Oleh Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Kasus pemerkosaan, secara umum memiliki cerita yang hampir sama, yaitu korbannya adalah wanita, pelakunya seorang pria atau beberapa pria, adanya tindak kekerasan, korba dilukai atau hingga dibunuh, korban mengalami gangguan psikis, dan akhirnya pelaku ditangkap.
Kasus pemerkosaan pun umumnya lebih cenderung hanya menjadi berita lokal, jika cara pemerkosaannya lebih kejam, biasanya bisa menjadi berita nasional.
Namun, beda dengan kasus pemerkosaan yang terjadi di India. Kini, kasus pemerkosaan yang terjadi di satu daerah pelosok di negara berpenduduk lebih 1,2 miliar jiwa itu, akan menjadi berita dunia.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Isu kekerasan seksual terhadap perempuan di India naik menjadi isu besar internasional, setelah seorang wanita muda yang diperkosa oleh enam orang di sebuah bus di Delhi pada Desember 2012, meninggal dunia.
Hal itu tidak hanya memantik kecaman dan protes luas di tingkat domestik, tapi juga tingkat global.
Lebih 34.000 Kasus pada 2015
Pada Selasa, 30 Agustus 2016, lembaga negara Biro Catatan Kriminal Nasional (NCRB) India merilis statistik bahwa setidaknya ada 34.651 kasus perkosaan yang dilaporkan di negara itu pada tahun lalu.
Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa
Usia korban perkosaan dari di bawah enam tahun hingga di atas 60 tahun. Statistik juga menunjukkan wanita usia 18-30 tahun menjadi jumlah korban terbesar dari serangan pemerkosaan, hampir 17.000 orang.
Angka ini mengalami sedikit penurunan dari jumlah tahun 2014 sebesar 36.735 kasus.
Sementara kasus percobaan pemerkosaan, ada 4.437 kasus yang dilaporkan tahun lalu.
Namun, pekerja hak asasi mengatakan, angka-angka tersebut mungkin tidak akurat, sebab stigma kejahatan seks membuat ada banyak kasus yang tidak dilaporkan.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Sekretaris Asosiasi Wanita Maju Seluruh India, Kavita Krishnan memperingatkan, bagaimanapun bahwa jumlah kasus harus dianalisis dengan hati-hati.
“Pemerkosaan sangat kurang dilaporkan,” katanya kepada Al Jazeera.
Ia mencontohkan seperti kasus kawin lari suka sama suka yang dilaporkan sebagai pemerkosaan oleh orang tua gadis.
Shreya Jani yang menjalankan pendidikan perdamaian LSM di New Delhi mengatakan, di masa lalu, melaporkan dan mendiskusikan kejahatan seksual itu dianggap “tabu” oleh masyarakat, sehingga banyak kasus yang tidak dilaporkan karena dianggap aib, terutama bagi keluarga korban.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Bukan yang Terbanyak
Meski banyak kasus pemerkosaan yang terjadi di India dan dilaporkan secara luas oleh media-media lokal dan dunia, tetapi India bukanlah negara yang memiliki jumlah kasus pemerkosaan terbanyak di dunia.
Menurut data yang dirilis oleh Wonders List pada Maret 2015, India menempati urutan keempat setelah Amerika Serikat (AS), Afrika Selatan dan Swedia. Namun, jumlah kasus yang disuguhkan masih berdasarkan data tahun 2012 dengan 24.923 kasus yang dilaporkan.
Di Amerika Serikat dengan penduduk 318.9 jiwa (2014), menurut Survei Nasional Kekerasan Terhadap Wanita, 1 dari 6 perempuan AS dan 1 dari 33 pria AS telah mengalami percobaan pemerkosaan. Lebih dari seperempat wanita usia perguruan tinggi melaporkan telah mengalami pemerkosaan atau upaya perkosaan sejak usia 14 tahun.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Di Afrika Selatan, data 2012 saja menunjukkan sekitar 65 ribu kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual lainnya. Insiden pemerkosaan telah menyebabkan negara itu disebut sebagai “ibukota pemerkosaan dunia”. Dan Afrika Selatan memiliki insiden tertinggi pemerkosaan terhadap anak dan bayi di dunia.
Sementara itu, Swedia memiliki insiden pemerkosaan tertinggi yang dilaporkan di Eropa. Satu di antara setiap empat perempuan menjadi korban perkosaan di Swedia pada tahun 2010.
Setelah India di urutan keempat, ada enam negara lainnya yang memiliki tingkat pemerkosaan tertinggi dalam 10 besar versi situs Wonders List, di antaranya Inggris, Jerman, Perancis, Kanada, Srilanka, dan Ethiopia.
Pemerkosaan Desember 2012
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Pada tanggal 16 Desember 2012 di New Delhi, terjadi pemerkosaan fatal di lingkungan Munirka. Insiden itu terjadi ketika seorang perempuan magang fisioterapi usia 23 tahun, Jyoti Singh, dipukuli, diperkosa, dan disiksa dalam bus swasta. Saat itu ia bepergian bersama temannya. Ada enam orang lain di dalam bus, termasuk sopir, semuanya memperkosa Jyoti dan mengalahkan temannya.
Tiga belas hari setelah serangan itu, ia dipindahkan ke sebuah rumah sakit di Singapura untuk perawatan darurat, tetapi ia meninggal karena luka-lukanya dua hari kemudian.
Insiden ini membuat masyarakat luas skala nasional dan internasional mengutuk aksi pemerkosaan kejam itu.
Selanjutnya, protes publik terhadap pemerintah negara bagian dan pusat terjadi karena gagal untuk memberikan keamanan yang memadai bagi perempuan di New Delhi. Ribuan demonstran bentrok dengan aparat keamanan.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Protes serupa terjadi di kota-kota besar di seluruh India. Karena India tidak mengizinkan pers untuk mempublikasikan nama korban pemerkosaan, akhirnya korban lebih dikenal luas sebagai “Nirbhaya”, yang berarti “tak kenal takut”, hidup dan kematiannya menjadi simbol perjuangan perempuan untuk mengakhiri praktek perkosaan.
Telah lama di India, kasus perkosaan justeru menyalahkan korban, bukan pelaku.
Semua terdakwa pelaku pemerkosaan terhadap Jyoti Singh ditangkap dan didakwa dengan penyerangan seksual dan pembunuhan.
Salah satu terdakwa meninggal di penjara karena bunuh diri pada Maret 2013.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Kelima terdakwa lainnya diadili di pengadilan jalur cepat. Pelaku yang masih remaja divonis tiga tahun penjara. Keempat terdakwa lainnya dihukum gantung pada September 2013.
Langkah Pemerintah India
Sebagai hasil dari protes, pada Desember 2012, sebuah komite peradilan dibentuk untuk mempelajari dan mengambil saran publik sebagai cara terbaik untuk mengubah undang-undang yang bertujuan bisa melakukan penyelidikan cepat dan penuntutan pelaku kejahatan seks.
Setelah mempertimbangkan sekitar 80.000 saran, panitia menyerahkan laporan yang menunjukkan bahwa kegagalan pemerintah dan polisi adalah akar penyebab di balik kejahatan terhadap perempuan.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Pada tahun 2013, Hukum Pidana (Amandemen) Ordonansi 2013 diumumkan secara resmi oleh Presiden Pranab Mukherjee, beberapa undang-undang baru disahkan, dan enam pengadilan jalur cepat baru dibentuk untuk mendengar laporan kasus pemerkosaan.
Meski kritikus berpendapat bahwa sistem hukum tetap lambat untuk mendengar dan menuntut kasus pemerkosaan, tapi sebagian besar setuju bahwa kasus ini telah menghasilkan peningkatan yang luar biasa. Statistik menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan jumlah perempuan yang bersedia mengajukan laporan kejahatan seksual.
Pada bulan Juni 2016, parlemen India meloloskan undang-undang untuk menginstal kembali tombol panik dan perangkat darurat lainnya pada bus yang bisa memberi tahu polisi jika terjadi serangan seksual.
Negara ini juga mengeluarkan peraturan lain yang mewajibkan semua ponsel yang dijual di negara tersebut terhitung 2017, untuk menyediakan tombol panik. Terhitung 2018, ponsel diatur untuk menyertakan sistem navigasi GPS.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Sementara itu di negara bagian Madhya Pradesh, setelah terjadi pemerkosaan terhadap gadis kecil tiga tahun yang dibuang di semak-semak (31 Agustus 2016), Menteri Perempuan dan Kesejahteraan Anak negara bagian itu, Archana Chitnis dan pejabat senior kepolisian sepakat akan menyelidiki kepolisian yang lambat merespon panggilan darurat dari masyarakat. (P001/R02)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)