JK Ajak Umat Tingkatkan Ukhuwah melalui Komunitas Masjid ASEAN

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DPP DMI) Muhammad Jusuf Kalla.(Foto: Abdullah/MINA)

Jakarta, MINA – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Dewan Indonesia (DPP ) Muhammad Jusuf Kalla atau , mengajak seluruh umat Islam di kawasan untuk terus menjaga ukhuwah dan kebersamaan dalam konsep berbangsa dan bernegara melalui masjid.

Hal tersebut disampaikan saat menyampaikan sambutan dalam Konferensi Internasional Komunitas Masjid ASEAN Tahun 2022 di Gedung DMI, Jakarta, Rabu (20/7).

Kegiatan tersebut diikuti sejumlah negara di ASEAN, yakni Indonesia dan Malaysia yang hadir secara luring serta Filipina, Thailand, Brunei Darussalam, Myanmar, Timor Leste, Singapura dan Kamboja yang hadir secara daring.

Pada kesempatan tersebut, JK mengatakan, masjid memiliki peranan yang sangat penting dalam membangun umat.

Sehingga pertemuan komunitas masjid ASEAN tersebut menjadi pintu untuk menjaga kebersamaan dan ukhuwah wasathiah antar umat Islam di negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

“Penduduk ASEAN sekitar 660 juta jiwa. Islam itu hampir 200 juta dan penduduk muslim di asean itu terbesar di Asia, ada 41 persen. Dengan jumlah tersebut itu penting untuk menjaga ukhuwah secara bersama-sama melalui masjid,” kata JK.

JK menyebutkan, jumlah masjid di ASEAN diperkirakan mencapai 900 ribu, atau jika dipersentasekan secara rata-rata, maka setiap 300 orang itu bisa ditampung dalam satu masjid. “Jadi sangat besar populasinya,” tambahnya.

Dengan kekuatan tersebut, masjid butuh penguatan secara longgar dan tidak terikat pada kepengurusan pusat, melainkan komunitas. Yang penting mengedepankan kebersamaan untuk saling berukhuwah.

JK berpendapat kebersamaan di masjid bisa menjadi jalan bagi umat Islam di ASEAN untuk mengatasi tuduhan adanya Islam radikal.

“Melalui kekuatan masjid, kita bisa redam dan masyarakat bisa kita arahkan lebih moderat,” tambah Wakil Presiden RI ke 10 dan 12 tersebut.

Tak hanya itu, kekuatan umat Islam melalu masjid juga bisa menjadi jalan untuk membantu masyarakat Islam yang berada di negara-negara yang islamnya minoritas atau lebih kecil.

Bantuan, kata JK, bisa dilakukan dengan banyak cara guna menguatkan komunitas masjid ASEAN dalam upaya membangun umat di kawasan ASEAN.

“Mungkin di Filipina butuh khatib yang baik, atau di Thailand, Kamboja. Maka mereka bisa belajar ke Indonesia dan Malaysia. Kita buatkan lembaga pendidikannya soal itu,” pungkasnya.

Bantuan juga bisa dalam bentuk pendidikan menjadi imam yang baik dan cara mengelola masjid dengan baik.

“Nanti mereka kita undang untuk belajar. Bisa ke Indonesia atau Malaysia atau Brunai Darussalam, yang dikenal sebagai tiga negara dengan mayoritas Islam di ASEAN,” imbuhnya.

“Itulah inti dari pertemuan ini kita lakukan, bagaimana agar komunitas masjid di Asean bisa memberikan dukungan secara positif bagi umat Islam di kawasan Asean itu sendiri. Ini juga untuk menjaga kebersamaan dalam membangun Islam yang wasathiyah,” pungkasnya.

Ketua panitia pelaksana Hayu Prabowo menjelaskan, pelaksanaan konferensi sehari ini digelar secara hybrid berpusat di Gedung DMI Jakarta ini merupakan bagian dari rangkaian Milad ke-50 DMI Tahun 2022, diikuti 500 peserta delegasi dari 10 negara anggota ASEAN.

Hayu mengatakan, lingkup diskusi terkait peran masjid dalam mengatasi isu lingkungan hidup, serta pemanfaatan teknologi digital untuk kepentingan komunitas masjid serta sosialisasi Islam Wasathiyah.

“Secara umum, fungsi masjid tidak hanya untuk kegiatan ibadah rutin saja, tapi juga masuk pada ranah muamalah,” ujarnya.

Bangun Komunitas Masjid

Kegiatan yang digagas DMI mendapat apresiasi dari pemerintah Indonesia.

Dirjen Binmas Islam Kemenag RI, Kamaruddin Amin juga menyampaikan terima kasih kepada DMI atas kegiatan tersebut.

Bagi Kemenag RI, masjid merupakan alat instrumental dan fundemantal dalam membangun komunitas seperti yang dilakukan Rasulullah saat hijrah yang membangun masjid terlebih dahulu.

“Rasulullah membangun masjid sebagai bagian upaya membangun komunitas saat hijrah,” tegas Kamaruddin Amin.

Namun demikian, ia mengingatkan tantangan terbesar di era perkembangan teknologi saat ini, khususnya di kalangan masjid.

Berdasarkan riset Kementerian Agama, masjid juga sangat berpotensi untuk dipaneterasi oleh paham-paham keagamaan yang tidak moderat, tidak wasathiah, dan paham ekstrim.

“Ini mengemuka dalam riset yang kami lakukan. Dan yang menjadi salah satu penyebab adalah rendahnya literasi dan pemahaman para takmir-takmir masjid,” ujar Kamaruddin.

Padahal, takmir memegang peran penting dalam sebuah masjid. sebab takmir menjadi penentu dalam kegiatan-kegiatan keagamaan di setiap masjid, seperti khatib, penceramah pengajian dan kegiatan lainnya.

“Takmir harus memiliki literasi yang baik, pemahaman yang tinggi karena sangat sentral dalam menjalankan fungsi agama, ekonomi, budaya dan lainnya yang bisa dikembangkan dari masjid,” harapnya.

Sebagai tindak lanjut tersebut, ia berharap agar takmir-takmir masjid bisa menjadi perhatian bagi masjid-masjid yang ada di Indonesia.(L/R1/P2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)