Oleh Ganjar Darussalam, Aktivis Aqsa Working Group (AWG) Jawa Barat
Di era digital yang serba cepat ini, perkembangan Teknologi Informasi yang tidak terbendung ini, kita sering kali dihadapkan pada berbagai opini, kritik, dan perdebatan di media sosial maupun dalam kehidupan sehari-hari. Tidak jarang, respons yang muncul lebih banyak diwarnai oleh emosional tanpa makna dibandingkan dengan tindakan nyata.
Setiap orang saat ini sudah seperti ahli, seperti pakar, menjadi pemerhati dalam setiap aspek kehidupan berbangsa, bernegara dan beragama. Tak bedasar tidak ada landasan ilmu dan pengetahuan mengutamakan opini secara subyektif bahkan dengan Bahasa provokatif. Inilah saatnya kita kaum Muslimin mengubah paradigma: Saatnya Berperan, Bukan Baperan.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam menghadapi situasi di atas, antara lain :
Baca Juga: Pesan Tabligh Akbar 1446H, Sambut Ramadhan dengan Kesucian Hati
Mengelola Emosi dalam Menyikapi Kritikan
Setiap individu pasti pernah menerima kritik, baik yang membangun maupun yang menjatuhkan. Namun, reaksi yang muncul sering kali lebih mengarah pada perasaan tersinggung daripada mencari solusi. Jika diri kita ingin menjadi pemenang, kita harus belajar menerima kritik dengan bijak dan menggunakannya sebagai bahan evaluasi diri. Alih-alih tersinggung, kita bisa bertanya: Apa yang bisa saya perbaiki? atau Bagaimana saya bisa bertindak lebih baik?
Seperti hadits dari Mu’adz bin Anas Al-Juhani RA
Rasulullah SAW bersabda:
Baca Juga: Peran Strategis Keluarga dalam Pengembangan Literasi Umat Menuju Masyarakat Madani
مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللهُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ مَا شَاءَ.
Artinya: “Barangsiapa menahan amarah padahal ia mampu melakukannya, pada hari Kiamat Allah akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk, kemudian Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang ia sukai.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).
Fokus pada Kontribusi Nyata
Daripada membuang energi untuk merasa sakit hati atau berdebat tanpa arah, lebih baik kita fokus pada aksi nyata. Jika ada suatu permasalahan di sekitar kita, mari berkontribusi dalam mencari solusinya. Tidak perlu menunggu sempurna untuk mulai bertindak; langkah kecil yang dilakukan secara konsisten jauh lebih berarti daripada sekadar mengeluh.
Baca Juga: Kejahatan Zionis di Era Digital
Imam Abu Hamid Al Ghazali berpandangan bahwa berdebat pada perkara khilafiyah (perkara yang di dalamnya terdapat ragam pandangan) mengandung bahaya dan keburukan.
Salah satunya ialah memunculkan sikap mencari-cari kelemahan lawan di antara kaum Muslim yang sedang berdebat. Padahal, Allah SWT berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kalian mengintip dan memata-matai kelemahan orang lain…” (QS Al Hujurat ayat 12)
Baca Juga: Menjaga Kesehatan Saat Menghadiri Tabligh Akbar: Ini 7 Kiatnya
Membangun Mentalitas Positif
Mentalitas baperan sering kali muncul karena kurangnya kepercayaan diri dan ketahanan mental. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk terus mengembangkan diri, baik melalui membaca, belajar, maupun berinteraksi dengan lingkungan yang positif. Dengan memiliki pola pikir berkembang (growth mindset), kita akan lebih siap menghadapi tantangan dan melihat setiap kritik sebagai peluang untuk bertumbuh.
Sejalan dengan hal diatas ada ungkapan kutipan dari seorang filsuf Yunani “orang pandai belajar dari pengalamannya dan orang bijak belajar dari pengalaman orang lain, tetapi orang bodoh tidak belajar apapun”.
Menjadi Agen Perubahan
Baca Juga: Silaturahim Membuka Pintu Keberkahan
Setiap individu memiliki peran dalam membangun kehidupan masyarakat yang lebih baik. Dengan bersikap proaktif dan solutif, kita bisa menjadi inspirasi bagi orang lain. Mulailah dari hal-hal kecil, seperti berdiskusi dengan cara yang konstruktif, kurangi bercanda yang berlebihan, membantu orang lain disekitar kita, atau berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Ketika kita fokus pada peran kita dalam membawa perubahan, kita tidak akan mudah terjebak dalam perasaan negatif.
Adapun pesan yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini “Jangan takut pada perubahan, itu adalah bagian dari pertumbuhan.” Selama kita diberikan kesempatan hidup oleh Allah SWT maka selama itu pula perubahan harus kita upayakan.
Baper hanya akan menghambat kita untuk maju, sementara peran aktif dalam kehidupan akan membawa dampak positif. Saatnya kita beralih dari reaktif menjadi proaktif, dari mudah tersinggung menjadi lebih bijak, dan dari sekadar mengeluh menjadi solusi. Dunia membutuhkan lebih banyak orang yang berperan, bukan baperan! []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ini Dia Para Pembicara Tabligh Akbar dari Luar Negeri