Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kerasnya Hati Orang Yahudi

Redaksi Editor : Bahron Ans. - 56 menit yang lalu

56 menit yang lalu

11 Views

Perdana Menteri Istael Benjamin Netanyahu dan Menteri Kemanan Itamar Ben Gvir.(Foto: Quds Press)

Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur

Kekerasan hati orang Yahudi tercermin saat mereka menyaksikan mukjizat demi mukjizat dari Allah, namun tetap membangkang dan mengingkari kebenaran dengan angkuh. Hati mereka menjadi lebih keras dari batu, bahkan batu pun bisa terbelah oleh takutnya kepada Allah, sementara hati mereka tetap beku dalam kebencian dan kedengkian.

Betapa pedih melihat manusia yang diberi ilmu dan petunjuk justru memilih jalan gelap, membunuh para nabi tanpa rasa gentar, menukar wahyu dengan dunia, dan menutup telinga dari seruan kebenaran. Ini bukan sekadar pembangkangan, tapi pengkhianatan terhadap cahaya yang seharusnya mereka jaga.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Baca Juga: Wae Rebo: Desa di Atas Awan dengan Rumah Adat Unik

ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُم مِّنۢ بَعْدِ ذَٰلِكَ فَهِىَ كَٱلْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً ۚ وَإِنَّ مِنَ ٱلْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ ٱلْأَنْهَٰرُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ ٱلْمَآءُ ۚ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ ٱللَّهِ ۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ (البقرة [٢]: ٧٤)

“Kemudian setelah itu, hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. “(QS Al-Baqarah [2]: 74)

Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan, ayat di atas merujuk kepada kaum Yahudi pada masa Nabi Musa Alaihi Salam yang menolak mengakui aksi pembuhunan terhadap saudaranya sendiri. Kebohongan mereka terungkap setelah bukti nyata berupa pengakuan dari korban yang dihidupkan kembali dan menceritakan kronologi pembunuhan tersebut di hadapan kaumnya.

Ayat di atas juga merujuk kepada kaum Yahudi pada masa Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam. Mereka mengatahui secara mendetail sifat-sifat dan bukti kebenaran kenabian Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam sebagaimana disebut dalam kitab Taurat, namun mereka menolaknya, bahkan memusuhi dan ingin membunuhnya.

Allah Ta’ala mencela sifat buruk kaum Yahudi yang memiliki hati yang sangat keras. Kerasnya hati mereka itu karena menolak menerima nasihat dan hidayah, meskipun ayat-ayat Allah Ta’ala terpampang nyata di hadapan mereka.

Baca Juga: 15 Tips Menjadi Ayah yang Baik: Panduan untuk Ayah Milenial

Dalam ilmu geologi, batu merujuk pada sebuah benda yang memiliki materi yang sangat keras seperti karang. Allah Ta’ala memilih kata batu, tidak menggunakan besi, karena besi akan meleleh jika dibakar. Namun, batu tidak meleleh dan tidak berubah bentuk walaupun dibakar dalam waktu lama.

Meskipun maksud ayat tersebut ditujukan kepada Yahudi dari Bani Israel, namun ibrah (pelajaran)nya juga bagi umat Islam dan manusia semuanya. Jangan sampai umat Islam memiliki hati yang keras seperti batu, tidak mau menerima nasihat, tidak mampu memahami dan mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang secara nyata tertulis dalam kitab suci (qouliyah), terhampar di alam raya, juga pada dirinya sendiri (kauniyah).

Kerasnya Hati Netanyahu dan Trump Jadi Bukti Kebenaran Ayat di Atas

Aksi genosida massif penjajah Zionis Israel di Gaza dan wilayah-wilayah lainnya di Palestina yang sudah berlangsung sejak Oktober 2023 hingga saat ini, tidak hanya menyisakan duka bagi rakyat Palestina, tetapi juga memperlihatkan kerasnya hati pemimpinnya, Benyamin Netanyahu, Presiden AS Donald Trump dan sekutu-sekutunya sebagai aktor utama serangan tersebut.

Baca Juga: Ahlul Qur’an: Mencintai, Menghafal, dan Mengamalkan

Netanyahu dan Trump menjadi dua figur kontroversial yang menjadi sorotan utama dunia, karena terus melanjutkan kejahatan kemanusiaan, melanggar gencatan senjata dan tidak memperdulikan suara dan aspirasi masyarakat internasional.

Keputusan mereka untuk terus melakukan aksi genosida di Palestina menunjukkan kerasnya hati, yaitu ketidakpedulian terhadap derita korban Gaza, pelanggaran gencatan senjata, dan keputusan-keputusan yang terus menerus memperparah penderitaan rakyat Palestina.

Di bawah kepemimpinan Netanyahu, Zionis Israel tidak hanya melancarkan militer serangan ke wilayah Gaza, tetapi juga ke wilayah-wilayah Tepi Barat seperti di Jenin, Nablus, Tulkarem dan lainnya.

Bahkan, ketika gencatan senjata mulai dibicarakan, Netanyahu seringkali menolak mematuhi gencatan senjata, tanpa ada upaya serius untuk mencapai perdamaian yang permanen dan berkelanjutan.

Baca Juga: Meniti Jalan Ahlul Qur’an: Menggapai Derajat Mulia

Pelanggaran gencatan senjata menjadi salah satu isu utama yang muncul selama kepemimpinan Netanyahu. Meskipun perjanjian itu diajukan oleh negara-negara internasional, Israel tetap menolak menghentikan serangan militernya.

Sementara Donald Trump, yang memimpin Amerika Serikat dari 2017 hingga 2021, dan 2024 hingga 2028 juga memainkan peran penting dalam penjajahan Zionis Israel di Palestina. Salah satu kebijakan paling kontroversial yang diterapkan oleh Trump adalah pengakuan sepihak terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan pengiriman senjata massif ke negara Zionis itu.

Kekerasan hati yang ditunjukkan oleh Netanyahu dan Trump semakin jelas terlihat ketika mereka mengkhiati perjanjian gencatan senjata dan meneruskan serangan militer ke Gaza. Meskipun organisasi-organisasi internasional mengutuk pelanggaran gencatan senjata, pelanggaran HAM dan pelanggaran aturan perang, Netanyahu yang didukung Trump tetap bersikeras melanjutkan perbuatan kejinya itu.

Selama masa kepemimpinan Trump, AS tidak hanya menangguhkan bantuan kemanusiaan untuk Palestina, tetapi juga menekan negara-negara yang berusaha mendukung Palestina di forum internasional. Sikap Trump memperburuk situasi di Palestina, Kawasan (Timur Tengah), bahkan di dunia internasional.

Baca Juga: Menggapai Keutamaan Ahlul Qur’an di Era Modern

Sejak Trump menjabat kembali sebagai presiden AS, ia menyatakan akan menganeksasi Greenland. Padalah wilayah itu milik Denmark. Ia juga ingin merebut terusan Panama karena zona tersebut menjadi akses perdagangan dunia, hanya karena AS memiliki investasi di sana.

Netanyahu dan Trump Tidak Peduli Penderitaan Bangsa Lain

Pelanggaran gencatan senjata yang terus-menerus memperburuk kondisi Gaza. Rakyat Palestina yang terjebak dalam serangan militer Israel terus menderita, tanpa ada akses mendapatkan kebutuhan dasar seperti makanan, obat-obatan, dan air bersih.

Rumah-rumah mereka hancur, dan banyak keluarga kehilangan orang-orang tercinta mereka dalam serangan yang semakin intensif.

Baca Juga: Ayah sebagai Teladan: Menginspirasi Generasi Berikutnya

Penderitaan rakyat Palestina tidak cukup penting untuk mempengaruhi keputusan kedua pemimpin sombong itu sehingga mereka terus-menerus melanjutkan aksi kejahatan mereka. Bahkan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyerukan gencatan senjata hanya dianggap angin lalu oleh keduanya.

Dalam hitungan keduanya, sepanjang hal itu memberi menguntungkan, mereka akan lakukan. Mereka tidak peduli benar dan salah, tidak mempertimbangkan penderitaan bangsa lain, dan tidak mau mendengar aspirasi masyarakat internasional.

Sikap dingin Netanyahu dan Trump terhadap penderitaan rakyat Palestina menjadi bukti nyata kerasnya hati seorang pemimpin yang lebih mementingkan agenda politik dan kekuasaan dibanding nyawa manusia. Dunia terus bersuara, sementara penderitaan di Gaza belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.

Sampai Kapan Dunia Akan Diam Melihat Kejahatan Netanyahu dan Trump di Palestina?

Baca Juga: Sejarah Masjid Al-Aqsa: Kiblat Pertama Umat Islam

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ ٱللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ ٱلْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا۟ كَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ ٱلْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَٰسِقُونَ (الحديد [٥٧]: ١٦)

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al-Hadid [57]: 16)

Para ulama menjelaskan, bahwa ayat ini adalah peringatan dan seruan cinta dari Allah Ta’ala agar kaum mukminin segera melembutkan hati, khusyuk, dan kembali kepada-Nya.

Allah Ta’ala mengingatkan agar tidak mengulangi kesalahan umat terdahulu (ahli kitab) yang kehilangan rasa takut dan tunduk kepada Allah, sehingga hatinya mengeras seperti batu, tidak bisa menerima nasihat dan peringatan.

Baca Juga: Peran Media dalam Mengungkap Konflik Palestina

Dalam krisis di Palestina, meskipun banyak negara, organisasi internasional, dan par aaktifis kemanusiaan mengutuk Netanyahu dan Trump, keduanya tetap bersikukuh melanjutkan aksi genosida dan kejahatan kemanusiaan.

Sementara negara-negara Barat yang seharusnya memegang peran penting dalam menjaga perdamaian dunia, lebih memilih aman demi melindungi kepentingan domestik dan ekonomi, ketimbang melindungi hak asasi manusia.

Keadaan ini memunculkan pertanyaan besar, sampai kapan dunia akan diam menyaksikan penderitaan yang terus-menerus dialami oleh rakyat Palestina? Sampai kapan dunia akan membiarkan kejahatan Zionis Israel dan AS terus berlangsung, tanpa mengambil tindakan nyata untuk menghentikannya?

Peran Dunia Islam

Baca Juga: Mempertahankan Kefitrahan Manusia

Umat Islam sebagai bagian dari komunitas global lah yang bisa diharapkan memiliki peran penting dalam menyuarakan keadilan bagi Palestina. Solidaritas internasional yang kuat bisa menjadi suara yang mempengaruhi kebijakan negara-negara besar.

Negara-negara mayoritas Muslim di seluruh dunia perlu menyatukan suara di forum-forum internasional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), untuk menekan Netanyahu dan Trump menghentikan agresi.

Diplomasi dan tekanan ekonomi kepada Israel dan Amerika Serikat menjadi satu cara yang bisa dilakukan. Caranya dengan memboikot produk-produk yang berasal dari negara-negara yang mendukung Israel atau dengan memberlakukan sanksi ekonomi terhadap Israel dan negara-negara yang mendukungnya.

Gerakan Boikot, Divestment dan Sanksi (BDS), meskipun tidak selalu mudah dilakukan, manun hal itu bisa memberi dampak signifikan pada kebijakan internasional.

Baca Juga: 10 Sebab Kenapa Amerika Sering Bantu Israel

Umat Islam juga memiliki peran besar dalam membangun kesadaran global tentang penderitaan rakyat Palestina melalui media, platform digital, dan pendidikan.

Dengan memberitakan tentang kejahatan yang terjadi di Gaza dan mengungkapkan fakta-fakta yang sering kali disembunyikan oleh media pro-Israel, umat Islam bisa menggugah dunia untuk lebih memperhatikan apa yang sebenarnya terjadi di Palestina.

Di dunia pendidikan, memberi edukasi kepada generasi muda tentang pentingnya penegakan keadilan di Palestina akan menciptakan kesadaran yang lebih luas dan mendalam. Hal itu akan mampu merubah keadaan dunia karena generasi muda hari ini akan menjadi pemimpin di masa depan.

Selain itu, aksi damai, kampanye penandatanganan petisi, dan acara-acara yang menggugah kesadaran massif lainnya menunjukkan kepada dunia bahwa umat Islam dan masyarakat global tidak tinggal diam menyaksikan penderitaan bangsa Palestina.

Lembaga hukum internasional, seperti Mahkamah Internasional (ICJ) dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) bisa menjadi sarana penting untuk memastikan bahwa pelaku kejahatan kemanusiaan bisa diadili. Hal itu juga sekaligus memberikan pesan bahwa tindakan semacam itu tidak akan dibiarkan begitu saja.

Dengan bersatu dan mengambil langkah konkret, umat Islam dapat membantu menghentikan kekerasan yang terus berlangsung di Palestina. Solidaritas dan komitmen terhadap keadilan adalah kunci untuk mengubah keadaan yang ada dan membawa perubahan yang positif bagi Palestina, wallahua’lam. []

Mi’raj New Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda