KBRI Riyadh Berhasil Selamatkan Dua WNI dari Hukuman Mati

Riyadh, MINA – Dua WNI asal Sumbawa, NTB di Arab Saudi, Sumiyati binti Muhammad Amin dan Masani binti Syamsuddin Umar, lolos dari hukuman mati setelah Pengadilan Banding menolak tuntutan qisas terhadap keduanya.

Keduanya mengucapkan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang telah menugaskan seorang Duta Besar dan para Diplomat KBRI di Riyadh, yang sangat menaruh perhatian terhadap nasib para WNI yang sedang terdera kasus hukum.

Sumiyati dan Masani menyampaikan ucapan apresiasi tersebut di acara Buka Puasa Bersama sekaligus pamitan perpisahan dengan KBRI dan 300 WNI Ekspatriat Indonesia yang hadir di Aula KBRI di Riyadh.

Berdasarkan keterangan pers Kemlu RI, Senin (4/6), kasus hukumnya bermula saat keduanya ditangkap aparat kepolisian Saudi atas tuduhan bersekongkol melakukan sihir/santet, sehingga anak majikan menderita sakit permanen.

Baca Juga:  Investigasi AS atas Kejahatan Perang di Gaza Masih Berlangsung

Keduanya juga dituduh bersekongkol membunuh ibu majikannya dengan cara menyuntikan zat lain dicampur dengan insulin ke tubuh ibu majikan yang menderita diabetes, yang mengakibatkan korban meninggal dunia.

KBRI Riyadh melakukan pendampingan intensif bagi kedua WNI dalam menjalani proses hukum di persidangan dan secara rutin melakukan kunjungan penjara untuk membekali keduanya dalam menghadapi proses pemeriksaan persidangan.

Pada sidang ke-10 (20/02/2016), Pengadilan Pidana kota Dawadmi memutuskan perkara kasus sihir dengan menjatuhkan hukuman ta’zir (dera), masing-masing dihukum penjara di Kota Dawadmi selama 1,5 tahun untuk Sumiyati dan 1 tahun untuk Masani.

Putusan tersebut didasarkan bukti pengakuan kedua WNI saat di penyidikan yang dilegalisasi pengadilan.

Baca Juga:  Dewan Islam AS Kecam Tajikistan Larang Penggunaan Hijab

Pada persidangan 10 Agustus 2017, pengadilan memutuskan untuk menolak tuntutan qisas terhadap kedua WNI dengan alasan karena salah seorang ahli waris, Sinhaj Al Otaibi  di depan persidangan menegaskan bahwa ia mencabut hak tuntutan qisas terhadap kedua WNI tanpa menuntut konpensasi apa pun.

Dubes Maftuh Abegebriel yang juga dosen Hadis Hukum di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menjelaskan, sebuah tuntutan qisas harus dilakukan secara konsensus di antara para ahli waris korban dan tidak boleh ada dissenting opinion. Apabila ada salah satu anggota keluarga mencabut maka tuntutan tersebut menjadi gugur. Itu ada ketentuan yang sangat dikenal dalam “al-Tasyri’ al-Jina’iy” atau hukum pidana Islam.

Baca Juga:  PBB Ingatkan Ancaman Bencana Perang Israel-Hizbullah Lebanon

Atas putusan tersebut, keluarga lain yang dimotori oleh Fahad Al-Otaibi bersikukuh mengajukan banding, tapi Pengadilan Banding pada akhir tahun 2017 menguatkan putusan Pengadilan Pidana Dawadmi yang menolak tuntutan qisas terhadap kedua WNI yang masih bersaudara itu.

Berangkat dari putusan yang berkekuatan hukum tetap, KBRI melanjutkan proses pencabutan tindakan pencegahan kedua WNI keluar dari Arab dan pengajuan proses exit permit dari kantor imigrasi.

Dubes Maftuh juga menjelaskan bahwa kepulangan dua WNI ini akan didampingi langsung oleh Atase Hukum KBRI Riyadh, Muhibuddin Thaib, seorang jaksa karir dari Gedung Bundar Kejaksaan Agung yang pernah bertugas di KPK. (R/R04/RI-1)

Mi’raj News Agency (MINA) 

Wartawan: Nidiya Fitriyah

Editor: Rudi Hendrik

Comments: 0