Jakarta, 20 Rabi’ul Awwal 1438/20 Desember 2016 (MINA) – Kapolri Jenderal Tito Karnavian dalam salah satu acara diskusi di Universitas Negeri Jakarta, Senin lalu mengatakan bahwa fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) soal haram bagi umat muslim mengenakan atribut non-Muslim bukan hukum positif di Indonesia, sehingga tidak bisa dijadikan rujukan.
Sementara itu Ketua MUI Ma’ruf Amin mengatakan, selama ini fatwa yang dikeluarkan oleh lembaganya biasa digunakan sebagai regulasi oleh beberapa kementerian, misalnya dalam kasus Gafatar, penggandaan uang, vaksin, halal, juga undang-undang, semuanya merujuk kepada fatwa MUI.
“Jangan karena fatwa MUI bukan hukum positif kemudian diabaikan, fatwa MUI biasa dijadikan regulasi kemudian jadi peraturan, seperti pada masa lalu,” ujar Maaruf saat melakukan penjelasan soal fatwa tersebut di Kantor MUI Pusat di Jakarta pada Selasa (20/12). Mi’raj Islamic News Agency (MINA) melaporkan.
Beberapa waktu lalu, Kapolri Jenderal Tito mengeluarkan teguran keras kepada Kapolres Metro Bekasi Kota dan Kapolres Kulonprogo, serta Yogyakarta yang mengeluarkan surat edaran imbauan merujuk dari Fatwa MUI Nomor 56 Tahun 2016 tentang hukum menggunakan atribut keagamaan non-Muslim, menurutnya, kepolisian tidak bisa mengeluarkan hal seperti itu dari rujukan fatwa MUI.
Baca Juga: Hingga November 2024, Angka PHK di Jakarta Tembus 14.501 orang.
Ma’aruf menilai, fatwa yang dikeluarkan MUI sama sekali tidak mencampuri urusan kepolisian, ia menyayangkan soal adanya sikap seperti itu. Ia juga menginginkan pihak kepolisian untuk ikut serta dalam mengawal fatwa MUI untuk memberikan perlindungan mencegah terjadinya pemaksaan yang berpotensi merusak kebhinekaan.
“MUI mengapresiasi kepada berbagai pihak khususnya jajaran kepolisian dan kepala daerah yang menjadikan fatwa ini menjadi rujukan dalam menjaga ketertiban kerukunan umat beragama,” kata Ma’aruf Amin.
Ia juga mengatakan bahwa fatwa MUI tidak menimbulkan polemik, karena fatwa ini ditujukan bagi umat Islam. “Hukum memakai atribut non-Muslim dikalangan umat Islam adalah haram. Ini menyangkut aqidah,” katanya. Jadi, lanjut Ma’aruf, ini tidak merusak kebhinekaan karena sudah menjadi realitas setiap agama itu memiliki identitas, tampil berbeda-beda.
MUI sendiri tidak setuju dengan adanya sweeping yang dilakukan oleh sejumlah ormas, menurutnya yang berwenang adalah pihak kepolisian, sementara itu ormas dibolehkan jika itu bersifat edukasi dan sosialisasi.
Baca Juga: Menag: Guru Adalah Obor Penyinar Kegelapan
MUI juga mengimbau bagi masyarakat Indonesia untuk melapor ke kantor MUI terdekat jika masih ada paksaan untuk memakai atribut non-Muslim di sekitarnya. (L/M09/P001)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: AWG Gelar Dauroh Akbar Internasional Baitul Maqdis di Masjid Terbesar Lampung