Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kehidupan Tanpa Jama’ah, Sebuah Jalan Menuju Kehancuran

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - Sabtu, 19 April 2025 - 21:38 WIB

Sabtu, 19 April 2025 - 21:38 WIB

12 Views

Ilustrasi

KEHIDUPAN dalam jama’ah (kelompok) merupakan konsep yang mendalam dalam ajaran Islam. Dalam setiap aspek kehidupan, baik itu ibadah, sosial, maupun ekonomi, Islam mendorong umatnya untuk hidup dalam kebersamaan, bekerja sama, dan berkomunitas. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam sebuah hadis, “Sesungguhnya setan itu bersama orang yang sendirian, dan ia lebih dekat dengan orang yang sendirian daripada orang yang berjamaah.” (HR. Tirmidzi). Hadis ini menegaskan bahwa kehidupan tanpa jama’ah mengarah pada kehancuran, baik dalam aspek spiritual maupun sosial. Dalam perspektif syari’ah, kehidupan tanpa jama’ah dianggap bertentangan dengan prinsip dasar agama, yang sangat menekankan pentingnya kesatuan dan kebersamaan.

Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an berfirman, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai…” (QS. Ali Imran: 103). Ayat ini menjadi landasan utama bagi umat Islam untuk hidup dalam kebersamaan. Kehidupan tanpa jama’ah membuka pintu perpecahan yang dapat merusak kesatuan umat. Islam sangat menekankan pentingnya kesatuan dan kebersamaan, sehingga kehidupan tanpa jama’ah dianggap bertentangan dengan prinsip dasar agama. Tanpa jama’ah, seseorang akan terisolasi, lebih rentan terhadap godaan setan, dan cenderung mengalami keragu-raguan dalam beragama. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin mendapatkan ketenangan dalam iman, maka hendaknya ia hidup dalam jama’ah.” (HR. Ibn Majah).

Perpecahan dalam kehidupan umat Islam selalu menjadi ancaman serius. Dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala memperingatkan, “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang berpecah belah dan berselisih setelah datangnya bukti yang jelas kepada mereka…” (QS. Ali Imran: 105). Kehidupan tanpa jama’ah menumbuhkan sikap individualisme yang akhirnya memperburuk hubungan sesama Muslim dan membuka jalan bagi pertikaian internal yang bisa menghancurkan kekuatan umat.

Ketika umat Islam hidup tanpa jama’ah, mereka akan cenderung kehilangan saling pengawasan dan kontrol terhadap perilaku mereka. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang yang sendirian adalah seperti serigala yang memisahkan diri dari kawanan.” (HR. Ahmad). Dalam keadaan ini, seseorang lebih mudah terjerumus dalam dosa dan keburukan karena tidak ada sistem kontrol atau dorongan dari sesama Muslim untuk melakukan kebaikan.

Salah satu keutamaan jama’ah adalah kekuatan doa yang lebih besar. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Doa seorang Muslim untuk saudaranya yang tidak hadir adalah doa yang tidak tertolak.” (HR. Muslim). Ketika umat Islam bersatu dalam doa, Allah SWT akan lebih mudah mengabulkan permohonan mereka. Kehidupan tanpa jama’ah membuat doa menjadi lebih lemah karena tidak ada dukungan dari komunitas yang sama.

Baca Juga: Bansos, Vasektomi, dan Etika Islam

Dalam kehidupan tanpa jama’ah, individu lebih cenderung untuk mengejar kepentingan pribadi dan egoisme. Islam mengajarkan kita untuk selalu berorientasi pada kesejahteraan bersama. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari). Tanpa jama’ah, sikap egois akan lebih mudah muncul dan mengarah pada keretakan hubungan antar sesama Muslim.

Kehidupan tanpa jama’ah tidak hanya berbahaya dari sisi sosial, tetapi juga melemahkan aspek fisik dan spiritual. Salah satu ibadah yang sangat penting dalam jama’ah adalah shalat berjama’ah, yang memberikan manfaat besar bagi umat Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.” (HR. Bukhari). Shalat berjamaah mempererat hubungan antara individu dengan Allah Ta’ala dan dengan sesama Muslim, yang tidak bisa tercapai dalam kehidupan tanpa jama’ah. Jama’ah berfungsi sebagai media untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan.

Dalam kehidupan tanpa jama’ah, individu lebih sulit untuk mendapatkan pembelajaran yang berkesinambungan. Dalam sebuah hadis, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan, “Tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke liang lahat.” (HR. Ibn Majah). Oleh karena itu, dalam komunitas atau jama’ah, seseorang dapat belajar dan saling mengingatkan dalam kebaikan.

Kehidupan tanpa jama’ah akan terasa kosong dan sepi, karena tidak ada hubungan yang mendalam dengan orang lain. Allah SWT berfirman, “Dan mereka yang beriman, dan mereka yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah.” (QS. Al-Baqarah: 218). Hijrah dan jihad di jalan Allah juga dilakukan dalam kerangka jama’ah, dan hal ini menjadi landasan kuat bagi umat untuk meraih keberkahan hidup. Dalam kehidupan tanpa jama’ah, seseorang mudah jatuh dalam ketidaktahuan atau kesalahan dalam memahami ajaran Islam. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.” (QS. Al-Isra: 36). Kehidupan dalam jama’ah memberikan kesempatan bagi umat untuk saling mengingatkan dan menambah ilmu pengetahuan yang benar.

Baca Juga: Amerika, Pahlawan Palsu, Pelindung Penjajah Nyata

Fitnah sering kali datang dengan cepat dan tanpa bisa diduga. Ketika umat Islam hidup dalam jama’ah, mereka dapat saling melindungi dan memperingatkan satu sama lain. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah bersaudara…” (QS. Al-Hujurat: 10). Jama’ah menjadi benteng untuk menjaga keharmonisan dan menghindari fitnah yang bisa merusak keimanan. Salah satu nilai utama dalam hidup berjama’ah adalah keadilan.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah tidak bisa digunakan di microwavebersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari). Kehidupan tanpa jama’ah bisa menyebabkan ketidakadilan, karena tidak ada sistem pengawasan dan mekanisme saling mengingatkan.

Jama’ah memberikan struktur yang jelas untuk kegiatan dakwah dan amal. Dengan bekerja bersama dalam jama’ah, setiap individu dapat berkontribusi dalam bentuk yang terorganisir dan efektif. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR. Ahmad). Tanpa jama’ah, kebaikan-kebaikan ini menjadi lebih sulit dilakukan karena terbatasnya dukungan dan sumber daya.

Kehidupan dalam jama’ah membawa berkah, baik dalam hal rizki maupun kebahagiaan. Allah Ta’ala berfirman, “Jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat Kami kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7). Dalam kehidupan jama’ah, saling berbagi dan bekerja sama mendatangkan keberkahan yang melimpah, sementara hidup tanpa jama’ah justru membuat seseorang merasa kekurangan meski dalam kondisi berlimpah.

Baca Juga: Piagam Jaminan Keamanan Umar bin Khattab untuk Martabat Manusia

Secara keseluruhan, kehidupan tanpa jama’ah merupakan jalan menuju kehancuran, baik dari sisi spiritual, sosial, maupun ekonomi. Islam mengajarkan umatnya untuk hidup dalam kebersamaan, memperhatikan kesejahteraan orang lain, dan menjaga kesatuan umat. Kehidupan dalam jama’ah tidak hanya membawa manfaat duniawi, tetapi juga mendekatkan kita kepada rahmat dan ridha Allah Ta’ala. Oleh karena itu, hidup dalam jama’ah adalah kewajiban yang harus dijalani oleh setiap Muslim yang menginginkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Haji, Jalan Lebar Transformasi Menuju Indonesia Emas 2045

Rekomendasi untuk Anda

Tausiyah
Kolom
Kolom
Kolom
Kolom
Feature