Oleh: Rohullah Fauziah Alhakim
Sebentar lagi umat Kristiani akan merayakan hari raya Natal yang jatuh pada 25 Desember. Sudah terlihat dimana-mana orang sibuk mempersiapkan perlengkapan dan atribut-atributnya.
Di berbagai tempat telah dihiasi dengan aksesoris Natal, serta banyak pusat perbelanjaan yang memberikan diskon khusus Natal.
Yang menjadi masalah besar disini adalah bolehkah seorang Muslim mengikuti tradisi tersebut? Bolehkah seorang Muslim menggunakan atribut Natal? Bolehkah seorang Muslim memberi ucapan selamat Natal? bolehkah seorang Muslim ikut serta merayakannya?
Baca Juga: Melihat Mona Lisa Di Musée Du Louvre Paris
Banyak orang yang menganggap hal itu sepele, misalnya mengucapkan selamat Natal dan menggunakan atribut-atribut Natal, seperti topi dan kostum Sinterklas.
Tidak sedikit orang yang mengatakan hal tersebut sebagai sikap toleransi antar umat beragama. Memang, toleransi beragama dijunjung tinggi oleh syari’at, asal di dalamnya tidak terdapat penyelisihan syari’at. Bentuk toleransi bisa juga dengan membiarkan saja mereka berhari raya tanpa turut serta dalam acara mereka, termasuk tidak perlu ada ucapan selamat.
Islam mengajarkan kemuliaan dan akhlak-akhlak terpuji. Tidak hanya perlakuan baik terhadap sesama Muslim, namun juga kepada orang kafir. Bahkan seorang Muslim dianjurkan berbuat baik kepada orang-orang kafir, selama orang-orang kafir tidak memerangi kaum Muslimin.
Baca Juga: Pagar Laut Tangerang Dibongkar, Tapi Siapa Aktor Pembuatnya?
Pakaian Mencerminkan Identitas Agama
Penggunaan atribut Natal sekarang menjadi buah bibir masyarakat, banyak perusahaan-perusahaan terutama di pusat perbelanjaan yang membuat aturan supaya pegawainya menggunakan atribut Natal. Tidak masalah jika pegawainya itu non-Muslim, tapi bagaimana jika karyawannya itu beragama Islam?
Sebagai seorang Muslim sudah seharusnya bangga terhadap agamanya yang diimplementasikan dengan berpenampilan yang mencirikan keislamannya.
Allah telah menetapkan berbagai ciri khas seorang Muslim yang membedakannya dari orang-orang non Muslim.
Baca Juga: Warga Gaza Hadapi Gencatan Senjata, Antara Suka dan Duka
Dari sisi bisnis dan muamalah, Islam menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba yang merupakan warisan orang-orang jahiliyah. Dari sisi busana, Islam memerintahkan umatnya untuk menggunakan busana yang menutup auratnya kecuali terhadap orang-orang yang diperbolehkan melihatnya dari kalangan anggota keluarganya. Dari sisi penampilan, Islam meminta kepada seorang Muslim untuk memelihara jenggot dan mencukur kumis.
Islam meminta setiap umatnya untuk bisa membedakan penampilannya dari orang-orang non Muslim, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Allaihi Wasallam,”Bedakanlah dirimu dari orang-orang musyrik, panjangkanlah jenggot dan cukurlah kumis.” (Muttafaq Alaih).
Islam melarang umatnya untuk meniru-niru berbagai prilaku yang menjadi bagian ritual keagamaan tertentu diluar Islam atau mengenakan simbol-simbol yang menjadi ciri khas mereka seperti mengenakan salib atau pakaian khas mereka.
Terkadang seorang Muslim juga mengenakan topi dan pakaian Sinterklas didalam suatu pesta perayaan Natal dengan teman-teman atau bossnya, untuk menyambut para tamu perusahaan yang datang atau yang lainnya.
Baca Juga: Bencana Kebakaran Los Angeles dalam Perspektif Al-Qur’an
Topi tidur dengan pakaian merah yang biasa dikenakan sinterklas ini sudah menjadi ciri khas orang-orang Nasrani yang hanya ada pada saat perayaan Hari Natal sehingga dilarang bagi setiap Muslim mengenakannya dikarenakan termasuk didalam meniru-niru suatu kaum diluar Islam, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”Siapa yang meniru suatu kaum maka ia adalah bagian dari mereka.” (Muttafaq Alaih).
Natal Bukan Hari Raya Umat Islam
Muslimin dan Muslimat yang dirahmati Allah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa perayaan bagi kaum Muslimin hanya ada dua, yaitu hari Idul fitri dan hari Idul Adha.
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata : “Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata : Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya kurban (‘Idul Adha) dan hari raya ‘Idul Fitri” (HR. Ahmad, shahih).
Baca Juga: Pertukaran Tahanan, Bagaimana Nasib Jenazah Al-Sinwar?
Sebagai Muslim yang taat, cukuplah petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi sebaik-baik petunjuk.
Ikut Merayakan Natal , No!!!
Loyal (wala) tidaklah sama dengan berbuat baik (ihsan). Wala memiliki arti loyal, menolong, atau memuliakan orang yang dicintai,
sehingga apabila wala terhadap seseorang, akan tumbuh rasa cinta kepada orang tersebut. Oleh karena itu, para kekasih Allah juga disebut dengan wali-wali Allah.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-41] Menundukkan Hawa Nafsu
Ketika mengucapkan selamat Natal, hal itu dapat menumbuhkan rasa cinta perlahan-lahan kepada mereka. Mungkin sebagian mengingkari, yang diucapkan hanya sekedar di lisan saja. Padahal seorang Muslim diperintahkan untuk mengingkari sesembahan-sesembahan oarang kafir.
Allah Ta’ala berfirman,
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَاء مِنكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاء أَبَداً حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (Qs. Al Mumtahanah: 4).
Baca Juga: Potret Ademnya Masjid Tuo Al-Khairiyah di Tapaktuan
Ketika mengucapkan selamat atas sesuatu, pada hakekatnya memberikan suatu ucapan penghargaan. Misalnya ucapan selamat kepada teman yang telah lulus dari kuliahnya saat di wisuda.
Begitu juga dengan seorang yang Muslim mengucapkan selamat Natal kepada seorang nashrani. Seakan-akan orang yang mengucapkannya, menyematkan kalimat setuju akan kekufuran mereka. Karena mereka menganggap bahwa hari Natal adalah hari kelahiran tuhan mereka, yaitu Nabi Isa ‘Alaihish shalatu wa sallam. Dan mereka menganggap Nabi Isa adalah tuhan mereka. Bukankah hal ini adalah kekufuran yang sangat jelas dan nyata?
Baca Juga: Pengusiran Jurnalis di Konferensi Pers Menlu AS dan Seruan Keadilan untuk Palestina
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman,
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Bagimu agamamu, bagiku agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 6).
Baca Juga: Genjatan Senjata di Masa Nabi Muhammad
Wahai Muslim yang dicintai Allah, sebagai Umat Islam haruslah patuh dengan apa yang Allah perintahkan dan Allah larangkan dan lakukanlah apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah.
Banyak-banyaklah beristighfar, begitu banyak dosa yang tanpa sadar telah dilakukan.
Semoga Allah selalu mengampuni dosa hambanya. Wallahualam bishawab. (P006/R03)
(Disarikan dari berbagai sumber)
Baca Juga: Hubungan Kebakaran di Los Angeles dengan Gencatan Senjata di Gaza: Sebuah Perspektif Global
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)