Oleh Illa Kartila – Redaktur Senior Miraj Islamic News Agency/MINA
Konflik Kashmir – persengketaan wilayah antara Pemerintah India, gerilyawan Kashmir dan Pemerintah Pakistan atas kendali terhadap Kashmir – telah berlangsung hampir 70 tahun, tetapi belum ada tanda-tanda sengketa tersebut akan berakhir.
Sengketa Kashmir adalah akibat dari perpecahan India dan Pakistan. Inggris meninggalkan India tahun 1947, membuat negara itu terpecah menjadi dua, mayoritas hindu membentuk negara India dan Muslim mendirikan Pakistan dengan batas wilayah masing-masing.
Sementara Kashmir adalah daerah tak bertuan yang akhirnya diklaim oleh kedua negara. India memasukkan Kashmir menjadi bagian dari wilayah mereka, memicu penentangan dari Pakistan, yang berujung dengan pecahnya perang.
Baca Juga: Indonesia, Pohon Palma, dan Kemakmuran Negara OKI
Berawal dari sengketa antar negara atas Kashmir antara India dan Pakistan sejak kedua negara ini terlibat perang tahun 1947, muncul konflik internal antara gerilyawan Kashmir karena beberapa mendukung akses Kashmir ke Pakistan, sementara lainnya mendukung kemerdekaan penuh Kashmir.
Akar konflik antara gerilyawan pemberontak Kashmir dan Pemerintah India adalah sebuah perselisihan atas otonomi lokal. Perubahan demokratis di Kashmir hingga akhir tahun 1970-an dan awal 1988, mengakibatkan banyak reformasi demokratis yang diberikan oleh Pemerintah India telah dibatalkan dan demonstrasi dibatasi.
Kondisi itu mengakibatkan peningkatan dramatis dalam dukungan terhadap pemberontak yang menghendaki pemisahan diri dari India, dengan cara kekerasan. Tahun 1987, sebuah jajak pendapat negara bagian yang disengketakan menciptakan sebuah katalis bagi para pemberontak – tapi kemudian menciptakan kelompok pemberontak bersenjata.
Bulan Juli 1988, serangkaian demonstrasi, pemogokan dan penyerangan terhadap Pemerintah India memulai kekacauan di Jammu-Kashmir, yang kemudian pada 1990-an meningkat menjadi masalah keamanan internal yang paling penting di India.
Baca Juga: Kemenangan Trump dan Harapan Komunitas Muslim Amerika
Gejolak di Jammu Kashmir telah menelan ribuan korban jiwa, tetapi sudah menjadi tidak terlalu mematikan dalam beberapa tahun terakhir. Telah ada gerakan-gerakan protes di wilayah Kashmir yang diperintah oleh India sejak tahun 1989. Gerakan-gerakan tersebut didirikan untuk menyuarakan selisih dan keluhan atas Pemerintahan India, terutama Militer India.
Pemerintah India kemudian menjadi konflik utama dan sumber kekerasan di wilayah itu sejak tahun 2002. India dan Pakistan sudah bertempur paling sedikit 3 kali atas masalah Kashmir, pada tahun 1947, 1965, dan 1999, dan sejak tahun 1984, kedua negara juga terlibat dalam beberapa pertempuran memperebutkan kuada atas Gletser Siachen.
Lembaga think-tank Amerika Serikat, Council on Foreign Relations mengatakan, gencatan senjata kedua negara pada 2003 sangat rapuh namun tetap dipertahankan kendati sering terjadi baku tembak di perbatasan.
India mengklaim seluruh negara Jammu serta Kashmir dan tahun 2010 memerintah sekitar 43 persen dari wilayah Kashmir, termasuk sebagian besar dari Jammu, Lembah Kashmir, Ladakh, dan Gletser Siachen. Klaim India ditentang oleh Pakistan, yang memerintah sekitar 37 persen dari wilayah Kasmir, yaitu: Azad Kashmir dan bagian utara dari Gilgit Baltistan.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-6] Tentang Halal dan Haram
Kembali Memanas
Kashmir terkenal dengan keanekaragaman budaya dan bahasanya. Lembah Kashmir dihuni mayoritas warga Muslim, sementara Jammu didominasi oleh warga Hindu dan Ladakh berpenduduk mayoritas penganut Buddha. Namun kekerasan yang kerap terjadi telah merusak tatanan masyarakat di wilayah ini.
Pemilihan umum yang diselenggarakan tahun 2008, yang secara umum dipandang adil oleh Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi, memiliki angka partisipasi pemilih yang tinggi meskipun ada ajakan dari militan untuk memboikot, dan menyebabkan Konferensi Nasional Jammu & Kashmir pro-India membentuk pemerintah di negara bagian tersebut.
Menurut Voice of America, beberapa pengamat menafsirkan angka tinggi pada pemilu sebagai tanda bahwa rakyat Kashmir telah mendukung pemerintahan India. Namun, Sajjad Lone, seorang pemimpin separatis Kashmir terkemuka, mengklaim bahwa “angka suara yang tinggi seharusnya tidak dianggap sebagai orang Kashmir tidak lagi menginginkan kemerdekaan”. Tahun 2009 dan 2010, kerusuhan meletus lagi.
Baca Juga: Perlindungan terhadap Jurnalis di Gaza
Kisruh India dan Pakistan terkait sengketa Kashmir kembali memanas dalam dua bulan terakhir ini. Upaya menahan diri dari konflik bersenjata gagal setelah kedua belah pihak baku tembak dan saling tuduh sebagai pemicu kekerasan.
Pada 18 September lalu salah satu serangan paling mematikan terjadi di Kashmir, membuka kembali konflik yang telah berusaha diredam. Serangan kelompok militan ke pos tentara India di Uri, dekat Garis Kendali itu merupakan yang terparah dalam puluhan tahun terakhir ini dan memicu ketegangan serta menewaskan 19 tentara India .
Pada 29 September, dua tentara Pakistan terbunuh dalam bentrok dengan pasukan India di perbatasan kedua negara. India menuding Pakistan mendukung terorisme dan mengangkat isu ini di PBB. Pakistan membantah tudingan tersebut.
Kekerasan separatisme di Kashmir menewaskan lebih dari 47 ribu orang sejak tahun 1989, jumlah ini belum termasuk mereka yang hilang selama konflik. Kelompok HAM dan LSM mencatat jumlah korban tewas dua kali lipat dari angka resmi tersebut.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Perang kedaulatan di Kashmir terus mendulang pertumpahan darah. Kali ini seorang tentara India ditemukan tewas dengan tubuh yang tak lagi utuh di wilayah Kupwara pada 28 Oktober lalu. Diyakini, jasad Manjeet Singh telah dimutilasi oleh militan Pakistan yang berhasil kabur saat bentrokan pecah.
Selain Manjeet, pertempuran di perbatasan line of control Kashmir juga menewaskan 15 militan Pakistan dan tiga tentara India lainnya, akibatnya ketegangan diprediksi akan semakin memanas. Kebencian India terhadap negara pecahannya itu juga kian mendalam, setelah serangan lalu. New Delhi yakin Pakistan terlibat dalam serangan itu, tetapi Islamabad menolak tuduhan itu.
Memicu Konflik Nuklir?
Akibat insiden tersebut di atas, India mengisolasi Pakistan di Uri. Dalam propagandanya, Pemerintah India menjuluki Pakistan sebagai induk terorisme. Mereka juga berusaha memboikot pertemuan tingkat tinggi Asosiasi Asia Selatan untuk Kerjasama Kawasan (SAARC) ke-19 yang digelar di Islamabad pada 15-16 November.
Baca Juga: Bukan Sekadar Pencari Nafkah: Inilah Peran Besar Ayah dalam Islam yang Sering Terlupakan!
SAARC adalah organisasi kerjasama negara-negara di Asia Selatan yang dibentuk di Dhaka, Bangladesh pada 1985. Kesekretariatannya berbasis di Kathmandu, Nepal. Ada delapan negara yang tergabung, antara lain Afghanistan, Bangladesh, Bhutan, Nepal, Maladewa, Sri Lanka, serta India dan Pakistan.
Tentara India dan Pakistan juga terlibat baku tembak di perbatasan yang dipersengketakan di Kashmir dan menewaskan sedikitnya 13 orang. Baku tembak yang terjadi akhir Oktober lalu memperparah konflik dua negara yang sudah memiliki senjata nuklir itu. Kedua negara saling melempar tuduhan siapa yang melanggar kesepakatan gencatan senjata 2003.
Di bagian diplomasi, hubungan keduanya telah terdampak dengan penarikan diplomat masing-masing. “Sedikitnya tujuh orang tewas dan lima terluka di wilayah Kahsmir dalam baku tembak tersebut, akibat serangan mortir yang diluncurkan militer India ke sektor Nakyal, Pakistan,” kata pejabat tinggi di Provinsi Punjab, Pawan Kotwal, kepada AFP .
Menurut Kotwal korban tewas dan cedera terus berjatuhan, penduduk desa jadi terbiasa dengan baku tembak. Sebagian warga memilih mengungsi ke wilayah yang lebih aman. Namun, mayoritas penduduk memilih bertahan di rumah mereka. “Sepertinya ada perang besar yang terjadi antara India dan Pakistan,” kata Muhammad Said, penduduk Desa Mohra di Pakistan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Perdana Menteri Pakistan dalam Sidang Umum PBB seperti dikutip dari BBC, menuding India tengah melakukan pembangunan senjata yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Ia pun menegaskan bahwa negaranya siap mengambil langkah prefentif yang dianggap pantas..
Sharif mengatakan bahwa Pakistan berkomitmen untuk pembentukan stabilitas strategis di kawasan dan tidak ingin terlibat perlombaan senjata dengan India. Ia menuduh India telah menciptakan kondisi yang tidak dapat diterima dalam pembicaraan apapun.
Di Garis Kontrol India, seperti dilansir AFP, pejabat India mengungkapkan, tujuh warga sipil tewas akibat serangan mortir Pakistan di Kashmir. Seorang gadis remaja meninggal dunia dan tiga orang dilaporkan terluka pada serangan baru-baru ini. Menurut pejabat kepolisian India, Pakistan meluncurkan artileri di Jammu dan Kashmir sebagai balasan atas serangan India.
Juru bicara militer India menyatakan, dua orang tewas di Kashmir akibat serangan Pakistan. India menuding Pakistan melanggar gencatan senjata. “Pasukan India membalas serangan itu dengan keras,” kata pejabat Kementerian Pertahanan India Manish Mehta, seperti dilansir Indian Express.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Dia menyebutkan, Pakistan menggunakan mortir dan India membalas serangan tersebut. Meningkatnya eskalasi baku tembak antara India-Pakistan dikhawatirkan akan memicu konflik nuklir antar kedua negara. New Delhi dan Islamabad juga saling memperkuat militer mereka dengan senjata nuklir. Kedua negara diperkirakan memiliki sekitar 130-an hulu ledak nuklir.
Konflik Kashmir selain telah menghabiskan banyak biaya, juga korban tewas di kedua belah pihak. Tahun 1984, berkecamuk perang di Siachen yang menewaskan lebih dari 4000 orang dan merupakan perang di front paling tinggi dalam sejarah (5.753 meter). Namun hingga kini, belum terlihat adanya titik penyelesaian perseteruan antara India dan Pakistan yang berlangsung sejak 1948 itu.
(R01/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan