Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Keistimewaan Menjadi Ahli Masjid

Bahron Ansori - Rabu, 12 Juni 2024 - 08:38 WIB

Rabu, 12 Juni 2024 - 08:38 WIB

144 Views

Oleh Bahron Ansori, wartawan Kantor Berita MINA

Salah satu bukti iman seorang Muslim adalah menegakkan shalat. Shalat berjamaah tentu lebih utama dibandingkan dengan shalat seorang diri (munfarid). Karena itu orang yang gemar shalat berjamaah di masjid dia bisa disebut sebagai ahli masjid.

Ahli masjid mempunyai beberapa keistimewaan di mata Allah Ta’ala. Mengapa ahli masjid mendapatkan keistimewaan-keistimewaan dari Allah Ta’ala? Salah satu jawabannya adalah karena ahli masjidlah yang telah memakmurkan masjid-masjid Allah yang ada di muka bumi ini.

Keistimewaan ahli masjid tercantum dalam beberapa jumlah hadis dan atsar para sahabat yang bisa menjadi motivasi bermakna bagi setiap muslim untuk meneladani dan mengamalkan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh ahli masjid. Berikut ini adalah sejumlah hadits dan atsar yang menerangkan tentang keistimewaan menjadi ahli masjid.

Baca Juga: Indonesia, Pohon Palma, dan Kemakmuran Negara OKI

Mampu melakukan ibadah yang mulia tersebut dengan penuh keikhlasan, kesabaran dan adab di masjid hingga akhir hayat merupakan rahmat Allah yang sangat besar, keutamaan yang agung dan barokah luas.

Pertama, merupakan tanda kebaikan iman seorang Muslim. Allah Ta’ala berfirman,

 {مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ أُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ. إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ}

“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allah, maka merekalah yang termasuk golongan orang-orang yang selalu mendapat petunjuk (dari Allah Ta’ala).” (Qs. At-Taubah: 18).

Imam al-Qurthubi berkata, “Firman Allah Ta’ala ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa mempersaksikan orang-orang yang memakmurkan masjid dengan keimanan adalah (persaksian yang) benar, karena Allah Ta’ala mengaitkan keimanan dengan perbuatan (terpuji) ini dan mengabarkan tentanganya dengan menetapi perbuatan ini. Salah seorang ulama Salaf berkata: Jika engkau melihat seorang hamba (yang selalu) memakmurkan masjid maka berbaiksangkalah kepadanya.” [Tafsir al-Qurthubi: (8/83)].

Baca Juga: Kemenangan Trump dan Harapan Komunitas Muslim Amerika

Kedua, akan mendapatkan khusnul khatimah. Melazimi shalat di masjid dan menjadi ahli masjid, serta meninggal dalam keadaan tersebut, insya Allah husnul khatimah. Sebab, dirinya senantiasa berada dalam sunnah rasul.

Imam Muslim (654) dalam shahihnya meriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَلْقَى اللَّهَ غَدًا مُسْلِمًا فَلْيُحَافِظْ عَلَى هَؤُلَاءِ الصَّلَوَاتِ حَيْثُ يُنَادَى بِهِنَّ ، فَإِنَّ اللَّهَ شَرَعَ لِنَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُنَنَ الْهُدَى ، وَإِنَّهُنَّ مِنْ سُنَنِ الْهُدَى ، وَلَوْ أَنَّكُمْ صَلَّيْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ كَمَا يُصَلِّي هَذَا الْمُتَخَلِّفُ فِي بَيْتِهِ لَتَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ ، وَلَوْ تَرَكْتُمْ سُنَّةَ نَبِيِّكُمْ لَضَلَلْتُمْ

“Siapa yang ingin bertemu Allah kelak sebagai seorang Muslim, maka hendaklah ia memelihara shalat-shalat yang diserukan itu, karena sesungguhnya Allah telah menetapkan untuk Nabi kalian Shallallahu ‘alaihi wa sallam sunah-sunah petunjuk, dan sesungguhnya shalat-shalat tersebut termasuk sunah-sunah petunjuk. Jika kalian shalat di rumah kalian seperti shalatnya penyimpang ini di rumahnya, berarti kalian telah meninggalkan sunnah Nabi kalian, niscaya kalian tersesat.”

Ketiga, akan mendapatkan naungan pada hari kiamat saat tidak ada naungan selain naungan-Nya. Dalam hadist yang shahih disebutkan,

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-6] Tentang Halal dan Haram

 فعن أبي هريرةَ رضي الله عنه عن النبيِّ صلى الله عليه وسلم قال: ((سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ الله في ظِلِّهِ يومَ لا ظِلَّ إِلا ظِلُّهُ: إِمامٌ عادِلٌ، وشابٌّ نَشَأَ في عِبادة الله تعالى، ورَجُلٌ قَلْبُه مُعَلَّقٌ بالمساجد، ورَجُلانِ تَحَابَّا في الله: اجْتَمَعَا عليه وتَفَرَّقَا عليه، ورجلٌ دَعَتْه امرأةٌ ذاتُ مَنْصِبٍ وجَمَالٍ، فقال: إِني أَخاف الله، ورجلٌ تصدَّق بصَدَقَةٍ، فأَخْفَاهَا حتَّى لا تَعْلَمَ شِمَالُه ما تُنْفِقُ يَمِينُه، ورجلٌ ذَكَرَ الله خاليًا، فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ))؛ متَّفق عليه.

“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tujuh golongan yang dinaungi Allâh dalam naungan-Nya pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya,

  1. Imam yang adil,
  2. Seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allâh,
  3. Seorang (pria) yang hatinya bergantung ke masjid,
  4. Dua orang yang saling mencintai di jalan Allâh, keduanya berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya,
  5. Seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik, lalu ia berkata, ‘Aku benar-benar takut kepada Allâh.’
  6. Seseorang yang bershadaqah dengan satu shadaqah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diinfaqkan tangan kanannya
  7. Seseorang yang berdzikir kepada Allâh dalam keadaan sepi lalu ia meneteskan air matanya.” (HR. Bukhari, no. 1423 dan Muslim, no. 1031)

Imam An nawawi menjelaskan maksud dari “lelaki yang hatinya tergantung ke masjid”,

قال النووي في شرحه: معناه شديد الحب لها، والملازمة للجماعة فيها، وليس معناه دوام القعود في المسجد

“Maknanya adalah sangat kuat kecintaannya kepada masjid dan senantiasa melakukan shalat berjamaah di masjid. Maksudnya bukanlah orang yang terus menerus duduk di dalam masjid.”  [Syarh An Nawawi ‘ala Shahih Muslim: 7/126]

Keempat, akan dihapus dosanya dan diangkat derajatnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Baca Juga: Perlindungan terhadap Jurnalis di Gaza

مَنْ تَطَهَّرَ فِى بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِىَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Siapa bersuci di rumahnya lalu dia berjalan menuju salah satu dari rumah Allah (yaitu masjid) untuk menunaikan kewajiban yang telah Allah wajibkan, maka salah satu langkah kakinya akan menghapuskan dosa dan langkah kaki lainnya akan meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim, no. 666).

Dalam hadits lain disebutkan, dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda,

أَلا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ ؟ قَالُوا : بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ , قَالَ  إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ , وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ , وَانْتِظَارُ الصَّلاةِ بَعْدَ الصَّلاةِ , فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ , فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ ) رواه مسلم

Apakah kalian mau aku tunjukkan dengan apa yang allah hapuskan dosa baginya dan Allah tinggikan derajatnya?” Para sahabat menjawab, ”Tentu wahai Rasullullah.” Kemudian beliau bersabda, ”Menyempurnakan wudhu di saat-saat yang dibenci, memperbanyak langkah ke masjid, dan menunggu shalat sampai shalat berikutnya. Itulah ar-ribath, maka itulah ar-ribath.” (HR. Muslim, 251].

Semakin jauh rumah seseorang dari masjid maka pahalanya akan semakin besar. Ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah

إِنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ أَجْرًا فِي الصَّلاةِ أَبْعَدُهُمْ إِلَيْهَا مَمْشًى فَأَبْعَدُهُمْ (رواه مسلم)

Sesungguhnya pahala orang yang terbesar dalam hal shalat adalah mereka yang paling jauh jarak jalan kakinya kemudian yang berikutnya.” (HR. Muslim, 662).

Karena semangat hadits inilah, ada seorang shahabat nabi yang memilih rumah jauh dari masjid. Meski jauh rumahnya dari masjid, tetapi tidak pernah tertinggal untuk shalat berjama’ah di masjid karena hatinya terpaut dengan masjid.

Kelima, akan mendapatkan cahaya yang sempurna pada hari kiamat. Ini sebagaimana dalam hadits dari Buraidah al Aslami radhiyallahu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam, dia bersabda,

بَشِّرْ الْمَشَّائِينَ فِي الظُّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّورِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ )رواه أبو داود وصححه الألباني في صحيح أبي داود .(

Baca Juga: Bukan Sekadar Pencari Nafkah: Inilah Peran Besar Ayah dalam Islam yang Sering Terlupakan!

Dari Buraidah al-aslamy radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda : “Berilah kabar gembira kepada para pejalan kaki ke masjid di gelap gulitanya malam dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat.” (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Abu Daud, hadits 561].

Menurut Syaikh Al Allamah Muhammad bin Abdullah As Subail rahimahullah yang dimaksud dengan gelap gulitanya malam adalah sholat isya’ dan shalat shubuh. Allah menerangkan cahaya orang mukmin pada hari kiamat dengan firman-Nya,

يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَى نُورُهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ بُشْرَاكُمُ الْيَوْمَ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ) [الحديد:12]

“(yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada mereka): “Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar.”  [Qs. Al Hadid: 12]

Keenam, akan mendapat jaminan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ini sebagaimana hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang dikeluarkan oleh Al Humaidi di dalam musnadnya (1090), Al Fakihy di dalam Akhbarul Makkah (926) dan Abu Nuaim dalam Hilyatul Auliya’ (9/251) dan dishahihkan oleh Al Albany dalam Shahihul Jami’ hal. 3051.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh

ثَلاَثَةٌ فِي ضَمَانِ الله ، عَزَّ وَجَلَّ ، رَجُلٌ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ إِلَى مَسْجِدٍ مِنْ مَسَاجِدِ الله ، عَزَّ وَجَلَّ ، وَرَجُلٌ خَرَجَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ الله وَرَجُلٌ خَرَجَ حَاجًّا

Ada 3 orang yang berada dalam jaminan Allah Azza Wa Jalla: seorang yang keluar dari rumahnya menuju salah satu masjid Allah Azza Wa Jalla, seorang yang keluar berperang di jalan Allah, dan seorang yang keluar untuk berhaji.”

Di dalam Al Mausuah Al Haditsiyah disebutkan penjelasan hadits tersebut demikian, “Siapa yang dijamin dengan penjagaan-Nya dan perlindungan-Nya maka dialah orang beruntung yang sesungguhnya. Bebahagialah orang yang Allah bersamanya.

Di dalam hadits ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan sebagian jenis orang yang Allah jamin dengan penjagaan dan perlindungan-Nya. Dia bersabda, ”Ada 3 orang yang berada dalam jaminan Allah ‘Azza wa Jalla.” Maksudnya, ada 3 jenis manusia yang berada dalam penjagaan dan perlindungan Allah.

Ketiga jenis manusia tersebut yang pertama adalah: “Seorang yang keluar dari rumahnya menuju salah satu masjid Allah Azza Wa Jalla.” Keluarnya itu untuk shalat, atau I’tikaf atau yang lainnya.

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam

Yang kedua, ” seorang yang keluar berperang di jalan Allah Ta’ala,” maksudnya, seorang mujahid di jalan Allah Ta’ala, untuk meninggikan kalimat Allah dan berjihad melawan orang-orang kafir.

Ketiga, “seorang yang keluar untuk berhaji.” Maksudnya menuju Baitullah Al Haram, karena mengharapkan fadhilah dan pahala yang besar dari haji tersebut. Keluar untuk berhaji dengan harta halal dari pekerjaan yang mubah.

Maka ketiga jenis orang itu bila keluar dari keluar dari rumah-rumah mereka dengan tujuan ini dengan niat yang benar, dengan sebab-sebab tersebut Allah Ta’ala menjamin, menanggung dan memberi taufik kepada mereka.

Ada ulama yang berpendapat bahwa dibatasinya pada ketiga jenis manusia tersebut karena besarnya pahala dan ganjaran yang mereka dapatkan.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan

Pendapat lain menyatakan bahwa maksud hadits tersebut bukan membatasi kepada tiga jenis orang tadi. Karena termasuk dalam kategori tadi adalah keluar menuju masjid untuk mencari ilmu, silaturrahim, menjenguk orang sakit dan yang semacam itu.

Hadits tersebut menunjukkan keutamaan masuk ke dalam masjid dan keterikatan hati dengan masjid. Hadits tersebut juga menjelaskan tentang keutamaan jihad di jalan Allah, kewajiban yang dilupakan dan dijauhi, kemudian menjelaskan keutamaan haji ke Baitullah. Tidak diragukan lagi bahwa ketiga perkara tersebut pelakunya diberi pahala dan diampuni dosanya.

Demikianlah kabar gembira buat para pecinta masjid, ahli masjid, orang-orang yang hatinya senantiasa terikat dengan masjid. Mereka yang bersegera ke masjid ketika waktu shalat telah tiba. Semoga Allah Ta’ala kuatkan kita untuk menjadi ahli masjid, aamiin.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina

 

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Internasional
Dunia Islam