New York, MINA – Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Muhammad Tito Karnavian menjadi salah satu pembicara dalam Diskusi Panel yang diselenggarakan di Markas PBB New York, Senin 30 Oktober 2017.
Dalam kesempatan itu, Kapolri meminta negara-negara tidak memberi stigma kepada Islam dengan menolak anggapan aksi terorisme berkaitan dengan Islam atau sebaliknya.
“Terrorism is not Islam, and Islam is not terrorism (teroris bukan Islam dan Islam bukan teroris),” tegas Tito dalam diskusi yang dihadiri oleh 52 perwakilan dari negara-negara.
Menurutnya, hal ini penting, karena ternyata banyak negara yang belum tahu konsep jihad, sehingga Kapolri menyampaikan bahwa penting mengenali kenapa mereka berjihad, agar kita bisa mengetahui cara menetralisirnya.
Baca Juga: BRIN Kukuhkan Empat Profesor Riset Baru
“Hard approach (pendekatan keras) tidaklah efektif, karena hanya akan menimbulkan rasa kekecewaan dan kebencian,” ujarnya.
Tito juga membahas strategi dan melawan strategi pada jaringan teroris global dan pandangan tentang terorisme global yang telah menjadi isu utama dalam keamanan dunia Internasional saat ini.
Dia mengatakan kepada perwakilan PBB bahwa perlunya menjaga perdamaian dunia khususnya di negara-negara Islam.
“Perlunya menjaga perdamaian dunia khususnya di negara-negara Islam. PBB perlu memprioritaskan penyelesaian konflik warga Muslim karena ideologi radikal akan berkembang aktif dan mendapat panggung jika konflik tersebut terjadi,” katanya.
Baca Juga: Jateng Raih Dua Penghargaan Nasional, Bukti Komitmen di Bidang Kesehatan dan Keamanan Pangan
Menurutnya, fenomena terorisme global kontemporer ada dua gelombang besar di dalamnya, yaitu saat kemunculan Al Qaeda sebagai jaringan kelompok terorisme global pertama kali di dunia dan gelombang kedua sejak 2014 saat ISIS muncul sebagai ancaman baru bagi keamanan dunia.
“Konsep strategi ini, tidak hanya mengandalkan Hard approach. Penurunan kualitas dan jumlah serangan teror yang terjadi di Indonesia, mengingat terorisme global tidak bisa diselesaikan hanya dengan penggunaan senjata. Untuk itu perlu juga pendekatan lembut,” ujarnya.
Ia menjelaskan dalam pendekatan ini, ada lima langkah yang bisa ditempuh, yaitu kontra radikalisasi, deradikalisasi, kontra ideologi, menetralisir saluran dan menetralisir situasi yang mendukung penyebaran paham radikal.
Dalam diskusi tersebut, tampil sebagai pembicara adalah perwakilan tetap Indonesia untuk PBB HE. Dian Triansyah Djani, Sebagai Keynote Remarks Kepala Bidang Kebijakan dan Unit Koordinasi UNOCT Mr. Rafiuddin Shah (Pakistan), perwakilan Singapura untuk PBB HE Burhan Gafoor dan Kapolri Jenderal Tito.
Baca Juga: Pakar Timteng: Mayoritas Rakyat Suriah Menginginkan Perubahan
Selain mengikuti Diskusi Panel, Kapolri juga menyempatkan diri untuk melakukan pembicaraan dengan USG Dept. lapangan dukungan Mr Atul Khare untuk membahas kelanjutan pengiriman pasukan Polri untuk misi perdamaian dunia dan bertemu dengan USG UNOCT mr. Vladimir Voronkov guna berbagi informasi tentang penanganan terorisme global.
Pada kesempatan itu, Mr Voronkov menawarkan Jenderal Tito untuk berbicara dalam forum khusus semua negara anggota PBB tentan melawan terorisme yang diadakan PBB pada bulan Juni 2018 medatang di New York. (T/R10/R01/RS3)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Festival Harmoni Istiqlal, Menag: Masjid Bisa Jadi Tempat Perkawinan Budaya dan Agama