Oleh : Ali Farkhan Tsani, Wartawan Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency)
Pernyataan dan aksi penolakan terhadap kedatangan Timnas Israel ke Indonesia pada Piala Dunia Sepakbola U-20, tanggal 20 Mei-11 Juni 2023 mendatang, semakin menguat.
Pernyataan penolakan datang dari para petinggi partai, ormas Islam, majelis ulama, anggota parlemen, gubernur, lembaga swadaya masyarakat, tokoh hingga masyarakat luas.
Kalau kita membaca kembali sejarah bangsa ini, teringat pada semboyan terkenal “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”, atau biasa disingkat Jasmerah. Semboyan yang diucapkan Presiden I RI, Ir. Soekarno, dalam pidatonya pada Hari Ulang Tahun (HUT) RI, tanggal 17 Agustus 1966.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Di antara ucapan bersejarah itu adalah, bagaimana sikap founding fathers bangsa Indonesia ini, Presiden Soekarno yang bersikap tegas, melarang Timnas Indonesia bertanding melawan Israel. Ini terjadi pada Kualifikasi Piala Dunia 1958.
Dalam sebuah artikel berjudul Kisah Presiden Soekarno Melarang Timnas Indonesia Bertanding Melawan Israel, tapi Sekarang?, (Bolatimes, Selasa, 28 Juni 2022), mengungkapkan bagaimana Presiden Soekarno mengambil sikap yang sangat tegas terhadap Timnas Israel.
Momen itu terjadi ketika timnas Indonesia asuhan Anton Pogacnik, pelatih asal Kroasia, yang tergabung dalam satu group bersama Sudan, Mesir dan Israel.
Andai menang pada babak ini, Timnas Indonesia punya kesempatan besar melaju ke putaran final Piala Dunia 1958 di Swedia. Akan tetapi, timnas Indonesia memilih menolak bertanding alias memboikot melawan timnas Israel. Tiket untuk lolos ke Piala Dunia 1958 pun sirna. Keputusan boikot ini atas perintah langsung dari Presiden Soekarno.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Indonesia saat itu menolak untuk main di Jakarta atau di Tel Aviv. Indonesia hanya mau bermain di tempat netral, dan tanpa lagu kebangsaan. Namun Israel dan FIFA menolak usulan Indonesia.
Sudan dan Mesir, yang satu group dengan Indonesia, demi solidaritas terhadap Palestina, waktu itu juga melakukan aksi yang sama, memboikot timnas Israel.
Israel pun menjadi juara grup tanpa satu kali pun bertanding di lapangan. Namun, Israel belum dapat melaju ke putaran final Piala Dunia 1958. Sebab, sesuai aturan FIFA, syarat tim yang lolos ke Piala Dunia, minimal harus mengikuti satu pertandingan babak kualifikasi.
Pada akhirnya, FIFA memutuskan Israel harus bertanding memperebutkan tiket, menghadapi tim yang tidak lolos Zona Eropa, tapi memiliki nilai tertinggi di fase kualifikasi, yaitu Timnas Wales.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Duel Israel vs Wales pun digelar dalam dua leg, tanggal 15 Januari 1958 di Tel Aviv, serta 5 Februari 1958 di Cardiff. Wales sukses memenangkan dua pertandingan itu dengan skor agregat 2-0. Sehingga lolos ke babak 16 besar Piala Dunia 1958. Israel pun tersingkir.
Berikutnya, Presiden kita Bung Karno juga dengan tegas melarang kedatangan salah satu negara peserta, Timnas Israel pada gelaran pesta olahraga Asia, Asian Games IV di Jakarta 24 Agustus – 4 September 1962.
Pemerintah Indonesia saat itu menolak untuk mengeluarkan visa bagi delegasi dari Israel. Ada tekanan kuat juga dari negara-negara kawasan Arab kala itu.
Kebijakan Indonesia memboikot atlet Israel ini, dianggap menyalahi aturan Olimpiade. Indonesia pun terpaksa harus menghadapi konsekuensi dari Komite Olimpiade Internasional (International Olympic Committee/IOC). IOC pun menarik diri sebagai pelindung Asian Games IV saat itu.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
IOC bahkan melarang benderanya dikibarkan di Jakarta. Puncaknya, Indonesia pun keluar dari IOC. Indonesia juga mendapat sanksi berupa denda administratif sebesar 5.000 franc Swiss (kalau dirupiahkan sekarang, sekitar Rp81,5 juta), karena melanggar Pasal 6 Peraturan FIFA.
Pasal ini, terkait hukuman kepada negara yang mengundurkan diri ketika sudah memainkan pertandingan Kualifikasi Piala Dunia. Bung Karno, dengan integritas kebangsaannya, menerima konsekwensi itu.
Setahun kemudian, Bung Karno malah menyelenggarakan kejuaraan tandingan, Pesta Olahraga Negara-Negara Berkembang atau Games of the New Emerging Forces (GANEFO) I di Jakarta 10-22 November 1962.
Acara olahraga ini berjalan sukses, dengan partisipasi 2.700 atlet dari 51 negara di dunia, tanpa Israel.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Kejuaraan berlanjut ke GANEFO II di Phnom Penh, Kamboja, tanggal 25 November – 6 Desember 1966. Hadir sebagai peserta 2.000 atlet dari 17 negara.
Begitulah, memang Presiden Soekarno paling tegas dalam membela perjuangan bangsa-bangsa tertindas, termasuk dalam membela dan mendukung perjuangan rakyat dan bangsa Palestina.
Dalam Studi Lutan dan Huebner, melalui pendekatan geopolitik, fungsi Asian Games 1962 merupakan senjata Presiden Soekarno untuk membawa Indonesia ke peta politik kawasan dan dunia. (Muhammad Yuanda Zara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, Patrawidya, Vol. 19, No. 2, Agustus 2018).
Hutang Sejarah
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Apa yang pernah dikerjakan oleh Presiden I Republik Indonesia, Bung Karno, menjadi sejarah panjang dukungan Indonesia terhadap Palestina, yang harus terus dilanjutkan oleh generasi berikutnya.
Bung Karno pun pada tahun 1962 itu dengan tegas menyatakan, “Selama kemerdekaan bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menantang penjajahan Israel.”
Kini, kita sebagai bangsa Indonesia masih memiliki hutang sejarah kemerdekaan kepada rakyat Palestina. Perjuangan rakyat Palestina adalah perjuangan kita semuanya.
Terlebih Indonesia dan Israel memang tidak memiliki hubungan diplomatik sejak awal kemerdekaan Indonesia 1945. Indonesia menganggap Israel menjajah wilayah Palestina, dan itu bertentangan dengan sikap anti-kolonialisme Republik Indonesia.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Ini sebagaimana tercantum di dalam Landasan Konstitusi Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan, “Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” (A/RS2/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati