkan perhiasan luar saja (yang nampak) dilarang, apalagi anggota badan yang ditutupi perhaiasan luar tersebut. Penafsiran ini diperkuat lagi oleh sebuah hadits yang menjelaskan sikap kaum muslimah ketika ayat ini diturunkan.
Dari Shafiah, ia bercerita, “Ketika kami bersama Aisyah ra, mereka menyebut-nyebut kelebihan wanita Quraisy. Lalu Aisyah ra. Berkata, “Memang wanita Quraisy itu memiliki kelebihan, tetapu, demi Allah, sesungguhnya akau tidak pernah melihat yang lebih mulia dari pada wanita Anshar, mereka sangat membenarkan Kitabullah dan sangat kuat imannya kepada wahyu yang diturunkan. Ketika turun surat An-Nur, ayat yang menyuruh berkerudung, suami mereka pulang lalu lalu membacakan kepada mereka apa yang telah Allah turunkan. Dengan segera setiap wanita menarik kain yang ada, lalu menjadikannya kerudung kepala karena membenarkan dan iman kepada apa yang diturunkan Allah dalam kitab-Nya.” (HR. Al-bukhari dan Abu Dawud)
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan
Bila pada Qs An-Nur : 31 memakai lafad walyadribna, maka pada Qs Al-Ahzab : 59 digunakan lafad yudniina artinya mengulurkan hingga menutupi kepala, pundak dan dada sampai seluruh tubuhnya. Ayat ini diperjelas lagi dengan sebuah hadis dari Ummu Salamah, katanya, “Ketika turun ayat ini, para wanita Anshar terlihat keluar berbondong-bondong, pada kepala mereka terlihat seperti burung ghirban (gagak) yang hitam karena kerudung yang dikenakan berwarna hitam.” (HR. Abdurrazaq dan Jama’ah)
Kedua, Bukan Berfungi sebagai Perhaisan.
Syarat ini berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang artinya, “…Dan janganlah kaum wanita itu menampakkan perhiasan mereka.” (Qs An-Nur : 31). Secara umum kandungan ayat ini juga mencakup pakaian biasa jika dihiasi dengan sesuatu yang menyebabkan kaum lelaki melirikkan pandangan kepadanya. Hal ini dikuatkan oleh firman Allah yang artinya, “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (Qs Al-Ahzab : 33)
Pakaian jilbab sebagaimana disebutkan pelindung wanita dari godaan laki-laki. Hal ini berarti pakaian muslimah (jilbab) tidak boleh berlebihan atau mengikuti trend mode tertentu karena memang jilbab bukan perhiasan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Ketiga, Harus Tebal, Tidak Tipis
Sebagai pelindung wanita, secara otomatis jilbab harus tebal atau tidak transparan atau membayang (tipis) karena jika demikian akan semakin memancing fitnah (godaan) dari pihak laki-laki. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Bahwa Asma binti Abi Bakar masuk ke rumah Rasul dengan mengenakan pakaian yang tipis, maka Rasulullah berkata, “Wahai Asma, sesungguhnya wanita yang telah haid ( baligh) tidak diperkenankan untuk dilihat daripadanya kecuali ini dan ini, dengan mengisyaratkan wajah dan tepak tangan.” (HR. Abu Daud)
Adapun fenomena kudung gaul yang kini sedang trend di kalangana anak muda dengan pakaian yang tipis dan serba ketat, hal ini jelas merupakan pelanggaran berat terhadap syarat jilbab yang diharuskan. Ancaman bagi mereka sebagaimana sabda Rasullullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Ada dua golongan dari ahli neraka yang siksanya belum pernah saya lihat sebelumnya, (1) kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang digunakan memukul orang (ialah penguasa yang zhalim) (2) wanita yang berpakain tapi telanjang, yang selalu maksiat dan menarik orang lain untuk berbuat maksiat. Rambutnya sebasar punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga, bahkan tidak akan mencium wanginya, padahal bau surga itu tercium sejauh perjalanan yang amat panjang.” (HR. Muslim)
Keempat, Harus Longgar, Tidak Ketat
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Jilbab harus longgar dan tidak ketat sehinga tidak menggambarkan sesuatu dari tubuhnya. Diantara maksud diwajibkannya jilbab adalah agar tidak mungkin terwujud jika pakaian yang dikenakan tidak ketat dan tidak membentuk lekuk-lekuk tubuhnya. Untuk itu jilbab harus longgar atau tidak ketat.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memberiku baju Qubthiyyah yang tebal (biasanya Qutbthiyyah itu tipis) yang merupakan baju yang dihadiahkan Al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bertanya kepadaku, “Mengapa kamu tidak mengenakan baju Qubthiiyah?” Aku menjawab, “Aku pakaikan baju itu pada istriku.” Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam lalu menjawab, “Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam Qubthiyyah itu, karena aku khawatir baju itu masih menggambarkan bentuhk tulangnya.” (HR. Al-Baihaqi, Ahmad, Abu dawud dan Ad-Dhiya).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan pada istri Usamah bin jaid (sebagaimana termaktub dalam hadis di atas) agar menggunakan pakain rangkap sehingga Qubtiyah tidak membentuk tubuhnya. Perintah ini menunjukkan kewajiban. Imam Asy-Syaukani dalam mensyarah hadis ini mengatakan, “Hadis ini menunjukkan bahwa wanita itu wajib menutupi badannya dengan pakaian yang tidak menggambarkan bentuk tubuhnya. Ini merupakan syarat bagi penutup aurat.
Adapun Fatimah putri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah berkata kepada Asma, “Wahai Asma! Sesungguhnya Aku Memandang buruk apa yang dilakukan oleh kaum wanita yang menggenakan baju yang dapat meggambarkan bentuk tubuhnya.” (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim)
Baca Juga: Di Balik Hijab, Ada Cinta
Kelima, Tidak Diberi Wewangian atau Parfum
Syarat ini berdasarkan larangan terhadap kaum wanita untuk memakai wewangian bila mereka keluar rumah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Siapapun perempuan yang memakai wewangain. Lalu ia melewati kaum laki-laki agar ia menghirup wanginya, maka ia sudah berzina.” (HR. An-Nasa’i)
Dalam hadis lain, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian (kaum wanita) keluar rumah menuju mesjid, maka janganlah sekali-kaliu mendekatinya dengan memakai wewangian.” (HR. Muslim)
Alasan pelarangan itu jelas, yaitu bahwa hal itu akan membangkitkan nafsu birahi. Para ulama bahkan mengikutkan sesuatu yang semakna dengan pakaian indah, perhiasan yang tampak dan hiasan (asesoris) yang megah.
Baca Juga: Menjadi Pemuda yang Terus Bertumbuh untuk Membebaskan Al-Aqsa
Keenam, Tidak Menyerupai Laki-Laki
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Rasulullah melaknat pria yang menyerupai pakaian wanita dan wanita yang menyerupai pakai laki-laki.” (HR. Abu Dawud)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tidak masuk golongan kami para wanita yang menyerupai diri dengan kaum pria dan kaum pria yang menyerupakan diri dengan kami kaum wanita.” (HR. Ahmad)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Tiga orang yang tidak masuk surga dan Allah tidak akan memandang mereka pada hari kiamat: orang yang durhaka pada kedua orang tuanya, wanita yang bertingkah kelelakian danm menyerupakan diri dengan laki-laki, dan dayyuts (orang yang tidak memlki rasa cemburu).” (HR. Nasa’i, Hakim. Baihaqi dan Ahmad)
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Para ulama memasukkan tindakan wanita yang menyerupai laki-laki dan tindakan kaum laki-laki menyerupai wanita dalam “al-kabaair” (dosa-dosa besar). Mereka dilaknat dan laknat ini akan menimpa juga pada suaminya yang membiarkannya, meridhainya dan tidak malarang melakukannya hal itu.
Tujuh, Bukan Libas Syurah
Berdasarkan hadis Ibnu Umar berkata Rasulullah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda bersabda, “Siapa yang menegakkan pakaian syurah (untuk mencari popularitas) di dunia, niscaya Allah menegakkan pakaian kehinaan pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api neraka.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Libas Syurah adalah setiap pakaian yang dipakai dengan tujuan meraih popularitas (gengsi) di tengah-tengah orang banyak, baik pakaian tersebut mahal yang dipakai oleh seorang untuk berbangga dengan gaun dan perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai rendah dan yang dipakai oleh seorang yang menampakan kedzuhudannnya dan dengan tujuan riya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Itulah syarat-syarat pakaian seorang wanita dewasa dalam Islam. Intinya, jilbab seorang muslimah hendaknya menutup seluruh anggota badan kecuali wajah dan telapak tangan. Jilbab bukan perhiasan, tidak tipis, tidak sempit sehingga menampakkan lekuk dan bentuk tubuh, tidak memakai parfum dan bukan merupakan pakaian popularitas. Semoga bermanfaat.(R02/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Muslimat Pilar Perubahan Sosial di Era Kini