Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jurnalis atau Penyebar Dusta? Fikih Jurnalistik Menjawab Tantangan Berita Hoaks

Zaenal Muttaqin Editor : Rudi Hendrik - Selasa, 4 Februari 2025 - 10:53 WIB

Selasa, 4 Februari 2025 - 10:53 WIB

61 Views

Jurnalis kantor berita MINA sedang bertugas (Foto: File/MINA)

JURNALISTIK memiliki peran penting dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Dalam ajaran Islam, kegiatan jurnalistik juga memiliki landasan fikih yang mengatur bagaimana seorang jurnalis harus bersikap, menulis, dan menyebarkan berita dengan penuh tanggung jawab.

Prinsip-prinsip Islam dalam jurnalistik menekankan kejujuran, keadilan, serta menjauhi fitnah dan hoaks.

Tulisan ini sedikit menelaah tentang Fikih Jurnalistik berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Hadis yang menjadi pedoman bagi jurnalis Muslim dalam menjalankan tugasnya.

1. Kejujuran dalam Menyampaikan Berita

Baca Juga: Vonis Tom Lembong: Jerat Prosedural, Preseden Baru bagi Pejabat?

Kejujuran adalah prinsip utama dalam jurnalistik Islam. Seorang jurnalis tidak boleh menyebarkan berita bohong atau memanipulasi fakta.

Dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu Wa Taala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.”

Baca Juga: Kekalahan Zionis Israel atas Rakyat Palestina

(QS. At-Taubah: 119)

Ayat ini menegaskan bahwa seorang Muslim, termasuk jurnalis, harus selalu berada di pihak kebenaran.

Dalam praktik jurnalistik, hal ini berarti menyampaikan berita secara objektif dan berdasarkan fakta yang valid.

2. Menghindari Berita Hoaks dan Fitnah

Baca Juga: Aneksasi Zionis terhadap Masjid Ibrahimi Harus Dihentikan

Menyebarkan berita palsu atau fitnah merupakan perbuatan tercela dalam Islam.

Allah Subhanahu Wa Taala memperingatkan dalam Al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seorang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6)

Baca Juga: Ilmu Dunia Dikejar, Ilmu Akhirat Dicampakkan: Ironi Pendidikan Zaman Ini

Hadis Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam juga menegaskan bahaya menyebarkan berita palsu:

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

“Cukuplah seseorang dikatakan pendusta jika ia menceritakan semua yang didengarnya.” (HR. Muslim No. 5)

Seorang jurnalis Muslim harus memastikan bahwa berita yang disampaikan telah diverifikasi dan tidak mengandung unsur fitnah yang dapat merusak nama baik seseorang atau kelompok.

Baca Juga: Pelajaran Dari Demak, Potret Pendidikan di Indonesia

3. Menjaga Kehormatan dan Privasi Orang Lain

Islam mengajarkan agar tidak mencari-cari kesalahan orang lain atau mengumbar aib seseorang.

Dalam konteks jurnalistik, ini berarti seorang wartawan harus mengedepankan etika dan tidak sekadar mengejar sensasi.

Allah Subhanahu Wa Taala berfirman dalam Al-Qur’an:

Baca Juga: Mengukir Solidaritas Palestina Sejak Dini, Tantangan dalam Sistem Pendidikan Indonesia

وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

“Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentu kamu merasa jijik kepadanya. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)

Seorang jurnalis yang berpegang pada nilai Islam harus menghindari pemberitaan yang bersifat ghibah (menggunjing) dan tajassus (mencari-cari kesalahan orang lain).

4. Objektivitas dan Keadilan dalam Pemberitaan

Baca Juga: Suriah dan Israel Menuju Perang Terbuka?

Jurnalis Muslim harus bersikap adil dan tidak memihak dalam memberitakan suatu peristiwa.

Allah Subhanahu Wa Taala  berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ma’idah: 8)

Baca Juga: Masjid Ibrahimi Warisan Nabi dan Wakaf Umat Islam

Dalam jurnalistik, keadilan berarti memberikan ruang bagi semua pihak yang terlibat dalam suatu berita untuk menyampaikan pendapatnya, tanpa memihak atau menyesatkan pembaca dengan narasi yang tidak seimbang.

5. Memberikan Informasi yang Bermanfaat

Jurnalis Muslim harus menyampaikan informasi yang membawa manfaat bagi masyarakat. Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

Baca Juga: Ustaz di Depan, Tapi Rapuh di Malam Sunyi

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari No. 6018, Muslim No. 47)

Berita yang disampaikan harus memiliki nilai edukasi, membangun, dan membawa kebaikan bagi masyarakat, bukan sekadar sensasi atau provokasi.

Jadi, fikih jurnalistik dalam Islam mengajarkan, seorang jurnalis harus menjunjung tinggi nilai kejujuran, menghindari hoaks dan fitnah, menjaga kehormatan orang lain, bersikap adil, dan menyebarkan informasi yang bermanfaat.

Dengan mengikuti prinsip-prinsip ini, seorang jurnalis Muslim dapat menjalankan tugasnya sebagai penyampai berita dengan penuh tanggung jawab dan mendapatkan keberkahan dalam pekerjaannya.

Baca Juga: Sejarah, Islam dan Budaya Masyarakat Kazakhstan: Abai sebagai Inspirasi Bangsa

Semoga ulasan singkat ini bermanfaat dan menjadi pedoman bagi para jurnalis Muslim dalam menjalankan profesinya sesuai dengan tuntunan Islam. Wallahu a’lam bish-shawab. []

Mi’raj News Agency (MINA) 

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Tausiyah