Jakarta, MINA — Pola musim hujan yang tidak menentu di berbagai wilayah Indonesia dinilai berperan dalam meningkatnya kasus suspek chikungunya di awal tahun 2025. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut, tren ini harus diwaspadai meski dalam dua bulan terakhir angka kasus cenderung turun.
“Perubahan pola musim penghujan di Indonesia menjadi salah satu faktor meningkatnya kasus chikungunya,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, Senin (11/8).
Ia menegaskan, kewaspadaan perlu dijaga terutama di daerah dengan kasus tinggi.
Berdasarkan data Kemenkes, Jawa Barat mencatat jumlah suspek terbanyak dengan 6.674 kasus, disusul Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Banten.
Baca Juga: 10 Dai Muda Jambi Lolos Seleksi Nasional
Ahli Kesehatan Masyarakat, dr. Jusuf Kristiyanto, mengatakan curah hujan yang tidak teratur membuat lebih banyak tempat tergenang yang menjadi sarang nyamuk.
“Talang yang penuh air atau ban bekas bisa menjadi tempat berkembang biaknya jentik nyamuk pembawa virus,” tuturnya saat diwawancarai Pro 3 RRI.
Menurutnya, chikungunya ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Gejala utamanya mirip demam berdarah dengue (DBD), namun nyeri sendi biasanya lebih terasa.
“Kalau demam tidak turun selama tiga hari, segera periksakan diri ke rumah sakit,” katanya.
Baca Juga: BAZNAS Siapkan Lanjutan Bantuan Kemanusiaan untuk Gaza Lewat Udara dan Darat
Ia menambahkan, pemeriksaan trombosit penting untuk membedakan kedua penyakit tersebut. Pencegahan dilakukan dengan membersihkan lingkungan, termasuk menguras bak mandi, mengosongkan pot berisi air, dan mencuci tempat minum hewan peliharaan.
“Virus ini tidak menular dari manusia ke manusia. Penularan hanya lewat nyamuk, jadi pemberantasan vektor harus menjadi prioritas,” tegas dr. Jusuf. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: 50 Ribu Warga Bandung Siap Turun ke Jalan Bela Palestina 24 Agustus