Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kader Adalah Benih Peradaban

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 32 detik yang lalu

32 detik yang lalu

0 Views

Kader adalah pelanjut para pejuang peradaban (foto: ig)

KADER bukan sekadar murid, bukan pula hanya pelanjut struktur. Ia adalah benih peradaban, tunas dari pohon yang dirintis para nabi dan ulama. Menyiapkan kader sejatinya adalah menyiapkan masa depan umat. Tanpa kader, perjuangan hanya akan berakhir di pusaran sejarah.

Allah Ta’ala berfirman, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Qs. Ali Imran: 104). Ayat ini menegaskan urgensi kader sebagai pengemban risalah amar ma’ruf nahi munkar. Tidak akan ada segolongan umat yang menyeru jika tidak ada proses pengkaderan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak hanya berdakwah, tapi juga membentuk kader. Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali bukan muncul tiba-tiba—mereka ditempa langsung oleh Sang Nabi. Beliau menanam iman, membentuk karakter, mengajarkan strategi, dan menanamkan ruh jihad dalam dada para sahabatnya. Itulah sebabnya peradaban Islam kokoh berdiri di atas pundak mereka.

Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya berkata, “Setiap peradaban besar pasti lahir dari generasi yang kuat, terdidik, dan bermoral.” Tanpa kader yang dibentuk dengan sungguh-sungguh, umat hanya akan menjadi penonton dari kemajuan bangsa lain. Kader bukan hanya pewaris, tapi juga pemurni dan pelanjut visi besar Islam. Mereka adalah penentu jatuh bangunnya sejarah.

Baca Juga: Vonis Tom Lembong: Jerat Prosedural, Preseden Baru bagi Pejabat?

Membangun masjid itu mulia, tapi membangun manusia jauh lebih agung. Masjid bisa roboh, tapi kader akan terus membangun kembali peradaban dengan tangan dan pikirannya. Masjid adalah bangunan, kader adalah gerakan. Maka umat yang lalai dalam mencetak kader sesungguhnya sedang menggali kuburannya sendiri.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menghabiskan 13 tahun di Makkah bukan untuk membangun institusi fisik, tapi membangun manusia. Dari Darul Arqam keluar kader-kader yang mengguncang dunia. Bilal, Ammar, Mush’ab bin Umair—mereka bukan bangsawan, tapi mereka dibentuk untuk menjadi pejuang. Inilah rahasia kemenangan Islam: kaderisasi.

Ali bin Abi Thalib berkata, “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu.” Ini bukan hanya nasihat pendidikan, tapi strategi kaderisasi. Menyiapkan kader berarti merancang arsitek peradaban yang sanggup menjawab tantangan zaman. Tanpa itu, umat hanya akan tertinggal dan kehilangan arah.

Umar bin Khattab tidak hanya menjadi pemimpin adil, tapi juga pengkader ulung. Ia menunjuk para gubernur seperti Mu’awiyah dan Amr bin Ash yang cakap memimpin daerah-daerah strategis. Setiap pemimpin besar selalu memikirkan suksesi kader. Tanpa kader, tongkat estafet akan jatuh, dan perjuangan akan terhenti.

Baca Juga: Kekalahan Zionis Israel atas Rakyat Palestina

Menyiapkan kader bukanlah proses instan. Ia membutuhkan visi, kesabaran, dan pengorbanan. Sebagaimana Rasulullah ﷺ mendidik para sahabat dalam waktu bertahun-tahun. Maka jangan harap lahir peradaban jika kita malas menanam benih kader dari sekarang.

Peradaban Islam bukanlah karya satu orang, tapi hasil kerja kolektif para kader. Dari ulama, mujahid, pemimpin, hingga penulis dan pendidik—semuanya hasil dari proses kaderisasi yang mendalam. Mereka bukan muncul dari ruang kosong. Mereka hasil dari dakwah yang konsisten dan tarbiyah yang berkelanjutan.

Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Ahmad bin Hanbal—mereka semua dibentuk oleh para guru yang sadar pentingnya kaderisasi. Tidak ada ulama besar tanpa guru besar yang ikhlas menanamkan ilmu. Bahkan Imam Bukhari takkan muncul tanpa Imam Ishaq bin Rahawaih yang menggugah semangatnya menulis Shahih Bukhari. Maka setiap kader adalah cermin kesungguhan gurunya.

Peradaban tanpa kader hanyalah kemewahan tanpa jiwa. Bangunan tinggi, teknologi canggih, tapi jiwa lemah dan hilang arah. Sebaliknya, dengan kader berkualitas, peradaban bisa dibangun dari kehancuran. Lihatlah bagaimana para sahabat membangkitkan Islam pasca wafatnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Baca Juga: Aneksasi Zionis terhadap Masjid Ibrahimi Harus Dihentikan

Umat Islam hari ini terjebak dalam romantisme sejarah tanpa menyiapkan generasi masa depan. Kita bangga pada Umar bin Abdul Aziz, tapi malas mencetak pemimpin sepertinya. Kita kagum pada Salahuddin Al-Ayyubi, tapi enggan mendidik anak-anak kita dengan ruh jihad dan ilmu. Padahal, tanpa kader, pujian pada masa lalu hanya akan memperpanjang derita kita di masa depan.

Ibnu Qayyim berkata, “Barang siapa ingin hasil besar, maka jangan enggan menanam benih-benih kecil.” Kader adalah benih-benih kecil yang harus dirawat dengan ilmu, adab, dan cinta. Mereka harus disentuh hatinya, diasah akalnya, dan diarahkan jalannya. Hanya dengan itulah mereka mampu menaklukkan zaman.

Inilah waktunya umat bangkit dengan serius menyiapkan kader—di rumah, di sekolah, di majelis ilmu, dan di jamaah. Karena kader adalah nyawa perjuangan dan cahaya masa depan. Tanpa mereka, Islam hanya akan menjadi sejarah, bukan peradaban. Maka jangan wariskan harta tanpa kader, karena kader sejati adalah warisan paling mulia untuk umat dan dunia.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Ilmu Dunia Dikejar, Ilmu Akhirat Dicampakkan: Ironi Pendidikan Zaman Ini

 

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Tausiyah
Indonesia