Allah mengingatkan kita di dalam firman-Nya :
قُلۡ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُڪُمۡ وَإِخۡوَٲنُكُمۡ وَأَزۡوَٲجُكُمۡ وَعَشِيرَتُكُمۡ وَأَمۡوَٲلٌ ٱقۡتَرَفۡتُمُوهَا وَتِجَـٰرَةٌ۬ تَخۡشَوۡنَ كَسَادَهَا وَمَسَـٰكِنُ تَرۡضَوۡنَهَآ أَحَبَّ إِلَيۡڪُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٍ۬ فِى سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّىٰ يَأۡتِىَ ٱللَّهُ بِأَمۡرِهِۦۗ وَٱللَّهُ لَا يَہۡدِى ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡفَـٰسِقِينَ
Artinya : Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan [dari] berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (QS At-Taubah : 24).
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Jika semua hal-hal tadi lebih dicintai daripada Allah dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan Allah, maka tunggulah musibah dan malapetaka yang akan menimpa kalian.”
Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam
ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
Artinya : “Ada tiga perkara yang membinasakan yaitu kekikiran yang dipatuhi, hawa nafsu yang dituruti, dan seorang yang membanggakan dirinya sendiri”. (HR Ath-Thabrani).
Kaitan Aqidah dan Jihad Terpimpin
Dengan landasan aqidah itulah kita berjihad berjama’ah, tidak bisa sendiri-sendiri, atau semaunya sendiri. Semua ada aturannya, semua ada tata caranya, semua ada kaifiyatnya. Yakni berjihad secara terpimpin di bawah arahan, amanah dan komando Imaamul Muslimin, Khalifah, Amirul Mukminin.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal
Seperti disebutkan di dalam sebuah hadits :
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ
Artinya : “Sesungguhnyalah seorang Imaam itu merupakan perisai, umat akan berperang/berjihad di belakang (amanah Imaam) serta berlindung dengannya. Bila ia (Imaam) memerintahkan untuk takwa kepada Allah azza wa jalla serta bertindak adil, maka ia akan memperoleh pahala. Namun bila ia memerintah dengan selainnya, maka ia akan mendapatkan akibatnya. (HR Muslim dari Abu Hurairah).
Imam An-Nawawi menjelaskan :
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
الْإِمَام جُنَّة أَيْ كَالسِّتْرِ ؛ لِأَنَّهُ يَمْنَع الْعَدُوّ مِنْ أَذَى الْمُسْلِمِينَ ، وَيَمْنَع النَّاس بَعْضهمْ مِنْ بَعْض ، وَيَحْمِي بَيْضَة الْإِسْلَام ، وَيَتَّقِيه النَّاس وَيَخَافُونَ سَطْوَته ، وَمَعْنَى يُقَاتَل مِنْ وَرَائِهِ أَيْ : يُقَاتَل مَعَهُ الْكُفَّار وَالْبُغَاة وَالْخَوَارِج وَسَائِر أَهْل الْفَسَاد وَالظُّلْم مُطْلَقًا
Seorang Imaam adalah perisai maksudnya seperti sesuatu yang digunakan untuk berlindung, dikatakan demikian karena seorang Imaam berfungsi mencegah (serangan) musuh yang mengganggu kaum muslimin. Dan menghalangi kedzaliman sebagian orang kepada yang lainnya, menjaga kemuliaan Islam dan umat pun berlindung kepadanya serta taat terhadap amanahnya.
Dan adapun makna (umat akan berperang/berjihad di belakangnya) maksudnya umat akan berperang dan berjihad bersama Imaam untuk memerangi kuffar, memerangi para penjajah, meluruskan orang-orang yang keluar dari As-Sunnah, dan memberikan nasihat kepada semua kaum yang membuat kerusakan dan kedzaliman secara umum.
Mari kita bukan hanya menetapi, tetapi melazimkan, membiasakan, mengikuti poros Jama’ah Muslimin beserta Imaamnya (Jama’atal Muslimina wa imaamahum), mengikuti semua gerakan dan arah perjuangan yang telah dicanangkan oleh Imaamul Muslimin, pemimpin kaum muslimin, demi tegaknya kejayaan dan kehormatan Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah (khilafah yang mengikuti jejak kenabian), tempat kaum muslimin beramal shalih, tempat mengabdikan diri kepada-Nya, sebagai hamba-Nya.Insya-Allah. (L/R1/E01).
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat