Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Allah Ta’ala saja yang mengetahui bagaimana kelak akhir hayat dari seorang hamba. Tak satupun manusia diberi kemampuan untuk mengetahui di mana dia akan mati dan dalam kondisi apa kelak ia menghadap Ilahi.
Mati memang sebuah misteri yang pasti terjadi. Namun, yang perlu dipersiapkan adalah bagaimana cara kita kembali kepada keharibaan-Nya kelak. Sebab jalan menyambut kematian serang manusia itu hanya ada dua: jalan kebaikan, dan jalan keburukan.
Ada orang yang Allah Ta’ala wafatkan ia kelak lewat jalan kebaikan, karena ia sedari muda mendawamkan segala kebaikan. Tidak sedetikpun ia lewatkan dalam desah nafasnya kecuali untuk memikirkan yang baik, berkata yang baik dan beribadah yang baik kepada Allah Ta’ala. Orang semacam ini insya Allah kelak ia akan kembali dalam keadaan akhir umur yang mulia.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Jalan Mendaki Menuju Ridha Ilahi
Namun, tak sedikit pula orang yang kelak di akhir hayatnya mati dalam keadaan terhina. Ada yang mati sedang menyekik botol minuman keras, nauzubillah. Ada juga yang tewas saat ia sedang berdua sekamar dengan wanita tuna susila (WTS), ada yang mati di tempat duduk saat ia bermain judi. Inilah akhir dari usia yang penuh dengan kehinaan. Hina dunia, hina akhirat.
Dalam al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman tentang orang-orang yang tergoda oleh bujuk rayu setan ini, sehingga memperdayainya dan pada akhirnya manusia itu mati dalam keadaan yang hina dan dihinakan. Allah Ta’ala berfirman,
كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلْإِنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ, فَكَانَ عَاقِبَتَهُمَا أَنَّهُمَا فِي النَّارِ خَالِدَيْنِ فِيهَا ۚوَذَٰلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ
“(Bujukan orang-orang munafik itu adalah) seperti (bujukan) shaitan ketika dia berkata kepada manusia: “Kafirlah kamu”, maka tatkala manusia itu telah kafir, maka ia berkata: “Sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, Rabb semesta Alam”. Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah balasan orang-orang yang zalim.” (Qs. Al-Hasyr: 16-17)
Ibnu Mas’ud menceritakan, ada seorang wanita yang menjadi pengembala kambing. Ia memiliki empat orang saudara. Suatu saat wanita itu dititipkan keempat saudaranya kepada seorang rahib yang sholeh, sebab saudara-saudaranya akan mengembara. Wanita itu tinggal di shawma’ah (pertapaan rahib atau rumah ibadah seorang biara).
Baca Juga: Khutbah Jumat: Akhir Kehancuran Negara Zionis
Hinga waktu terus berlalu. Singkat cerita rahib yang diberi amanah untuk menjaga wanita tadi diperdaya oleh setan sampai ia menzinahi wanita itu hingga hamil. Setan pun menghampirinya. Setan berkata kepada rahib tersebut, “Sudahlah bunuhlah dia, lalu kuburkanlah. Engkau adalah orang yang dikenal jujur dan ucapanmu pasti didengar.” Lalau rahib tersebut membunuh wanita tadi, dan menguburkannya.
Dikisahkan, setan lalu mendatangi keempat saudara wanita tadi satu per satu dalam mimpi mereka. Setan berkata kepada mereka dalam mimpi, “Rahib tersebut yang biasanya berada di rumah ibadahnya tega berzina dengan saudari kalian, hingga ia hamil, lalu rahib membunuhnya, kemudian menguburkannya di tempat ini dan ini.”
Saat pagi hari, salah seorang dari empat saudara itu bercerita, “Demi Allah, semalam aku bermimpi suatu mimpi yang baiknya aku ceritakan kepada kalian ataukah tidak.” Maka diceritakanlah mimpinya semalam.
Salah seorang dari mereka berkata, “Demi Allah, aku juga bermimpi hal yang sama.” Salah seorang dari mereka berkata lagi, “Demi Allah, pun bermimpi hal seperti itu.” Mereka berkata lagi, “Demi Allah, ini pasti telah terjadi sesuatu.”
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memberantas Miras Menurut Syariat Islam
Akhirnya mereka bergerak dan meminta tolong kepada raja untuk mengatasi rahib tersebut. Lalu keempat pemuda itu mendatangi rahib tadi, kemudian menanyakan kebenaran mimpi mereka, lalau membawa rahib itu.
Setan tak mau ketinggalan, ia mendatangi rahib lalu berkata, “Aku yang telah menjerumuskanmu ke dalam kejahatan ini, tentu yang bisa menyelamatkanmu darinya hanyalah aku. Maka, sekarang sujudlah padaku dengan sekali sujud saja, maka aku akan menyelamatkanmu dari masalah besarmu.”
Karena si rahib tadi imannya sudah tergerus, ia sujud kepada setan. Ketika raja mereka datang, setan pun berlepas diri dari rahib tersebut. Rahib tersebut tetap dikenakan hukuman atas tindakan kejahatannya, ia pun dibunuh. (Demikian pula riwayat yang sama dari Ibnu ‘Abbas, Thawus, dan Muqatil bin Hayyan).
Ibroh Kisah
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyongsong Bulan Solidaritas Palestina
Setidaknya ada beberapa pelajaran penting yang bisa dipetik dari kisah di atsa, antara lain sebagai berikut.
Pertama, jangan pernah ikuti langkah setan. Terkait dengan langkah setan ini, Allah Ta’ala berfirman,
(وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (168) إِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ (169
“Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (Qs. Al-Baqarah: 168-169).
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Berhati-hati dalam Menyebarkan Informasi
Kedua, setan adalah musuh yang nyata bagi manusia sehingga tidak boleh dijadikan teman, tidak boleh diikuti. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain.” (Qs. Al-Maidah: 51)
Dalam ayat lain disebutkan,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memperkuat Pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsa dan Palestina
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang.” (Qs. Al-Mumtahanah: 1)
Ketiga, setan mengajak pada dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar. Yang dimaksud dengan as-suu’ dalam surah Al-Baqarah 168-169 adalah amalan kejelekan di bawah al-fahsya’. Adapun al-fahsya’ adalah dosa-dosa besar yang dianggap jelek oleh akal dan syari’at. Berarti as-suu’ adalah dosa kecil, sedangkan al-fahsya’ adalah dosa besar.
Kalau dalam diri ini terbersit niat untuk melakukan dosa kecil maupun dosa besar, maka harus diketahui, itu adalah jalan setan. Segeralah minta kepada Allah perlindungan dari maksiat atau dosa tersebut yang terbesit di hati. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan setan maka berlindunglah kepada Allah.” (Qs. Al-A’raf: 200).
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Umat Unggul dengan Al-Qur’an
Keempat, setan sudah bersumpah akan menyesatkan manusia dari berbagai macam arah. Allah Ta’ala berfirman,
قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ﴿١٦﴾ثُمَّ لَآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْۖوَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
“Iblis menjawab, ‘Karena Engkau telah menghukumku tersesat, maka saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (Qs. Al-A’raf: 16-17)
Sejatinya setiap muslim harus senantiasa membentengi dirinya dari jebakan-jebakan setan laknatullah ‘alaihi. Sebab kita tidak pernah tahu bagaimana nasib di penghujung usia kita; baikkah (husnul khatimah), atau burukkah (suul khatimah). Karena itu, ketika kita sudah mulai merasa bisa istikomah mengamalkan suatu ibadah, segeralah memohon kepada Allah Ta’ala agar diberikan kekuatan untuk mengamalkan amal ibadah itu dengan ajeg dan penuh penghayatan. Selain itu, mohonlah kepada Allah Ta’ala agar setiap amal ibadah yang dilakukan itu terjaga dari sifat riya’ (pamer), wallahua’lam.(A/RS3/P1)
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Makan yang Halal dan Thayib
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Khutbah Jumat: Upaya Agar Istiqamah di Jalan Yang Lurus