Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kaleidoskop Thufanul Aqsa 2023-2024, Membuka Mata Dunia

Ali Farkhan Tsani Editor : Widi Kusnadi - 8 detik yang lalu

8 detik yang lalu

0 Views

Kemenangan Thufanul Aqsa. (Al Jazeera)

Oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA

Operasi Badai atau Banjir Al-Aqsa (Thufanul Aqsha) sejak 7 Oktober 2023 yang fenomenal, dikerahkan oleh Gerakan Perlawanan Islam Hamas (Harakah Muqawwamah al-Islamiyyah) bersama faksi-faksi Palestina lainnya di Jalur Gaza, setahun lebih telah berlalu telah membuka mata dunia.

Serangan itu merupakan aksi perlawanan terhadap penjajah Zionis Israel, yang telah bercokol di bumi Palestina sejak 1948 melalui pendirian sepihak Negara Israel di tanah Palestina.

Jika ditarik ke belakang, bahkan Zionis Yahudi sudah 104 tahun menduduki tanah Palestina sejak kedatangannya tahun 1920 membonceng pasukan Britania Raya (Inggris), setelah menerima mandat illegal Surat Balfour tertanggal 2 November 1917.

Baca Juga: Renungan Terhadap Palestina, Memasuki Tahun 2025

Maka serangan Badai Al-Aqsha itu adalah bentuk perlawanan dari para pejuang dan rakyat Palestina di Jalur Gaza yang sudah 18 tahun diblokade dari darat, laut, dan udara sejak 2006.

Berkaitan dengan latar belakang Thufanul Aqsa, Gerakan Perlawanan Islam (Harakah al-Muqawwamah al-Islamiyyah atau disingkat Hamas) yang berbasis di Jalur Gaza menyatakan bahwa Masjidil Aqsa adalah “Garis Merah” (Khathun Ahmaru) di mana pendudukan Zionis Israel tidak dibenarkan melaksanakan rencananya mengubah realitas Masjidil Aqsha apalagi kalau sampai mengendalikannya.

Hal ini seperti ditegaskan oleh Juru Bicara Hamas Khaled Qadomi, sehari setelah Operasi Badai Al-Aqsha, 8 Oktober 2023, “Aksi ini merupakan respons terhadap semua kekejaman yang dilakukan pendudukan Zionis terhadap warga Palestina selama beberapa dekade  dan upaya yahudisasi tempat suci umat Islam, Masjidil Aqsa.”

Karena itulah, Operasi Badai Al-Aqsa, sesuai namanya, adalah akan memporakporandakan siapapun yang hendak mengambil alih kendali atas Masjidil Aqsha. Garis Merah yang tak boleh dilewati sejengkalpun oleh pemukim Yahudi dan pasukan Zionis itu.

Baca Juga: Kaleidoskop Bencana Nasional 2024, Tetap Waspada

“Narasi Kami, Operasi Badai Al-Aqsa bertujuan untuk membantah klaim Zionis Israel, dan merupakan langkah penting dan merupakan reaksi alami terhadap rencana Zionis Israel untuk melenyapkan perjuangan Palestina, merampas tanah, melakukan Yahudisasi terhadap tanah maupun bangunan Palestina, merebut kendali penuh Masjidil Aqsa, dan tempat-tempat suci Palestina,” pernyataan resmi Hamas.

Dalam setahun lebih menunjukkan bahwa sesungguhnya para pejuang Palestina telah meraih kemenangan hakiki. Memang puluhan ribu jiwa menjadi korban. Namun setahun bertahan merupakan kekuatan luar biasa. Padahal pasukan Israel sebelumnya sesumbar akan ‘menghabisi’ pejuang Hamas dalam hitungan 1-2 pekan.

Dalam perang asimetris, pasukan pendudukan Israel pasti memiliki segala kekuatan militer dan pendukungnya di atas warga yang diduduki, Palestina, khususnya Gaza. Sama seperti bangsa manapun yang diduduki, juga ketika dirasakan bangsa Indonesia.

Namun, dengan masih adanya perlawna, bahkan beberapa pekan terakhir gerakan perlawanan masih sanggup meluncurkan roket-roketnya, menunjukkan perlawanan itu masih eksis. Demi menahan malu, pasukan Israel pun membombardir warga di perumahan-perumahan, di kamp-kamp pengungsian, sampai di rumah sakit-rumah sakit.

Baca Juga: Kaleidoskop 2024: Peristiwa Internasional yang Paling Disorot

Walau demikian warga Gaza tidak mundur, tdak memberi tahu keberadaan para pejuang, dan tetap tegar menghadapi pendudukan. Tidak seperti warga Negara Israel yang terus melakukan demonstrasi terhadap pemerintahnya, karena dianggap gagal melindungi warganya yang disandera pejuang Gaza.

Selanjutnya, berikut tanda-tanda kemenangan Thufanul Aqsa dalam setahun lebih tersebut, di antaranya:

  1. Intelejen Israel Kecolongan

Pemerintahan Zionis Israel memiliki tiga badan intelijen yang katanya terkenal dan mengerikan, yaitu Shinbet (dalam negeri), Aman (militer) dan Mossad (internasional).

Namun kehebatan ketiga badan intelejen itu, tak berdaya ketika menghadapi Operasi Badai Al-Aqsa tanggal 7 Oktober 2023 yang dilancarkan oleh Gerakan Perlawanan Islam Hamas bersama faksi-faksi Palestina lainnya.

Baca Juga: Tragedi Pembunuhan Jurnalis di Gaza 2024, Potret Gelap Penjajahan dan Kebebasan Pers

Hal ini diakui sendiri oleh petinggi Dinas Intelejen Mossad yang mengaku shock dengan serangan Hamas pada 7 Oktober 2024.

Mossad mengakui bahwa mereka “terkejut” dengan serangan gerakan Hamas terhadap permukiman dan pangkalan militer yang berdekatan dengan Jalur Gaza.

Pakar keamanan Zionis Israel Yossi Melman menulis di surat kabar Israel Haaretz, “Badan intelijen Israel Mossad untuk pertama kalinya mengakui bahwa mereka terkejut dengan peristiwa 7 Oktober.”

Dia menambahkan: “Hal ini tercantum dalam dokumen yang disiapkan oleh Mossad untuk edisi baru buletin Pusat Warisan dan Peringatan Intelijen Israel, yang mencakup rincian aktivitas badan tersebut selama perang di Gaza.” Al-Quds Al-Araby melaporkan.

Baca Juga: Awal Tahun Baru, Waspadai 8 Hal

Di sinilah, Operasi Badai Al-Aqsa menjadi bukti kegagalan dan kebobolan intelijen Ziois Israel yang sangat besar. Padahal Zionis mempunyai agen mata-mata tidak hanya di wilayah Palestina tetapi juga di Lebanon, Suriah, Yordania, Mesir, Iran dan negara-negara lain.

Namun, menghadapi Operasi Badai Al-Aqsa, para analis militer mengatakan, badan keamanan Israel gagal dalam memperkiraan intelijen dan dalam skenario untuk menghadapi kejutan dari aksi tersebut.

Kepala Divisi Intelijen Militer Israel, Aharon Haleva, mengakui pada hari Selasa, 17 Oktober 2023, sepekan setelah serangan Operasi Badai Al-Aqsa bahwa ia gagal memperingatkan serangan Hamas terhadap permukiman Israel dan titik-titik militer.

Radio Angkatan Darat Israel mengutip pernyataan Haleva dalam pesan resminya, “Awal perang adalah kegagalan intelijen.”

Baca Juga: Kota Lama Semarang, Wisata Menarik yang Ramah di Kantong

Akibat kegagalan intelejen itu, mengakibatkan beberapa pejabat tinggi pemerintahan Zionis Israel harus mengundukan diri. Di antaranya : Jenderal Purnawirawan Benny Gantz (anggota kabinet perang Israel), Brigadir Jenderal Amit Saar  (Kepala Divisi Riset Direktorat Intelijen Militer Israel), Mayor Jenderal Aharon Haliva (Kepala Direktorat Intelijen Militer Israel), Brigadir Jenderal Avi Rosenfeld  (Kepala Divisi Gaza Pasukan Pertahanan ), Brigadir Jenderal Yossi Sariel (Komandan Unit 8200 intelijen Israel), dll.

  1. Militer Zionis Israel Babak Belur

Kekuatan militer Zionis Israel yang katanya superior, disupport kekuatan militer nomor wahid di dunia, Amerika Serikat plus Inggris dan negara-negara sekutu lainnya, ternyata babak belur dihajar roket rakitan dan taktik terowongan bawah tanah para pejuang Gaza.

Beberapa bukti kekalahan militer Israel dalam perang di Jalur Gaza, di ataranya : sekitar 1.000 kendaraan tempur Zionis Israel hancur atau rusak dihantam senjata pejuang Gaza, termasuk di antaranya 720 tank tercanggih di dunia Markava, sebanyak 10.566 tentara Zionis Israel terluka, 35% tentara menderita depresi, dan gangguan stress, ribuan tantara Israel terpaksa ditarik dari Gaza, karena mengalami gangguan kejiwaan, dengan lebih dari 100 kasus saling menembak di antara sesama tentara Israel, dsb. Belum ratusan lainnya atau bisa jadi ribuan tewas yang vtak terekspos, karena tertembak, terjatuh, tabrakan, dan kecelakaan lainnya.

  1. Ambruknya Ekonomi Israel

CNBC Indonesia Research mengungkapkan defisit anggaran Israel sebesar 11,7 miliar shekel atau Rp50,39 triliun per April 2024. Pendapatan pajak juga turun 4,1% dalam empat bulan pertama tahun 2024, dengan pendapatan pajak turun 13,1% pada bulan April saja.

Baca Juga: Bagaimana Perjuangan Rakyat Palestina di 2025, Ini Kata Para Pakar!

Israel pun terpaksa harus menambah utang 160 miliar shekel atau setara dengan Rp 696,6 triliun utang pada akhir 2023. Pada akhirnya, Ekonomi Israel pun otomatis jatuh akibat perang tak berkesudahan.

Gubernur Bank Sentral Israel, Amir Yaron, memperkirakan perang atas Gaza membuat pemerintah Israel merugi sekitar 210 miliar Shekel atau sekitar Rp 903 triliun, dalam sepuluh bulan perang. Ini artinya, Israel harus mengeluarkan anggaran lebih dari 90 triliun tiap bulannya, atau 3 trilun per hari!

Serangan pasukan Zionis Israel ke Jalur Gaza, telah memberi dampak ekonomi bagi penjajah itu. Situasi ini bahkan telah membuat sejumlah besar investor menarik dananya dari negara itu.

Media Israel, Yedioth Ahronoth menyebutkan analisis eksekutif senior perbankan bahwa terjadi penurunan signifikan dalam pembelian obligasi Israel. Hal ini menjadi sebuah fenomena yang belum pernah ada selama bertahun-tahun.

Baca Juga: Muhasabah, Resolusi Tepat Menatap Masa Depan

  1. Israel Dikucilkan di Panggung Global

Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag pada Jumat (19/7/2024) menyatakan bahwa pendudukan Israel di wilayah Palestina yang telah berlangsung puluhan tahun adalah “ilegal” dan harus segera diakhiri.

Keputusan ini tentu saja menuai kecaman dari Israel yang menyebutnya sebagai “keputusan penuh kebohongan”. Namun pasti disambut baik oleh para pejuang Palestina dan para pendukungnya dengan menyebutnya keputusan “bersejarah”.

Meskipun pernyataan ICJ ini bersifat tidak mengikat, hal ini meningkatkan tekanan diplomatik terhadap Israel.

Dalam pernyataannya, hakim ketua ICJ Nawaf Salam mengatakan, “Pengadilan telah menemukan bahwa keberadaan Israel yang terus-menerus di Wilayah Palestina adalah ilegal. Israel memiliki kewajiban untuk mengakhiri keberadaannya yang tidak sah ini secepat mungkin.”

Baca Juga: Tiga Pilar Hijrah: Fondasi Perubahan Menuju Kehidupan Islami

ICJ juga menambahkan bahwa Israel wajib menghentikan semua aktivitas permukiman baru dan mengevakuasi semua pemukim dari tanah yang diduduki.

Sebuah adegan dramatis yang terjadi di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa hari Jumat (27/9/2024), saat delegasi dari berbagai negara walk out, sebagai protes terhadap pidato Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, semakin menunjukkan keterdesakkan Zionis Israel di kancah internasional.

Aksi walk out tersebut, yang dipimpin oleh delegasi Turkiye dan diikuti oleh negara-negara lain, merupakan tanggapan terhadap agresi militer Netanyahu yang terus berlanjut di Gaza dan Lebanon.

Demonstrasi turun ke jalan Solidaritas Paletina pun meletus di berbagai kota di dunia, yang negaranya justru pro-Israel. Sebut saja di New York dan Washington (AS), London (Inggris), Berlin (Jerman), Paris (Prancis) dan Den Haag (Belanda). Termasuk di negara-negara yang pemerintahnya menjalin normalisasi dengan Israel, seperti di Yordania, Mesir dan Maroko. Di Indonesia sudah pasti demo itu marak, juga di Malaysia dan Turkiye.

Baca Juga: 10 Hikmah Hidup Berjama’ah dari Qur’an dan Sunnah

Tak ketinggalan para mahasiswa dari universitas terkemuka di AS (Campbride) dan Inggris (Oxford) ikut menggelar demo peduli Palestina. Bahkan ikut dalam demo komunitas Yahudi Jewish Voice for Peace (JVP), yang menyerukan agar Netanyahu diadili sebagai penjahat perang atas tindakannya di Gaza.

  1. Setahun Lebih Masih Tegar Bertahan

Setahun bertahan dari gempuran genosida membabi buta, adalah keberhasilan tersendiri dari para pejuang dan rakyat Gaza. Kemenangan tampak semakin dekat di depan mata.

Menurut informasi dari Gaza, sudah 85 ribu ton bom yang dijatuhkan militer Zionis Israel ke sepanjang Jalur Gaza. Tidak ada satu jengkal tanah pun yang layak dihuni di sana.

Setidaknya ada 142 rumah yang rusak dalam waktu satu jam saja. Dalam hitungan detik ratusan ribu warga jadi tunawisma dan harus mencari tempat pengungsian segera.

Selain kebutuhan pokok diblokade, fasilitas umum seperti rumah sakit dan sekolah pun hancur. Jalur Gaza seperti kota mati.

Serangan udara Zionis Israel dan operasi darat mereka di Jalur Gaza menghancurkan infrastruktur penting dan kehidupan sehari-hari warga Palestina. Operasi militer Israel di Jalur Gaza menghancurkan lebih dari 60% bangunan di wilayah itu dalam tempo setahun.

Hal itu terbaca lewat analisis data satelit yang dilakukan oleh Jamon Van Den Hoek dari Oregon State University dan Corey Scher dari The City University of New York (CUNY) Graduate Center, pada Rabu (25/9/2024).

Kerusakan lainnya akibat serangan militer Zionis Israel di Jalur Gaza adalah hancurnya berbagai rumah ibadah. Kementerian Wakaf Palestina menyebut sebanyak 611 masjid, 8 pemakaman, dan 3 gereja hancur akibat serangan tersebut.

Kementerian tersebut menunjukkan bahwa selama setahun terakhir, pemukim Yahudi di Tepi Barat yang diduduki telah menyerbu dan menodai Masjid Al-Aqsa sebanyak 262 kali, melakukan ritual Talmud Yahudi di tempat suci umat Islam tersebut.

Namun walau setahun bertahan, itu tentu saja tak bisa dibarkan begitu saja tanpa ada bantuan dari dunia global, terutama negeri-negeri Muslim.

Dalam pidatonya yang fasih dan menguncang dunia Arab, Wakil Menteri Luar Negeri RI Anis Matta,Lc berbicara pada pertemuan persiapan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) luar biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Arab, Riyadh, Selasa, 12 November 2024.

Dalam forum itu, Anis Matta menyerukan dunia Islam agar meningkatkan upaya politik dan diplomatik untuk mengakhiri perang Gaza dan Lebanon guna mencegah eskalasi yang berpotensi menarik kawasan tersebut ke kawasan perang regional yang tak terkendali.

Termasuk mengerahkan dukungan dari Arab dan Muslim yang turut merasakan penderitaan saudara-saudara mereka yang tertindas agar berpartisipasi dalam mendukung perjuangan mereka meraih kemedekaan, serta membuka segala saluran resmi dan cara yang tersedia untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Palestina.

  1. Dukungan Mahasiswa Barat terhadap Palestina

Mahasiswa Universitas Columbia di New York, Amaerika Serikat melakukan aksi duduk dan berkemah di halaman kampus, tanggal 18 April 2024.

Mereka memprotes hubungan keuangan Ivy League, Asosiasi delapan universitas prestisius Amerika Serikat, serta memiliki pendapatan keuangan terbesar di dunia, dengan perusahaan-perusahaan yang terkait dengan pendudukan Israel di Palestina dan perang brutalnya di Jalur Gaza.

Aksi protes ini dengan cepat menyebar ke universitas-universitas terkemuka AS lainnya, termasuk New York University, Yale, Massachusetts Institute of Technology (MIT), dan University of North Carolina, seiring dengan meningkatnya tuntutan penghentian perang dan dukungan terhadap Israel. Dikuti dari Suarapalestina.com.

Gelombang protes mahasiswa AS dan mahasiswa global yang semakin meningkat ini sangatlah penting, karena hal ini mewakili efek riak soft power dari Operasi Badai Al-Aqsha yang dilakukan kelompok perlawanan Palestina. Seperti halnya gerakan mahasiswa AS yang penuh sejarah dan massal ketika melawan apartheid Afrika Selatan dan perang Vietnam. Maka, kemungkinan besar protes besar ini akan mulai menentang dukungan AS terhadap agresi Israel.

Selama beberapa dekade, Amerika Serikat telah menggambarkan Israel sebagai mercusuar demokrasi di kawasan yang didominasi oleh rezim otoriter dan sering kali menyebut Israel sebagai “satu-satunya negara demokrasi” di Asia Barat untuk membenarkan dukungan penuh tak tergoyahkan Amerika Serikat.

Namun, perubahan persepsi publik baru-baru ini, khususnya di kalangan mahasiswa Barat, kini semakin menggambarkan Israel sebagai negara “teroris” dan “penjajah”. Perubahan besar wacana, yang didorong oleh penyebaran informasi dan aksi protes global, akan berdampak signifikan terhadap entitas Zionis.

Reputasi global Israel telah ternoda ketika Afrika Selatan mengajukan tuduhan genosida terhadap negara tersebut di Mahkamah Internasional (ICJ) awal tahun ini, yang merupakan pertama kalinya Israel menghadapi tuduhan semacam itu pada tingkat internasional.

Pada bulan Maret 2024, ICJ menuntut agar Israel mengambil tindakan segera dan efektif untuk memastikan masuknya pasokan makanan penting bagi penduduk Gaza, dengan menekankan kondisi kelaparan parah yang sudah terjadi dan memakan korban jiwa.

Aksi-aksi menentang Israel mulai disuarakan di Barat dan negeri-negeri yang pemerintahnya selama ini bertindak sebagai pendukung berat dan pemasok senjata bagi Zionis Israel.

Dari Amerika Serikat merembet ke Inggris, Jerman, Perancis, dan seterusnya, secara global meneriakan yel-yel yang sama, “Free Free Palestine! Free Free Palestine! Free Free Palestine!”

Penutup

Kini, perjuangan itu masih terus berlanjut. Termasuk perjuangan kaum Muslimin  di manapun untuk membela Palestina, Masjidil Aqsa dan Baitul Maqdis. Dan marilah kita menjadi bagian dari perjuangan suci tersebut.

Teringat pesan Yahya Al-Sinwar, Komandan Brigade Al-Qassam,  menyatakan kalimat pasti, “Berjuang mati, tidak berjuang pun mati. Maka persiapkanlah matimu dalam keadaan berjuang.” []

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Dunia Islam
Kolom
Kolom