Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kebohongan Yahudi Sebagai Bangsa Terpilih (Oleh: Imaam Yakhsyallah Mansur)

Widi Kusnadi - Rabu, 23 Juni 2021 - 17:44 WIB

Rabu, 23 Juni 2021 - 17:44 WIB

120 Views

Para tokoh Zionis dan pendukung-pendukungnya mengklaim bahwa orang-orang Yahudi adalah bangsa yang dipilih Tuhan (choosen nation). Pasalnya karena mereka merasa diberi keutamaan oleh Allah dibanding dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

“Bangsa Pilihan” adalah sebuah kepercayaan bahwa Yahudi, melalui keturunan dari Nabi Ya’kub Alaihi salam, adalah bangsa dipilih dalam sebuah janji dengan Allah. Pemikiran bahwa bangsa Israel dipilih oleh Allah disebutkan ditemukan di Kitab Ulangan (14:2) dengan sebutan “Bahar”. Sementara dalam kitab lainnya (Keluaran 19:6 dan 7:7-8) dalam bahasa Ibrani menggunakan istilah “Bangsa Kudus”. Mereka juga mengklaim bahwa dalam kitab suci umat Islam (Al-Quran)  mengabarkan hal itu pula.

Dari klaim itu, mereka membuat konspirasi untuk mengatur manusia dan menguasai dunia dengan berbagai cara, termasuk perbuatan keji sekalipun. Orang-orang di luar bangsa Yahudi dianggap sebagai ghayim yang boleh disiksa, diambil hartanya, bahkan dibunuh.

Kebiadaban mereka, bisa kita lihat sampai hari ini, yakni di Palestina. Dengan sombongnya mereka mengusir rakyat Palestina, menduduki tanah-tanahnya dan membombardir warga Gaza dan melakukan berbagai tindakan kejahatan terhadap warga Palestina di tepi Barat (West Bank).

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Di Indonesia, sejak beberapa tahun terakhir ini ada beberapa organisasi yang mulai secara terang-terangan membela Zionis Israel. Keberadaan Zionis Israel di tanah Palestina mereka anggap sebagai tindakan yang sah dan legal karena mereka kembali ke tanah yang dijanjikan. Mereka juga membuat website untuk mengampanyekan kebaikan-kebaikan Yahudi dan Israel.

Baca artikel: https://minanews.net/klaim-palsu-yahudi-atas-tanah-palestina-oleh-imaam-yakhsyallah-mansur/

Bagaimana pandangan Islam terhadap klaim Bangsa Yahudi tersebut?. Apa kata Al-Quran tentang mereka? Tulisan ini insyaAllah akan mengupasnya secara sederhana.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surah Al-Baqarah [2]: 47:

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

يَا بَنِي إِسْرَآئِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَنِّي فَضَّلْتُكُمْ عَلَى الْعَالَمِينَ (البقرة [٢] :٤٧)

“Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 47)

Ayat yang seperti itu juga disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah Al-Baqarah [2]: 122.

Ada tiga hal yang perlu penulis jelaskan dari ayat di atas, yaitu:

Baca Juga: Jumlah Syahid di Jalur Gaza Capai 44.056 Jiwa, 104.268 Luka

  1. Apakah Bani Israel itu adalah Bangsa Yahudi?
  2. Apa fadhilah (keutamaan) yang Allah berikan kepada Bani Israel itu?
  3. Apakah hal itu berlaku untuk selamanya ataukah pada saat itu saja (sebelum diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu alahi wa salam) ?

Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan ayat di atas. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan Bani Israil yang berada di Madinah atas nikmat yang jauh sebelumnya diterima oleh bapak moyang dan para pendahulu-pendahulu mereka, yaitu berupa para nabi dan rasul yang berada di tengah-tengah mereka untuk memberi peringatan dan menuntun mereka kepada agama tauhid, sebagimana dibawa Nabi Ibrahim Alaihi salam, yaitu Islam.

Sementara Imam Al-Baidhawi dalam Kitab Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil mengatakan, kata “alamin” pada akhir ayat di atas mengacu pada umat manusia di zaman Bani Israil ketika mereka menerima nikmat. Allah melebihkan bapak moyang Bani Israil yang hidup di masa Nabi Musa Alaihi salam dan era setelahnya sebelum mereka membuat mudharat dan penyelewengan terhadap keimanan, ilmu, dan amal saleh yang Allah berikan kepada mereka. Allah menjadikan banyak orang di tengah Bani Israil sebagai nabi dan penguasa yang adil.

Dalam buku berjudul “Sejarah & Keutamaan Masjid Al-Aqsha dan Al-Quds” (judul asli: Fadhaili Al-Masjidi Al-Aqsha wa Madinati Baiti Al-Maqdisi wa Ar-Raddu ‘alaa Mazaaimi Al-Yahudi) karya Mahdy Saied Rezk Kerisem, yang diterjemahkan oleh Misbahul Munir, dijelaskan, Allah Subhanahu wa Ta’ala memang mengutamakan Bani Israel, tetapi Allah tidak mengutamakan Bangsa Yahudi.

Ada perbedaan antara Bani Israel dan Bangsa Yahudi, yaitu perbedaan dalam hal agama, keimanan dan ketaqwaan. Keimanan dan ketaqwaan itulah yang menjadi dasar keutamaan (fadhilah), bukan atas dasar nasab dan keturunan.

Baca Juga: Hamas Sambut Baik Surat Perintah Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant

Syaikh ‘Abdullah bin Zaid Alu Mahmud dalam risalahnya berjudul “Al Ishlahu wat-Ta’dilu fiima Thara’a ‘Ala Ismil Yahudi wan-Nashara Minat-Tabdil” mengatakan bahwa Yahudi telah terlepas dari Bani Israil, disebabkan kekufuran mereka. Keterpisahan itu sebagaimana terpisahnya Nabi Ibrahim Alaihi salam dari bapaknya, Azar, dan antara Nabi Nuh Alaihi salam dengan puteranya.

Jadi, yang dimaksud pada ayat di atas adalah kaum Bani Israel adalah mereka yang beriman (dengan agama tauhid yang dibawa Nabi Ibrahim Alaihi salam) dan beramal shaleh. Adapun mereka yang menyeleweng dari agama dan berbuat kerusakan, bukan termasuk dari kaum yang mendapat keutamaan.

Adapun tentang fadhilah (keutamaan) yang Allah berikan kepada Bani Israel, Imam At-Thabari menyimpulkan bahwa mereka banyak yang menjadi ulama, memahami Taurat dan menjadi pengikut setia Musa alahi wa salam dan para nabi lainnya. Allah menyebut fadhilah yang telah diberikan itu sebagai bagian dari nikmat mereka, orang-orang Bani Israel yang hidup di akhir zaman.

Abul Aliyah mengatakan, fadhilah (keutamaan) yang Allah berikan itu dalam bentuk mereka diberi kerajaan, para rasul, dan kitab. Kelebihan di atas seluruh alam di zaman itu, karena di setiap zaman ada ulamanya.

Baca Juga: Iran: Veto AS di DK PBB “Izin” bagi Israel Lanjutkan Pembantaian

Dalam ayat lainnya, Allah menyebut telah menghinakan Bani Israil disebabkan pelanggaran mereka. Hal itu terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 65, Allah berfirman:

وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ الَّذِينَ اعْتَدَوْا مِنْكُمْ فِي السَّبْتِ فَقُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ  (البقرة [٢] :٦٥)

“Sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar diantaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: “Jadilah kamu kera yang hina.” (Q.S. Al-Baqarah [2]:65).

Keutamaan yang Allah berikan bukan berlaku dalam segala hal, tetapi pada hal-hal tertentu saja. Jika melihat makna fadhilah, kata itu merujuk kepada hal-hal yang bersifat hissiyah (materi), yaitu berupa harta benda, makanan, keselamatan dari kejahatan (Firaun) dan lainnya. Dengan demikian, kautamaan itu merupakan kelebihan nikmat, bukan sifat kebaikan dan ketinggian derajat di sisi Allah Subahanahu wa Ta’ala.

Baca Juga: IDF Akui Kekurangan Pasukan untuk Kendalikan Gaza

Apakah fadhilah (keutamaan) itu berlaku selamanya hingga hari ini dan masa yang akan datang? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surah Ali-Imran [3]: 110.

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ  (ال عمران [٣] :١١٠)

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Ali-Imran [3]: 110).

Ibnu Jarir At-Thabari menerangkan maksud ayat di atas. Ada dua pendapat mengenai siapa yang dimaksud dengan umat terbaik. Pendapat pertama menerangkan bahwa yang dimaksud adalah umat Islam yang hidup Bersama Nabi Muhammad di Madinah. Pendapat kedua berasal dari riwayat Abu Hurairah dan Mujahid, mengatakan bahwa setelah Nabi Muhammad wafat, umat terbaik adalah siapa pun yang memenuhi tiga kriteria utama: a) amar makruf, b) nahi munkar, dan c) beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Baca Juga: Hamas Tegaskan, Tak Ada Lagi Pertukaran Tawanan Israel Kecuali Perang di Gaza Berakhir

Ayat di atas menunjukkan bahwa setelah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa salam diutus ke dunia untuk menyempurnakan kitab-kitab terdahulu, maka umat terbaik bukan lagi kepada Bani Israel, melainkan berpindah kepada umat Muhammad Shallallahu alahi wa salam yang memiliki tiga keteria di atas.

Sedangkan Bani Israel tidak lagi menjadi Bangsa Pilihan (choosen nation) karena mereka durhaka kepada nabi-nabinya, melanggar perjanjian yang mereka buat sendiri, melakukan kerusakan di muka bumi dan sederet kedzaliman lainnya.

Namun, jika sekiranya Bani Israel mau beriman dan mengikuti ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu alahi wa salam, niscaya mereka tetap akan mendapatkan kebaikan sebagaimana yang dijelaskan dalam ayat di atas dengan kalimat: “Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka,…”.

Jika dirunut kepada ayat selanjutnya, yakni Surat Ali Imran ayat 113-114, yang masih berbicara tentang Ahli Kitab,  Buya Hamka menerangkan bahwa ayat itu menegaskan sebuah pengakuan bahwa di antara orang-orang Yahudi dan Nasrani terdapat orang-orang yang shalih. Mereka membaca kitab-kitab mereka dengan baik dan benar, menyuruh yang makruf dan mencegah yang munkar. Hamka mengakui bahwa sekalipun kitab-kitab mereka dianggap telah tercampur aduk, akan tetapi, ayat dan wahyu yang asli tetap masih ada.

Baca Juga: Hamas: Rakyat Palestina Tak Akan Kibarkan Bendera Putih

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:

Orang Yahudi berbeda dengan Bani Israel. Perbedaan itu ada pada banyak hal, di antara yang utama adalah terletak kepada keimanan dan kekufuran. Bani Israel yang ingkar, yaitu orang-orang Yahudi dikutuk karena kekufuran mereka dan pelanggaran terhadap janji-janji mereka sendiri.

Kata “Khair” yang terdapat pada Surah Ali Imran: 110 di atas di tujukan kepada umat Nabi Muhammad yang bermakna ketinggian derajat dan kedudukan di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan kata “fadhilah” (keutamaan) pada Al-Baqarah: 47 bermakna memberi lebih atau bersifat tambahan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala memilih memberikan kedudukan mulia dengan derajat yang tinggi di sisi-Nya kepada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, bukan kepada orang-orang kafir, fasik dan suka berbuat kerusakan di muka bumi.

Baca Juga: Israel Makin Terisolasi di Tengah Penurunan Jumlah Penerbangan

Jadi, ukuran kemuliaan itu ada pada keimanan dan ketaqwaan, bukan pada keturunan, warna kulit, bangsa dan atribut keduniaan lainnya, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Hujurat [49]: 13).

إِنَّ أَڪۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَٮٰكُمۡ‌ۚ   ….(الحخراة [٤٩] :١٣)

Artinya:”Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.

Jika kita lihat orang Yahudi hari ini di Palestina, juga di negara-negara lainnya yang mendukung keberadaan Zionisme, menurut Al-Quran, mereka bukan bangsa pilihan karena perbuatan mereka sendiri yang menentang ajaran Allah dan RasulNya. Mereka secara terang-terngan, tanpa rasa malu mempertontonkan kedzaliman demi kedzaliman kepada umat manusia. Klaim mereka itu dusta dan harus dilawan agar kedamaian dan keadilan kembali tegak bumi Palestina dan di seluruh dunia.

Baca Juga: Palestina Tolak Rencana Israel Bangun Zona Penyangga di Gaza Utara

والله أعلمُ بالـصـواب

(A/P2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda