Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kecemasan Berlebih, Dampak dan Solusinya

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 24 detik yang lalu

24 detik yang lalu

0 Views

Bahaya jika cemas berlebihan (foto: ig)

KECEMASAN adalah reaksi alami tubuh terhadap stres. Namun, saat kecemasan muncul berlebihan tanpa alasan jelas atau berlangsung terlalu lama, kondisi ini bisa mengganggu kesehatan mental maupun fisik. Berdasarkan penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Affective Disorders (2020), kecemasan/">gangguan kecemasan memengaruhi sekitar 264 juta orang di seluruh dunia, menunjukkan betapa seriusnya masalah ini.

Kecemasan berlebih biasanya ditandai dengan rasa takut atau khawatir yang menetap, sulit dikendalikan, dan tidak sebanding dengan situasi yang dihadapi. Gejala fisik seperti jantung berdebar, sesak napas, keringat dingin, hingga pusing sering menyertainya. Menurut American Psychiatric Association, ketika gejala ini mengganggu aktivitas harian, seseorang mungkin mengalami kecemasan/">gangguan kecemasan umum (GAD).

Dampak kecemasan berlebih terhadap tubuh tidak bisa dianggap remeh. Sebuah studi dari Harvard Medical School menunjukkan bahwa kecemasan kronis bisa meningkatkan risiko penyakit jantung, hipertensi, dan gangguan metabolisme. Ini disebabkan karena tubuh terus-menerus berada dalam keadaan siaga tinggi, memperberat kerja jantung dan sistem saraf.

Tak hanya fisik, kecemasan berlebih juga berdampak besar pada kesehatan mental. Penelitian dalam The Lancet Psychiatry (2018) menemukan keterkaitan kuat antara kecemasan/">gangguan kecemasan dan risiko depresi, insomnia, bahkan pikiran untuk menyakiti diri sendiri. Kondisi ini bisa menurunkan kualitas hidup secara drastis bila tidak segera ditangani.

Baca Juga: Tips Menjaga Kesehatan Selama Beribadah Haji

Dampak sosial dari kecemasan pun patut diwaspadai. Orang yang mengalami kecemasan berlebih cenderung menarik diri dari lingkungan sosial, merasa tidak nyaman dalam berinteraksi, dan kesulitan mempertahankan hubungan personal maupun profesional. Penelitian dari Frontiers in Psychology menyatakan, isolasi sosial memperparah kecemasan dan menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus.

Faktor penyebab kecemasan berlebih bervariasi, meliputi faktor genetis, lingkungan, dan pengalaman hidup. Studi Behavior Genetics (2019) menunjukkan bahwa faktor keturunan berkontribusi sekitar 30%-40% terhadap risiko kecemasan/">gangguan kecemasan. Sementara itu, pengalaman traumatis, pola asuh, dan tekanan sosial juga memperkuat potensi munculnya kecemasan.

Lantas, apa solusi yang dapat diambil? Salah satu pendekatan yang terbukti efektif adalah terapi kognitif-perilaku (CBT). Menurut Cochrane Review (2020), CBT membantu individu mengenali pola pikir negatif yang memicu kecemasan, lalu menggantinya dengan pola pikir lebih adaptif. CBT bahkan diakui sebagai “gold standard” terapi untuk kecemasan/">gangguan kecemasan.

Di samping terapi, mindfulness dan teknik relaksasi terbukti mengurangi kecemasan. Studi JAMA Internal Medicine (2014) melaporkan bahwa latihan mindfulness selama delapan minggu bisa mengurangi gejala kecemasan hingga 38%. Teknik seperti meditasi, pernapasan dalam, dan yoga juga membantu tubuh keluar dari mode “fight or flight”.

Baca Juga: Wamenkes: 36.000 Kasus Baru Kanker Serviks per Tahun di Indonesia

Penting pula menjaga gaya hidup sehat sebagai langkah pencegahan. Penelitian dalam Psychosomatic Medicine menegaskan bahwa olahraga rutin, tidur cukup, serta pola makan seimbang memiliki hubungan kuat dengan penurunan tingkat kecemasan. Aktivitas fisik seperti berlari ringan atau berenang melepaskan endorfin yang meningkatkan suasana hati secara alami.

Dalam beberapa kasus, penggunaan obat-obatan menjadi pilihan, khususnya bila kecemasan berlebih sudah sangat mengganggu fungsi harian. Antidepresan jenis SSRI atau SNRI sering direkomendasikan oleh psikiater. Namun, penggunaan obat harus diawasi ketat karena efek samping dan potensi ketergantungan.

Selain itu, dukungan sosial berperan besar dalam pemulihan. Studi di Social Psychiatry and Psychiatric Epidemiology menyimpulkan bahwa individu dengan jaringan sosial yang kuat memiliki tingkat kecemasan lebih rendah dan peluang pulih yang lebih tinggi. Keluarga, sahabat, atau komunitas menjadi tempat aman untuk berbagi dan mendapatkan kekuatan.

Menulis jurnal harian juga bisa menjadi solusi sederhana namun efektif. Menurut Clinical Psychology Review, menuliskan kekhawatiran dapat membantu mengurai emosi yang rumit dan mengurangi beban mental. Ini semacam “meletakkan” kecemasan di luar diri kita, sehingga lebih mudah dianalisis dan dihadapi.

Baca Juga: Kesehatan Mental dalam Dunia Kerja, Cara Menghindari Stres Berlebihan

Terakhir, penting untuk menyadari bahwa mencari bantuan profesional bukanlah tanda kelemahan. Justru, berdasarkan temuan World Health Organization, intervensi dini terhadap kecemasan/">gangguan kecemasan meningkatkan peluang pemulihan secara signifikan. Semakin cepat ditangani, semakin besar peluang untuk menjalani hidup yang lebih tenang dan sehat.

Kecemasan berlebih memang bisa membuat hidup terasa berat, namun dengan pemahaman yang benar, dukungan yang cukup, dan strategi pengelolaan yang tepat, kecemasan dapat dikendalikan. Setiap orang berhak merasakan hidup yang bebas dari rasa takut berlebihan, menuju keseimbangan mental dan kebahagiaan sejati.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Peran Orang Tua dalam Menjaga Kesehatan Mental Anak

Rekomendasi untuk Anda

MINA Health
MINA Health
Khadijah
Khadijah
MINA Health
MINA Health