Oleh Dra. Nur’aeni, MA*
Rasanya tak satupun manusia di dunia ini yang tidak kenal kata cinta. Bahkan masyarakat sering mengutarakan pepatah populer: “Tanpa Cinta Hidup Tak Bermakna”. Artinya setiap manusia bahkan seluruh makhluk ciptaan Tuhan jangan pernah kehilangan rasa cinta. Namun kenyataannya, tidak semua orang tahu, mengerti, dan paham, apa sebenarnya cinta itu. Sehingga tidak sedikit umat di dunia ini, juga bangsa Indonesia, hidup tanpa cinta.
Sesungguhnya manusia hanya tahu cinta dalam arti yang sangat sempit, yakni cinta remaja/pemuda yang merupakan jalinan kasih dua sejoli muda mudi. Padahal makna cinta sangat luas, sangat dalam, sangat menyentuh merajut seluruh sudut dan segi kehidupan. Memang benar cinta itu sangat indah, sangat biru, luas tak berbatas, lembut, tenang, hangat, berdenyut, berdegup,membara, dan bergelora.
Perhatikan karya sastra berikut ini:
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
THE ESSENCE OF LOVE
True love just like the ocean
It’s sight has no limit
No boundary
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
So wide, so deep, so blue
So calm, so warm
It’s spreads all of the beauty
True love, never stop
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
Never dies,
Everlasting
It bleands in mind, heart
Soul
Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan
And in hand
It’s really “touchy”
True love, is a bundace of mentality
God himself is the true love
Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina
(Nur’aeni- Di Ambang Juni 2010)
Jadi jelas sesungguhnya cinta itu milik Allah. Cinta juga salah satu sifat Allah. Bukankah kita selalu mengucapkan: “Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang”. Dengan kata lain bisa dikatakan Tuhan Maha Cinta.
Sebagai manusia kita bisa dan boleh memohon cinta pada Sang Pemilik. Selain itu cinta tentu punya kecenderungan yang bersifat abadi. Jadi seharusnya tidak ada istilah “putus cinta”, cinta akan terus mengalir, akan terus menerus berdegup, hanya sangat situasionil, bisa turun bisa naik, tetapi cinta sendiri masih melekat.
Para pakar dan ilmuwan menggariskan bahwa cinta adalah kondisi mental menyatunya rasa empati dan simpati.
Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?
Cinta menurut Reza M Syarif adalah sebuah “keberlimpahan mental” yang dalam bahasa Inggris berbunyi “Bundance of Mentality”. Keberlimpahan ini diwujudkan dalam bentuk tingkah laku yang:
- Mampu dan kuat mengendalikan diri.
- Kuat dikritik.
- Kuat berintropeksi.
- Siap minta maaf.
- Kuat dalam memberi maaf.
- Selalu siap berbagi dan membantu siapa pun.
- Siap berkorban, tanpa pamrih, hanya demi Allah.
- Bijaksana dalam bertindak, selalu memikirkan dan berusaha membahagiakan orang lain.
- Siap menjadi pengayom, membela kebenaran sampai tuntas, meski pahit dan menyakitkan.
- Siap merubah diri untuk kebaikan.
- Siap merubah lingkungan bila dibutuhkan.
Bagaimana dengan Anda?
Apakah cinta yang membara di hata anda sudah sesuai dengan butir-butir di atas?
Menurut Taufiq Pasiak, cinta adalah produk otak jantung. Sifatnya sangat putih, mulia dan tinggi, tidak bersifat matrealistis dan tidak bersifat duniawi. Dalam kehidupan sehari-hari kita bisa menyaksikan berbagai peristiwa berikut sebagai gambaran cinta yang sebenarnya:
Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti
- Besarnya bakti anak kepada orang tua.
- Besarnya usaha dan perjuangan orang tua dalam upayanya mengayomi anak-anaknya.
- Betapa besar pengorbanan para pahlawan bangsa, tanpa pamrih duniawi, sekuler demi mengayomi bangsa dan negara.
- Besarnya pengorbanan para nabi dan rosul demi mengayomi umat dunia.
- Betapa banyaknya umat tuhan di dunia ini yang sujud siang malam demi besarnya cita mereka pada sang pencipta.
Cinta hasil produk hati dan jantung sifatnya sangat hakiki, tidak kenal rusak, karena kekuatan spiritual letaknya di otak-jantung. Kekuatan spiritual adalah kekuatan dekatnya manusia dengan penciptanya.
Namun, kekuatan cinta yang hakiki ini, yang suci ini, yang sejati ini, yang putih ini harus tetap diraih, direbut agar tetap hidup subur, dan bercahaya. Itu sebaabnya agama mengjarkan kita agar tetap berzikir, agar internalisasi nilai-nilai terlaksana, hidup mengalir dengan segala kelembutan, kehangatan tanpa riak.
Cinta hakiki ini akan melahirkan sikap nasionalisme, gotong royong, toleransi, gemar berbagi, memiliki dedikasi atau pengabdian serta etos kerja yang amat tinggi. Cinta hakiki ini akan melahirkan pemimpin bijak yang dicintai rakyat, akan melahirkan guru-guru dan pendidik yang sangat dirindukan para warga beelajarnya, alam pun akan tersenyum pada dunia bila mereka dikelola dengan penuh rasa cinta hakiki. Disini orang tidak akan membuat sungai, got dan setu berhenti berfungsi karena penuh sampah. Dengan cinta yang kuat, orang tidak akan menggunduli hutan dan gunung, dengan cinta polusi diminimalis.
Bagaimana dengan otak di kepala, yakni akal, cinta juga merupakan salah satu prodak otak/akal manusia, tetapi sifatnya lebih sempit, subyektif, duniawi dan egois. Cinta sejenis ini sangat menggelora, meledak-ledak , menggebu-gebu. Sehingga berdampak sangat mengerikan, merugikan banyak pihak. Cinta buta salah satu dampak. Cemburu buta tanpa batas sehingga berakhir dengan kebencian. Tindak kekerasan dimana-mana, memusuhi negara sendiri bahkan sesama warga negara sendiri, malah yang lebih mencengangkan adalah permusuhan umat seagama. Lahirlah sikap intolerans, saragen, teroris, radikalisme.
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman
Pembunuhan pada orang terdekat mulai merata, tawuran sekolah dan tawuran kampung hampir tiap hari terjadi. Disekolah banyak guru yang membullyng peserta didik sendiri menjadi sangat lazim. Sehingga sinetron/ film sering menampilkan sosok guru yang bengis, menakutkan, apakah mereka tidak memiliki rasa cinta? Justru cinta mereka sangat menggelora sehingga kebablasan karena dikendalikan oleh subyektifitas dan egoistisnya menjadikan cinta berubah menjadi makhluk yang mengerikan dan membahayakan dunia.
Bagaimana cinta remaja? Remaja memang baru dikenalkan dengan rasa cinta. Cinta remaja berdegup tapi masih sangat sempit, dangkal, egois dan subyektif. Serta sekuler (duniawi-fisik). Cinta pada kebenaran dan kebaikan (cinta Allah) juga berdegup dan menggelora tapi sifatnya sangat batin (tidak fisik-duniawi) sangat obyektif dan menghangatkan umat.
Jika cinta hakiki bersinergi cantik (berpadu menyatu) dengan cinta produk otak nalar (di kepala) maka akan jadi kekuatan dahsyat yang mampu mensejahterakan umat sedunia.
Mulailah dengan mencintai diri sendiri dengan hidup terstur sesuai aturan kesehatan fisik dan aturan agama yang terutama menata kesehatan batin. Kita harus ketat azas dalam melaksanakan tugas hidup: tidur kita, makan kita, olah raga kita, mencari rizki Allah, terus berzikir/ komunikasi dengan yang maha pemurah, lalu dikembangkan terus cinta keluarga sendiri, cinta bangsa, cinta umat, dan cinta semua makhluk ciptaannya.
Baca Juga: Hari HAM Sedunia: Momentum Perjuangan Palestina
Pada akhirnya dapat dibayangkan betapa indahnya kehidupan ini, betapa sejuknya alam ini, betapa birunya laut sekeliling kita ini, jika para pendidik (guru, orang tua para tokoh masyarakat) benar-benar mencintai profesinya. Bukankah pendidik terutama guru syarat utamanya (menurut UU RI NO. 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN) adalah memiliki “ panggilan jiwa” secara implisit di dalamnya mengandung cemerlangnya cinta hakiki yang sangat kuat.
Dampak konkritnya guru akan lebih menyayangi peserta didik tanpa pilih kasih. Selalu mengembangkan kualitas dirinya (baik kualitas akademiknya, maupun kekuatan dan kualitas spiritualnya-keimanannya) demi cintanya kepada bangsa dan negara serta masa depan peserta didiknya. Dengan cinta hakikinya mereka (guru dan orang tua) akan menyadari bahwa tugas utamanya adalah menolong peserta didik (calon warga negara) meraih kematangan dengan mulus.
Mereka dilindungi, diayomi, dibimbing diberi contoh, dan teladan, juga dijaga teru menerus agar tidak menyimpang, tidak melakukan keslahan. Bukan menghukum guru dan orang tua, juga anggota masyarakat, bukan bertugas menghukum. Tugas menghukum sudah dilembagakan negara namanya pengadilan dibantu kepolisian, bukan guru atau orangtua, lebih buruk lagi masyarakat (rame-rame). Andai ini dilaksanakan maka tidak ada bully di sekolah, di rumah dan di masyarakat. Jika ini dialami oleh semua peserta didik, maka kelak akan menjadi warga negara senantiasa dituntun oleh kekuatan cinta, berkat menetesnya energi cinta ilahi bersama hidayah. Semoga.(AK/RS3/RI-1)
*(Praktisi Pendidikan dan Dosen STAI AL FATAH)
Baca Juga: Literasi tentang Palestina Muncul dari UIN Jakarta
Mi’raj News Agency (MINA)