Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kamu Pemuda atau Penonton Zaman?

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 35 detik yang lalu

35 detik yang lalu

0 Views

Ilustrasi

DI TENGAH derasnya arus teknologi dan kenyamanan dunia digital, pertanyaan ini seharusnya menggema dalam sanubari setiap laki-laki muda Muslim hari ini: “Kamu pemuda atau penonton zaman?” Ini bukan pertanyaan retoris. Ini adalah panggilan. Sebab pemuda sejati bukanlah mereka yang larut dalam scroll tanpa arah, rebahan tanpa visi, atau tenggelam dalam hiburan yang melalaikan. Pemuda sejati adalah mereka yang berdiri kokoh dalam barisan dakwah, yang siap turun ke medan juang, dan yang tak gentar menyuarakan kebenaran walau sendirian.

Dalam catatan sejarah umat Islam, pemuda bukan hanya sekadar pelengkap cerita. Mereka adalah pelaku sejarah. Ketika Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam memulai dakwahnya, yang datang pertama kali untuk bergabung bukan para tua renta yang sudah lelah oleh usia, tapi justru para pemuda.

Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Mus’ab bin Umair, dan Abdullah bin Mas’ud adalah pemuda-pemuda tangguh yang dengan ikhlas menyerahkan masa muda mereka untuk Islam. Mereka bukan penggembira di pinggir panggung sejarah, tapi mereka adalah pemeran utama dalam pentas perjuangan.

Lalu, bagaimana dengan kita hari ini? Apakah kita masih layak disebut pemuda jika lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain game berjam-jam, menonton video tak bermanfaat, atau sekadar menjadi pengamat di media sosial tanpa kontribusi nyata untuk umat?

Baca Juga: Mendikdasmen Abdul Mu’ti Sebut Negara Hebat Dimulai dengan Pendidikannya

Pemuda Muslim: Lelaki Bermental Baja

Pemuda Muslim sejati tidak mudah runtuh oleh kesulitan. Mereka adalah lelaki dengan mental baja, bukan mental kerupuk. Mereka tak mudah patah oleh ejekan, tak goyah oleh godaan, dan tak retak hanya karena diuji sedikit ujian hidup. Mereka lebih sering menangis di sepertiga malam, bukan karena ditinggalkan kekasih, tapi karena khawatir dosa-dosa mereka belum diampuni Allah. Mereka takut amal belum cukup untuk membayar surga. Mereka sadar bahwa usia muda adalah kesempatan emas yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba di hadapan Rabbnya pada hari kiamat, sampai dia ditanya tentang lima perkara: tentang umurnya, untuk apa dia habiskan; tentang masa mudanya, untuk apa dia gunakan…” (HR. Tirmidzi)

Perhatikan! Masa muda menjadi salah satu pertanyaan tersendiri. Artinya, masa muda itu sangat berharga, sangat menentukan, dan sangat ditunggu kontribusinya. Maka pertanyaannya lagi, apakah masa muda kita sedang digunakan untuk berjuang atau justru sedang kita gadaikan demi kenyamanan duniawi?

Baca Juga: Tujuh Santri Al-Fatah Jambi Wakili Ponpes di Ajang MTQ Tingkat Kabupaten

Kenyamanan yang Menipu

Fenomena “mager” alias malas gerak kini menjadi penyakit akut di kalangan pemuda. Bangun siang, rebahan panjang, produktivitas nol. Mereka merasa telah melihat dunia lewat layar, padahal dunia nyata sedang menunggu aksi dan solusi. Mereka merasa sudah tahu segalanya dari YouTube dan TikTok, padahal ilmu sejati butuh guru, butuh murabbi, butuh lingkungan yang membimbing.

Gadget, bila tidak digunakan dengan bijak, bisa membunuh semangat juang. Ia seperti candu yang mematikan nalar kritis, memudarkan semangat amal, dan melemahkan tekad dakwah. Tidak salah menggunakan teknologi, tapi ketika teknologi mengendalikan jiwa, maka pemuda itu sudah kalah bahkan sebelum berperang.

Seorang pemuda tidak dilahirkan hanya untuk menjadi penonton sejarah. Kita diciptakan untuk menjadi pelaku sejarah. Setiap zaman melahirkan tantangannya sendiri, dan setiap zaman membutuhkan pejuangnya sendiri. Jika hari ini umat ini lemah, moral anak muda rapuh, dakwah lesu, maka jawabannya bukan dengan mengeluh, tapi dengan bergerak.

Baca Juga: Jangan Tunggu Tua Untuk Taat

Kita butuh pemuda yang siap berdiri di barisan depan, menata umat, menyebarkan cahaya Islam, dan menghidupkan ruh jihad—bukan dengan senjata, tapi dengan ilmu, akhlak, dan amal yang nyata. Kita butuh pemuda yang kuat iman, luas wawasan, tinggi akhlaknya, serta istiqamah di jalan perjuangan.

Berhenti Menjadi Generasi Cengeng

Pemuda sejati tidak baperan. Tidak mudah tersinggung. Tidak merasa cukup hanya karena sudah ikut satu majelis atau sekali dua kali ikut kegiatan dakwah. Pemuda pejuang siap ditegur, siap diarahkan, dan siap ditempa. Mereka tidak mundur hanya karena merasa tidak dianggap. Mereka tidak mencari popularitas, tapi mencari ridha Allah.

Umar bin Khattab pernah berkata, “Kami adalah kaum yang dimuliakan oleh Allah dengan Islam. Jika kami mencari kemuliaan selain dari Islam, maka Allah akan menghinakan kami.” Maka janganlah kamu cari pengakuan dari manusia, tapi carilah kemuliaan di hadapan Allah.

Baca Juga: Keluarga Tangguh Bebas Utang, Seruan Islam Untuk Hidup Berkah dan Terencana

Wahai para pemuda Muslim, bangkitlah! Jangan tunggu tua untuk bertaubat, jangan tunggu mapan untuk berdakwah, dan jangan tunggu sempurna untuk berbuat. Kita harus mulai dari diri sendiri. Mulai hari ini, jadikan waktu lebih bermakna. Isi harimu dengan belajar, mengaji, berdiskusi, berkontribusi, dan bersujud lebih lama. Gantilah waktu rebahanmu dengan rencana perubahan. Ubahlah waktumu yang dihabiskan untuk hiburan menjadi waktu yang melahirkan amal sholeh.

Kita tidak tahu kapan ajal datang. Bisa jadi besok. Bisa jadi malam ini. Apa yang sudah kita siapkan? Apa amal terbaik kita? Apakah kita akan wafat dalam keadaan mager dan tidak berguna untuk Islam?

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Gunakan lima perkara sebelum datang lima perkara: hidupmu sebelum matimu, sehatmu sebelum sakitmu, luangmu sebelum sibukmu, mudamu sebelum tuamu, dan kayamu sebelum miskinmu.” (HR. Al-Hakim)

Hadis ini seolah mengguncang hati setiap pemuda yang masih nyaman dalam kelalaian. Masa muda hanya datang sekali. Jangan sia-siakan!

Baca Juga: 5 Adab Penting yang Harus Diperhatikan Seorang Guru

Kamu pemuda atau penonton zaman? Jika kamu merasa telah menjadi penonton, saatnya kamu berubah. Jangan hanya menyaksikan perubahan, tapi jadilah bagian dari perubahan itu sendiri. Jangan hanya mengagumi pejuang, tapi jadilah pejuang. Jangan hanya memposting quote motivasi, tapi jadilah inspirasi.

Bangkitlah, wahai Syubbanul Muslimin! Dunia sedang menunggu kiprahmu. Umat menanti langkahmu. Dan Allah telah siapkan tempat mulia bagi mereka yang ikhlas berjuang di jalan-Nya.

Jadilah pemuda yang berjiwa langit, walau tinggal di bumi. Jadilah pemuda yang tangisnya karena dosa, bukan karena patah cinta. Jadilah pemuda yang aktif dalam amal, bukan aktif hanya di grup WhatsApp. Jadilah penulis sejarah, bukan penonton abadi. Kini saatnya kamu bangkit![]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: 61% Santri Al-Fatah Lampung Diterima di Perguruan Tinggi, Berbekal Jiwa Pesantren

 

Rekomendasi untuk Anda

MINA Edu
MINA Preneur
MINA Edu
MINA Preneur
MINA Edu