Jakarta, MINA – Koresponden senior Al Jazeera asal Gaza, Youmna El Sayed, mengungkapkan beratnya tugas jurnalistik di Jalur Gaza yang terus dilanda konflik akibat genosida yang dilakukan penjajah Israel.
Dalam acara Media Gathering yang digelar Koalisi Perempuan Indonesia Peduli Al Aqsha (KPIPA) di Jakarta, Selasa (27/5), ia menyebut apa yang tampil di layar TV hanya sebagian kecil dari kenyataan di lapangan.
“Apa yang Anda lihat di televisi hanya sekitar 10 persen dari kenyataan. Satu rudal dapat meratakan sebuah bangunan, dan hanya dalam hitungan detik, rudal lainnya menghancurkan seluruh blok,” ujar Youmna.
Dalam acara yang berlangsung di Meet Her Integrated Facilities, Jakarta Selatan, Youmna berbagi pengalamannya meliput langsung di wilayah yang digambarkannya sebagai salah satu tempat paling berbahaya di dunia bagi jurnalis. Ia menuturkan, tugas jurnalistik di Gaza dijalankan tanpa perlindungan fisik yang memadai.
Baca Juga: Seruan Global Akhiri Genosida di Gaza Menggema di Peringati Nakba
“Kami tidak mengenakan rompi antipeluru atau helm. Kami hanya membawa mikrofon dan kamera, dan keberanian untuk tetap berkata jujur,” katanya.
Youmna menyampaikan, tugas jurnalistik di Gaza bukan sekadar melaporkan fakta, melainkan mempertaruhkan nyawa. Ia menyebutkan bahwa tidak ada zona aman bagi jurnalis, bahkan saat tengah melakukan siaran langsung.
Kamerawan Al Jazeera, Maher Atiya Abu Qouta, yang turut hadir dalam diskusi tersebut, menguatkan pernyataan Youmna. Ia menyampaikan, jurnalis dan media menjadi sasaran serangan, tidak hanya di lapangan, tetapi juga di kantor-kantor redaksi, termasuk di luar Gaza.
“Lebih dari 200 jurnalis telah gugur sejak agresi besar dimulai. Serangan juga menyasar kantor media, termasuk Al Jazeera di berbagai lokasi,” kata Maher.
Baca Juga: Udara Jakarta Memburuk, Level Tidak Sehat
Ia menyerukan solidaritas global di kalangan jurnalis agar terus menyuarakan situasi di Gaza. “Jika kita berhenti memberitakan, maka kita telah membiarkan kejahatan itu terjadi dalam diam,” ujarnya.
Ketua KPIPA, Nurjanah Hulwani, dalam kesempatan tersebut menyampaikan pentingnya peran media, termasuk jurnalis Indonesia, dalam memperkuat narasi keadilan dan kemanusiaan.
“Kami ingin jurnalis Indonesia menjadi bagian dari perjuangan menyuarakan kebenaran tentang Gaza, walau secara fisik tidak berada di sana,” ujarnya.
Nurjanah berharap publikasi yang konsisten dari jurnalis di Indonesia dapat membangkitkan kesadaran publik, khususnya generasi muda, untuk menolak kekerasan dan mendukung kemerdekaan Palestina.
Baca Juga: Lebaran Idul Adha UEA Bagi Baju Lebaran untuk Mahasiswa UIN Ar-Raniry
Testimoni dari jurnalis Gaza ini menjadi pengingat bahwa setiap berita yang muncul dari wilayah konflik membawa risiko tinggi. Namun, selama masih ada suara yang berani mengabarkan dari garis depan, maka suara warga Gaza akan tetap didengar dunia.[]
Mi’raj News Agency (MINA)