Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Journaling: Terapi Menulis untuk Kesehatan Mental

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 40 detik yang lalu

40 detik yang lalu

0 Views

Ilustrasi

DI TENGAH kesibukan dan tekanan hidup modern, banyak orang mencari cara untuk menjaga kesehatan mental mereka. Salah satu metode sederhana namun sangat efektif adalah journaling, atau menulis jurnal. Aktivitas ini bukan hanya sekadar mencatat peristiwa harian, tetapi juga menjadi sarana refleksi diri yang bisa membantu seseorang mengenali, memahami, dan mengelola emosinya. Dengan segelas kopi dan secarik kertas, seseorang bisa mulai perjalanan menuju ketenangan batin.

Secara ilmiah, journaling telah terbukti memiliki banyak manfaat untuk kesehatan mental. Penelitian dari American Psychological Association menunjukkan bahwa menulis tentang pengalaman emosional selama 15–20 menit dalam beberapa hari berturut-turut dapat mengurangi stres, memperkuat sistem kekebalan tubuh, dan meningkatkan kesejahteraan psikologis. Aktivitas ini membantu otak memproses perasaan dengan cara yang lebih konstruktif dan sehat.

Lebih dari sekadar pelampiasan, journaling membantu kita untuk memperlambat pikiran yang seringkali kacau dan tak terkendali. Saat menulis, kita dipaksa untuk menyusun kata demi kata secara runtut, yang pada akhirnya membuat kita lebih sadar terhadap apa yang sebenarnya kita rasakan. Ini adalah langkah awal dalam membentuk self-awareness, atau kesadaran diri—pondasi penting dalam membangun kesehatan mental yang kokoh.

Tak sedikit orang yang mengaku merasa lebih lega dan tenang setelah menulis jurnal. Ini karena menulis bisa menjadi katarsis—proses pelepasan emosi yang menumpuk. Dalam dunia psikologi, efek ini disebut emotional release, di mana seseorang merasa lebih ringan setelah mengungkapkan isi hati yang selama ini terpendam. Dalam hal ini, jurnal menjadi sahabat setia yang tak menghakimi, tempat yang aman untuk berbicara tanpa takut disalahpahami.

Baca Juga: Parenting dan Kesehatan Mental Anak

Bentuk journaling pun beragam. Ada yang memilih journaling/">gratitude journaling—menulis hal-hal yang disyukuri setiap hari. Praktik ini terbukti secara ilmiah mampu meningkatkan kebahagiaan dan menurunkan gejala depresi. Ada pula yang melakukan journaling/">bullet journaling, yaitu mencatat kegiatan, rencana, dan refleksi dalam bentuk poin-poin. Bahkan, menulis surat kepada diri sendiri di masa lalu atau masa depan bisa menjadi teknik yang sangat menyentuh dan terapeutik.

Di dunia terapi psikologis, banyak terapis yang kini memasukkan teknik expressive writing dalam sesi konseling. Menurut Dr. James Pennebaker, pelopor terapi menulis dari University of Texas, kegiatan ini dapat membantu pasien mengurai trauma dan luka emosional dengan lebih sehat. Bahkan dalam beberapa kasus, journaling membantu mempercepat pemulihan dari gangguan kecemasan, PTSD, dan depresi ringan.

Lebih menarik lagi, journaling juga mampu meningkatkan kreativitas. Saat pikiran tidak lagi dibebani oleh kecemasan dan kekacauan batin, energi mental dapat dialihkan untuk berpikir kreatif. Banyak penulis, seniman, dan pemikir besar yang menjadikan jurnal sebagai tempat menyimpan inspirasi dan proses kreatif mereka. Hal ini membuktikan bahwa menulis bukan hanya untuk menyembuhkan, tetapi juga untuk membangun.

Untuk memulai journaling, tak perlu peralatan mahal atau kemampuan menulis luar biasa. Cukup dengan buku catatan dan pena, atau bahkan aplikasi catatan di ponsel. Yang penting adalah kejujuran dalam menulis dan konsistensi untuk melakukannya setiap hari atau sesering mungkin. Tulis saja apa yang ada di pikiran, tanpa sensor, tanpa beban. Di sinilah letak keindahannya: jujur kepada diri sendiri.

Baca Juga: Kemenkes: Indonesia Tetap Aman, Waspadai Lonjakan COVID-19 di Luar Negeri

Banyak orang merasa hidup mereka lebih terarah setelah rutin menulis jurnal. Mereka mampu melihat pola pikir yang merusak, mengidentifikasi sumber stres, dan menemukan makna dari pengalaman hidup. Journaling menjadi cara untuk berdialog dengan batin, dan perlahan-lahan membangun hubungan yang lebih sehat dengan diri sendiri. Ini adalah bentuk self-care yang murah, sederhana, dan sangat personal.

Dalam perspektif spiritual, menulis jurnal juga dapat menjadi media muhasabah atau introspeksi. Seperti yang diajarkan dalam banyak tradisi keagamaan, evaluasi diri sangat dianjurkan sebagai sarana untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Ketika digabungkan dengan doa dan renungan, journaling bisa menjadi laku spiritual yang mendalam dan transformatif.

Di era digital yang penuh distraksi, journaling mengajarkan kita untuk berhenti sejenak dan kembali ke dalam. Ia mengajak kita melihat hidup dengan lebih jernih, lebih dalam, dan lebih penuh syukur. Dalam halaman-halaman kosong, kita bisa menemukan pelipur lara, teman curhat, dan bahkan solusi atas masalah-masalah yang selama ini menggantung di kepala.

Akhirnya, journaling bukan sekadar aktivitas menulis, melainkan seni menyembuhkan diri. Ia adalah perjalanan pribadi menuju pemahaman, penerimaan, dan pembebasan. Bagi siapa pun yang merasa terjebak dalam pusaran emosi, cobalah menulis. Mungkin, jawaban yang kita cari ada di antara kalimat-kalimat yang kita torehkan sendiri.[]

Baca Juga: Penyakit Modern: Sebab, Dampak, dan Solusi Medis Terkini

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

MINA Health
MINA Health
MINA Preneur
MINA Preneur
MINA Health