Jakarta, 4 Sya’ban 1438/ 1 Mei 2017 (MINA) – Berkaitan dengan Hari Buruh yang jatuh hari ini, permasalahan perlindungan buruh migran menjadi salah satu perhatian Presiden Joko Widodo saat memghadiri KTT ASEAN di Manila, ibukota Filipina, dan pertemuan dengan buruh migran Indonesia di Hongkong.
Di perhelatan elit ASEAN itu, Jokowi menegaskan kontribusi signifikan buruh migran di ASEAN sehingga seharusnya instrumen perlindungan buruh migran di ASEAN harus segera diwujudkan. Oleh karena itu, Migrant Care, meminta komitmen tersebut harus diimplementasikan dalam pelaksanaan kebijakan di tingkat lapangan dan bukan diabaikan.
“Migrant CARE tentu mengapresiasi komitmen Presiden Jokowi dalam pidatonya di ASEAN Summit dan penegasannya dalam dialog dengan buruh migran Indonesia. Namun demikian, komitmen tersebut harus diimplementasikan dalam pelaksanaan kebijakan di tingkat lapangan dan bukan diabaikan,” tulis organisasi yang khusus menangani buruh migran itu dalam sebuah keterangan pers kepada MINA, Senin (1/5).
Menurut Migrant Care, di tingkat kebijakan, sebenarnya komitmen perlindungan bisa diimplementasikan dengan UU No.6 th 2012 tentang Ratifikasi Konvensi Perlindungan Hak-hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya. Namun, hingga kini masih ada keengganan dari pihak pemerintah Indonesia untuk menjalankan komitmen tersebut, karena menganggap hal tersebut sebagai beban tambahan dan bukan sebagai amanat atau tanggung jawab menghadirkan negara dalam upaya perlindungan buruh migran.
Baca Juga: Tausiyah Kebangsaan, Prof Miftah Faridh: Al-Qur’an Hadits Kunci Hadapi Segala Fitnah Akhir Zaman
Hal tersebut diperlihatkan dalam usulan pemerintah yang cenderung mereduksi substansi RUU perlindungan pekerja migran Indonesia dalam pembahasan di DPR-RI untuk legislasi penggantian UU No. 39/2004 ttg Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri), tambah pernyataan.
Menurut Migrant Care, Kemenaker RI (yang menjadi leading sektor pemerintah RI) malah mengusulkan draft RUU yang tidak jauh berbeda dengan UU yang akan digantikan dan melucuti substansi perlindungan sebagaimana yang ada dalam Konvensi Perlindungan Hak-hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya.
“Situasi ini juga diperparah dengan keengganan pemerintah RI dan DPR-RI untuk membahas RUU perlindungan PRT dan Ratifikasi Konvensi ILo 189/2011 tetang kerja Layak PRT yang sesungguhnya bisa menjadi penyempurna payung perlindungan bagi buruh migran Indonesia,” tegas pernyataan.
Organisasi itu juga meminta pemerintah dan DPR mengakhiri praktek monopoli penempatan buruh migran Indonesia oleh PPTKIS dengan menuntaskan pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang mengedepankan tata kelola migrasi tenaga kerja sebagai bentuk pelayanan publik oleh negara. (L/RE1/RI-1)
Baca Juga: Pembukaan Silaknas ICMI, Prof Arif Satria: Kita Berfokus pada Ketahanan Pangan
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Menteri Yusril Sebut ada Tiga Negara Minta Transfer Napi