ISLAM adalah agama yang tidak hanya menuntun hubungan individu dengan Allah, tetapi juga mengatur hubungan sosial antar sesama manusia. Dalam konteks ini, kehidupan berjama’ah berimamah (berkelompok dengan kepemimpinan yang sah) menjadi bagian penting dari pelaksanaan syariat secara menyeluruh. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri membangun masyarakat Islam pertama di Madinah dengan fondasi jama’ah dan kepemimpinan yang kokoh.
Berjama’ah bukan sekadar berkumpul, melainkan bersatu dalam satu visi dan misi menegakkan Islam secara kaffah. Dalam surah Ali Imran ayat 103, Allah Ta’ala berfirman,
وَاعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًۭا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ وَٱذْكُرُوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءًۭ فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِۦٓ إِخْوَٰنًۭا ۖ وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍۢ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ ءَايَـٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.” Ayat ini menegaskan pentingnya persatuan dalam kehidupan umat Islam.
Imamah (kepemimpinan) adalah bagian tak terpisahkan dari konsep jama’ah. Tanpa imam, jama’ah akan kehilangan arah, tujuan, dan mekanisme untuk menjalankan syariat Islam secara kolektif. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
Baca Juga: Menelusuri Hadis-Hadis Akhir Zaman, Suriah, Dajjal, dan Al-Aqsa
إِذَا خَرَجَ ثَلَاثَةٌ فِي سَفَرٍ، فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ
“Apabila tiga orang bepergian, hendaklah mereka mengangkat salah satu sebagai pemimpin mereka.” (HR. Abu Dawud). Ini menunjukkan pentingnya kepemimpinan dalam komunitas Muslim, sekecil apa pun skalanya.
Kehidupan berjama’ah berimamah memungkinkan pelaksanaan syariat Islam secara lebih sempurna, baik dalam hal ibadah, sosial, maupun ekonomi. Contohnya, shalat berjama’ah di bawah imam menunjukkan kekompakan spiritual dan ketaatan terhadap struktur kepemimpinan. Ini juga menciptakan disiplin dan keteraturan dalam pelaksanaan ibadah.
Dalam aspek sosial, kehidupan berjama’ah berimamah mendorong terciptanya masyarakat yang peduli satu sama lain. Prinsip tolong-menolong, saling menasihati dalam kebaikan, dan menjaga ukhuwah Islamiyah tumbuh subur dalam lingkungan jama’ah yang sehat dan memiliki imam yang bijaksana.
Kepemimpinan dalam Islam bukan bersifat otoriter, tetapi amanah. Imam bukan diktator, melainkan pengayom yang bertanggung jawab membawa jama’ah kepada keridhaan Allah Ta’ala. Dalam hadis disebutkan,
Baca Juga: Ukhuwah, Teras Kehidupan Berjama’ah yang Membawa Berkah
كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kehidupan berjama’ah berimamah juga menjadi benteng umat dari fitnah, perpecahan, dan penyimpangan aqidah. Imam bertugas mengarahkan, menasihati, dan memperbaiki kesalahan anggota jama’ah agar tidak terjebak dalam kesesatan. Jama’ah yang dipimpin dengan ilmu dan hikmah akan menjadi komunitas yang kuat dan istiqamah di jalan Allah.
Optimalisasi syariat Islam sangat tergantung pada keterpaduan sistem dan struktur sosial umat. Syariat tidak hanya berbicara tentang shalat dan puasa, tetapi juga keadilan, kejujuran, zakat, muamalah, hukum keluarga, hingga sistem pemerintahan. Semua ini tidak mungkin ditegakkan secara sempurna tanpa kehidupan berjama’ah yang terorganisir.
Dalam sejarah Islam, kejayaan umat selalu dimulai dari kebersamaan dan kepemimpinan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, para khalifah, hingga para ulama yang membangun peradaban Islam tidak bekerja sendiri. Mereka memimpin jama’ah yang solid dan terorganisir, yang mampu mengimplementasikan syariat dalam semua aspek kehidupan.
Baca Juga: Mencetak Generasi Pecinta Shalat di Awal Waktu
Saat umat Islam tercerai-berai dan hidup individualistik tanpa ikatan jama’ah dan kepemimpinan, maka yang terjadi adalah kelemahan, konflik internal, dan mudahnya musuh Islam mencengkeram umat. Oleh karena itu, membangun kehidupan berjama’ah berimamah adalah kebutuhan mendesak dan strategis bagi umat Islam masa kini.
Dalam konteks dakwah, kehidupan berjama’ah berimamah memungkinkan dakwah dilakukan secara kolektif, terstruktur, dan berkesinambungan. Imam dan struktur jama’ah dapat merancang program dakwah, pendidikan, dan sosial secara sistematis. Ini jauh lebih efektif daripada usaha dakwah yang sporadis dan individual.
Kehidupan berjama’ah juga menjadi sarana pembinaan karakter umat. Dalam jama’ah, seseorang belajar taat kepada pemimpin, menghormati sesama, menjaga adab, bersabar, serta menerima nasihat. Ini semua adalah bagian dari proses pembentukan akhlak mulia yang merupakan inti dari ajaran Islam.
Bahkan dalam konteks jihad dan perjuangan menegakkan Islam, kehidupan berjama’ah berimamah adalah kunci kemenangan. Tanpa kepemimpinan yang jelas, perjuangan akan kacau dan mudah dipatahkan. Allah berfirman dalam Surah Ash-Shaff ayat 4,
Baca Juga: Agar Tenang Menghadapi Segala Takdir Allah
إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلَّذِينَ يُقَٰتِلُونَ فِى سَبِيلِهِۦ صَفًّۭا كَأَنَّهُم بُنْيَٰنٌۭ مَّرْصُوصٌۭ
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”
Maka, menghidupkan kembali semangat berjama’ah dengan kepemimpinan yang sah dan terarah bukanlah pilihan, tapi kewajiban. Umat harus dididik agar memahami pentingnya ketaatan kepada imam selama dalam kebaikan, serta membina solidaritas jama’ah demi tegaknya Islam secara kaffah.
Kesimpulannya, kehidupan berjama’ah berimamah bukan sekadar tradisi sosial keagamaan, melainkan sistem hidup Islami yang mencerminkan totalitas pengamalan syariat. Dengan berjama’ah, syariat Islam dapat diterapkan secara optimal, kehidupan umat menjadi teratur, dan kekuatan Islam akan kembali bersinar di tengah dunia yang semakin kompleks.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ahlul Qur’an, Pelita Umat dalam Cahaya Ilahi