Jakarta, 22 Dzulqa’dah 1436/6 September 2015 (MINA) – Wakil Presiden Republika Indonesia, Muhammad Jusuf Kalla, menyatakan, Indonesia sedang menghadapi tiga macam tantangan radikalisme di tingkat global, yakni radikalisme ideologi agama, radikalisme politik, dan radikalisme kapital (modal), ditambah dengan masalah cuaca (alam) yang tidak bersahabat.
JK mengatakan dalam sambutan Pengukuhan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Masa Khidmat 2015-2020 di Masjid Istiqlal, Jakarta, Sabtu, bertema Dengan Doa dan Sholawat Kita Perkokoh Ukhuwah Wathoniyah, Menuju Indonesia Makmur dan Sejahtera.
“Radikalisme ideologi agama terjadi karena menggunakan agama (kekerasan atas nama agama) sebagai sarana meraih kekuasaan, lalu radikalisme politik karena ingin berkuasa (menghalalkan segala cara), seperti yang terjadi di Suriah, Mesir dan Libya. Di sana terjadi radikalisme politik yang saling bertentangan,” kata JK.
Selanjutnya, ia mengatakan, radikalisme kapital terjadi karena penguasaan kepada kekayaan dengan segala cara, seperti yang dilakukan ISIS (Islamic State of Iraq and Syam). Ketiga radikalisme itu bergabung dan terjadi di kawasan Timur Tengah. Ada pula pihak luar (asing) yang ingin menguasai politik di Timur Tengah. Demikian keterangan Pers DMI.
Baca Juga: Erupsi Ganda Gunung Semeru, Warga Diimbau Jauhi Besuk Kobokan
“Pihak luar dan ISIS ingin menguasai politik dan menghancurkan negara-negara Islam khususnya Timur Tengah, termasuk meguasai kapital dan kekayaan mereka. Tiga radikalisme ditambah ekstrimnya cuaca (alam), itulah yang menjadi tantangan kita semua,” jelas JK yang juga Mustasyar PBNU itu.
Menurutnya, bangsa Indonesia terhindar dari tiga radikalisme itu meskipun tetap ada permasalahan khilafiyyah (perbedaan yang tidak prinsip), politik dan ideologi.
“Anda lihat di bagian dunia lain, kalau shalat Jumat khawatir ada bom, puasa sulit dapat bahan makanan karena ekonomi susah. Mulai dari Timur Tengah, Pakistan, Afrika. Alhamdulilah kita tidak mengalami hal itu,” ungkapnya.
Indonesia terhindar dari tiga radikalisme itu, sebab semua masalah khilafiyyah, meski berbeda Idul Fitri dan Idul Adha, namun akhirnya salam-salaman. “Tidak ada masalah politik dan ideologi yang besar,” ujar JK yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Dewan Masjid Indonesia (DMI) itu.
Baca Juga: Mengenang Tragedi Titanic, Refleksi Kemanusiaan dalam Cahaya Iman
Sebagai bagian dari ummat yang besar ini, NU sepatutnya menghadapi tantangan tiga radikalisme dan ekstrimnya cuaca ini. mari beristighotsah untuk mewujudkan kemakmuran Indonesia dalam bidang perdagangan, pertanian, kerajinan dan industri.
“NU harus mendorong masyarakatnya lebih produktif lagi. Kalau masyarakat (jama’ah) NU ada yang di pertanian, kerajinan, industri, harus lebih produktif, karena bangsa ini butuh produktivitas lebih tinggi lagi,” harap JK.
Apalagi, NU telah melewati fase-fase penting perjalanan negara jelang peringatan 100 tahun ini. NU berperan penting dalam meningkatkan keIslaman (keimanan), pembangunan, dakwah, sosial, politik dan ekonomi bangsa Indonesia. “Semua ini tentu telah dilalui NU dari masa ke masa dalam berbagai periode kepengurusannya,” jelasnya.
Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, lebih dari 200 juta penduduk muslim, apalagi NU sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam terbesar di Indonesia, bersama Muhammadiyah, tentu menjadi ormas Islam terbesar di dunia.
Baca Juga: Militer Israel Akui Serangan ke RS Al-Ahli di Gaza, Hancurkan Ruang Bedah dan ICU
“Sebesar-besarnya organisasi Islam di Malaysia, Saudi Arabia, Kuwait, Mesir dan negara-negara Timur Tengah lainnya, paling-paling anggotanya hanya berkisar 10-20 juta orang,” katanya.
Kondisi ini, ujarnya, tentu membuat pengurus NU menangggung besarnya organisasi, banyakya ummat yang akan dilayani serta ingin ditingkatkan kondisi ekonomi, sosial dan pendidikannya.
“NU mempunyai jamaah yang luar biasa, terbesar di dunia saya katakan tidak ada organisasi yang punya jamaah sebanyak 80 juta baik struktural maupun kultural,” ujarnya.
Persoalannya bagaimana agar yang 80 juta ini dapat termotivasi dan mendapat pendidikan yang terkontrol sehingga bisa menerapkan Islam Nusantara yang moderat, damai dan selalu mengambil jalan tengah wasathiyyah.
Baca Juga: Pemerintahan Trump Lakukan PHK Massal di Departemen Pendidikan AS
Dalam kegiatan tersebut, hadir pula Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Zulkifli Hasan, Rais A’am Syuriah PBNU, KH. Ma’ruf Amin, Ketua Umum Tanfidziyah PBNU, KH. Said Aqil Siradj, dan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, dan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), H. Imam Nahrawi. (T/P002/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Negara-Negara dengan Durasi Puasa Terlama dan Tercepat di Dunia