Ketika seseorang berada dalam kelapangan dan kemudahan, diberi kemewahan dan kesenangan, sering ia mengatakan bahwa dirinya disayang oleh Allah Yang Maha Penyayang. Akan tetapi, apabila seseorang berada dalam kesulitan, tertimpa musibah dan bencana, disempitkan rizki dan dikurangi nikmatnya, tidak jarang seseorang mengatakan, Allah tidak sayang dan bahkan menghinakannya.
Ujian berupa musibah, bencana, wabah penyakit, sempitnya rizki, kekurangan harta benda dan mahalnya kesehatan sering kali membuat manusia merasa bahwa ia sedang mendapat hukuman dan kemarahan dari Allah. Apakah memang benar seperti itu?
Pada tulisan ini, penulis ingin mengajak pembaca untuk melihat dari sisi yang lain tentang musibah dan bencana. Karena bisa jadi, musibah, wabah dan berbagai macam bencana yang menimpa bukan sebuah bentuk kemarahan dan kehinaan, tetapi justru merupakan bentuk rahmat dan kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya.
Kasih sayang memang ada kalanya berbentuk kenikmatan. Namun, kasih sayang Allah juga bisa berupa musibah, bala dan bencana karena itu merupakan peringatan agar kita semua kembali kepada jalan yang lurus, bertaubat atas segala kesalahan dan dosa-dosa yang kita perbuat.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Maka, setiap momen apapun yang kita alami, baik itu berupa kemudahan dan kenikmatan, ataupun musibah dan bencana, seharusnya selalu membuat kita ingat akan sifat Rahman dan Rahim Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semua itu merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada manusia agar mereka semua di akhirat nanti mendapat ampunan, syafaat dan diselamatkan dari azab dan siksa yang sesungguhnya (neraka).
Mengingat Nikmat Allah di Tengah Musibah
Salah satu nikmat terbesar yang Allah berikan kepada hamba-nya, manusia adalah kesempatan untuk bertaubat dan beribadah kepada-Nya. Bertaubat dan beribadah menjadi kunci terbukanya pintu ampunan dan kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Untuk dapat bertaubat dan beribadah kepada-Nya, ada kalanya Allah memerintahkan melalui serangkaian ibadah yang dilakukan secara bersama-sama, berjamaah, di tengah keramaian, dan dilakukan pada waktu-waktu tertentu. Contoh ibadah itu salah satunya shalat berjamaah lima waktu, dilakukan di masjid, dan pada waktu-waktu yang telah ditetapkan. Demikian juga ibadah lain seperti puasa Ramadhan, ibadah haji, zakat dan lainnya, harus dilakukan bersama dan berjamaah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Ibadah lain (muamalah) yang menuntut dilakukan bersama-sama adalah kerja bakti, gotong royong membangun sekolah, jembatan dan fasilitas-fasilitas umum lainnya juga merupakan jalan menuju taubat dan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itu semua merupakan syariat dan sekaligus sebab terbukanya ampunan dan kasih sayang Allah.
Namun, selain itu semua, ada ibadah-ibadah pembuka pintu taubat dan kasih sayang Allah, yang dilakukan secara sendiri, dilakukan di kala sepi, dalam suasana sunyi, tidak diketahui dan tidak diperhatikan banyak orang, itulah zikir dan ibadah seorang hamba pada sepertiga malam terakhir.
Dalam berbagai riwayat, dijelaskan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala turun ke langit dunia, menyimak setiap lantunan doa hamba-hambanya yang mengiba, memohon dan memelas kepada-Nya di sepertiga malam itu, seraya berfirman, bahwa tidak ada hijab antara Allah dan seorang hamba yang beribadah dan berdoa di waktu istimewa tersebut.
Bukti Kasih Sayang Allah dalam Sebuah Bencana
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Ketahuilah bahwa di dalam musibah dan rasa sakit yang menimpa manusia, sesungguhnya itu semua dapat menjadi sarana penghapus dosa-dosa sekaligus menyucikan jiwa.
Baginda yang mulia, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa salam bersabda sebagaimana dikisahkan sahabat Abu Hurairah: “Tidaklah keletihan, kepayahan, kesedihan, gundah gulana, bahaya, menimpa seorang mukmin, sampai duri sekalipun yang menusuk seorang muslim, kecuali Allah akan mengampuni kesalahan-kesalahannnya dengan musibah tersebut.” (HR Muslim)
Pada kesempatan lain, Baginda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah engkau mencela penyakit demam, karena sesungguhnya penyakit demam itu menghapus dosa anak Adam sebagaimana bara api menghilangkan karatan besi.” (HR Muslim)
Jadi hikmah pertama datangnya musibah, wabah penyakit dan segala bentuk nestapa adalah dihapusnya dosa dan catatan kesalahan-kesalahan manusia.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Selain menggugurkan dosa-dosa, seseorang yang mampu bersikap sabar dengan hal tersebut akan mendapatkan pahala tak terhingga di akhirat.
Pahala bagi seseorang yang tertimpa penyakit di dunia tidak mampu dimiliki oleh orang orang yang sehat. Nabi bersabda: “Orang-orang yang dianugerahi kesehatan ketika di dunia, pada hari kiamat menginginkan agar kulit-kulit mereka dipotong-potong ketika di dunia dahulu, karena mereka melihat betapa besar pahala orang-orang yang tertimpa cobaan di dunia.” (HR Baihaqi)
Ujian berupa musibah dan bencana juga bisa jadi merupakan bentuk Allah mencintai kaum itu. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya besarnya pahala tergantung pada beratnya cobaan, sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, maka Allah akan mengujinya mendatangkan kepadanya musibah dan bencana, barangsiapa yang ridha dengan cobaan tersebut maka Allah pun ridha kepadanya, dan barangsiapa yang murka dan berkeluh kesah maka ia akan mendapatkan murka Allah.” (HR. Tirmidzi)
Maka, marilah kita menyikapi musibah yang terjadi di tengah-tengah kita ini dengan sikap ridha dan prasangka baik kepada Allah. Sikap ridha kepada takdir Allah akan melahirkan syukur dan tawakkal. Sementara berprasangka baik kepada Allah akan membuat kita semua optimis dalam menjalani kehidupan kita selanjutnya.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Yakinlah bahwa musibah ini akan segera berkakhir, kesulitan akan selalu dibarengi dengan banyak kemudahan dan setiap penderitaan yang kita rasakan insyaAllah akan menjadi penggugur dosa-dosa kita. Semoga kelak kita ketika kita menghadap-Nya di Yaumil Qiyamah, Allah limpahkan ampunan dan kasih sayang-Nya kepada kita.
Seorang ulama, KH Bahauddin Nur Salim (Gus Baha) mengatakan, orang baik bukanlah orang yang selalu mengerjakan amal kebaikan, tetapi orang baik adalah orang yang diampuni dosa-dosanya, mendapat syafaat dan ampunan serta dimasukkan ke dalam rahmat-Nya yaitu surga. (A/P2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat