Khutbah Jumat Imam Masjid Nabawi: Kekuatan Hidup Berjama’ah

Oleh: Syaikh Abdul Muhsin bin Muhammad Al-Qasim, Imam Masjid Nabawi, Madinah Al-Munawwarah*

إن الحمدَ لله، نحمدُه ونستعينُه ونستغفرُه، ونعوذُ باللهِ من شُرور أنفُسِنا ومن سيئاتِ أعمالِنا، من يهدِه الله فلا مُضِلَّ له، ومن يُضلِل فلا هادِيَ له، وأشهدُ أن لا إله إلا اللهُ وحدَه لا شريكَ له، وأشهدُ أن محمدًا عبدُه ورسولُه، صلَّى الله عليه وعلى آله وأصحابِه، وسلَّمَ تسليمًا كثيرًا.

أما بعد:

فاتَّقوا الله – عباد الله – حقَّ التقوى؛ فتقوَى الله طريقُ الهُدى، ومُخالفتُها سبيلُ الشقاء.

Wahai Kaum Muslimin

Bertakwalah wahai hamba Allah dengan sebenar-benarnya, karena dengan takwa itulah jalannya kita untuk mendapatkan hidayah, sedangkan mengingkari-Nya adalah jalan kesesatan.

Allah telah menciptakan hamba-Nya, dengan memberikan rezki kepada mereka, sekaligus mengatur segala urusannya. Allah memuliakan kita dengan agama Islam, dan dengan Islam itu pulalah kita memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat.

Allah berfirman:

﴿فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى  ﴾ [طه: 123

Artinya: “Barangsiapa yang mengikuti petunjukKu maka dia tidak akan sesat dan tidak akan menderita dengan azab.” (QS Thaha [20]: 123).

Agama Islam adalah agama yang agung. Pemeluknya tidak akan hina di dunia dan di akherat kelak. Dasar ajarannya, karakteristiknya dan kaidahnya yang paling penting adalah memerintahkan kepada umatnya supaya berada dalam kesatuan yang haq, bersatu hati mereka.

Ini adalah nikmat besar yang Allah karuniakan kepada hamba-hamba-Nya. Seperti firman Allah:

﴿هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ (62) وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ﴾ [الأنفال: 62، 63].

Artinya: “Dialah (Allah) yang menguatkanmu dengan pertolonganNya dan dengan orang-orang yang beriman. Dan Dia menyatukan antara hati mereka, sekiranya kamu korbankan apa yang ada di muka bumi ini semuanya niscaya tidak akan dapat menyatukan hati mereka. Akan tetapi Allah yang menyatukan antara mereka, sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Al-Anfal [8]: 62-63).

Dan orang orang yang berjama’ah dalam satu kesatuan Islam yaitu orang yang mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah, mereka itulah orang mukmin yang sebenarnya. Walaupun yang menyelisihinya banyak dan lebih kuat.

Para Rasul telah sepakat kepada seluruh umatnya agar besatu dalam kebenaran. Allah memerintahkan untuk menegakan Islam dan beristiqamah dengan memperkaya ilmu dan amal, akidah dan akhlak, bersatu atas dasar itu semua.

Sebagaimana penegasan Allah di dalam ayat:

﴿شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ﴾ [الشورى :13 

Artinya: “Allah telah mensyariatkan kepadamu Ad-Dien sebagaimana telah mewasiatkan kepada Nuh, dan apa yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa agar menegakan Ad-Dien dan jangan perpecah-belah di dalamnya.” (QS Asy-Syura:13).

Semua Nabi mereka menyeru pada kaumnya untuk bersatu dalam beribadah kepada Allah, dan setiap Nabi berkata:

﴿يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ﴾ [الأعراف: 59]

Artinya: “Wahai kaumku beribadahlah kepada Allah dan bagi kalian tiada Tuhan selain-Nya” (QS Al-Araf [7]: 59).

Sistem Berjama’ah

Allah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wasallam pada kaum yang berpecah belah, berselisih dalam urusan dunia mereka, dan setiap kelompok merasa bangga dengan kelompoknya. Maka Nabi melarang menyerupai mereka dan memerintahkan untuk bersatu, maka pasti akan tegaklah millah keagamaan dan lenyaplah kejahiliyahan, dan damailah keadaan manusia dengan bersatunya dalam Islam.

Tidak akan sempurna kemaslahatan hamba, baik di dunia ataupun di akhirat, kecuali berada dalam satu kesatuan Islam yang khas yang di dalamnya saling menolong dan saling membantu. Ini adalah satu kewajiban dalam beragama, dan ini adalah asal-usul yang telah disetujui di antara seluruh risalah Kerasulan. Ini juga merupakan tujuan dalam seluruh syariat, juga kewajiban keduniaan di mana kehidupan tidak akan baik tanpanya dan tidak akan tegak kecuali dengannya.

Tidak akan sempurna urusan di antara hamba, tidak akan tersistem kemaslahatan kecuali dengan berjama’ah. Berjama’ah adalah jalan menuju kemuliaan ummat, sumber kekuatan, jalan untuk memelihara kemasyarakatan, perkara terbaik untuk mendapatkan misi kaum Muslimin, serta penolak segala penyakit kemasyarakatan.

Berjama’ah juga adalah pengikat kebenaran di antara kamu Muslimin, dan dengannya juga terpelihara cahaya Islam. Berjama’ah adalah wajib secara syariat kepada seluruh umat, sebagaimana firman Allah:

﴿وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا﴾

Artinya: “Dan berpegang teguhlah kamu kepada tali Allah seraya berjamaah dan janganlah kamu berpecah belah...” (QS Al-Imran [3]: 103).

Ibnu Jarir Ath-Thabari berkata, ayat ini maksudnya adalah kaum Muslimin wajib berpegang teguh dengan agama Allah, dan Allah memerintahkan kita untuk bersatu, berjama’ah dalam kalimat yang haq.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam amat menekankan perintah itu dengan memberikan penjelasan pada para sahabatnya supaya dicatat dalam pemikiran mereka dengan memberikan garis pada tanah supaya berkesan dalam pemikiran mereka.

Ibnu Masud Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallam memberikan garis pada kami, ini jalan Allah dengan memberi garis dari kanan ke kiri seraya bersabda: inilah jalan-jalan yang berbeda-beda, dan setiap jalan itu ada syaithan yang menyerunya, kemudian membaca:

«﴿وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ﴾ [الأنعام: 153]»؛

Artinya: “Dan sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah olehmu, dan jangan kamu ikuti dalan-jalan itu, niscaya kamu akan menjauhkan kamu dari jalan-Nya.” (QS Al-An’am [6]: 153). (HR Ahmad).

Allah menyebutkan asas kesatuan umat yang agung ini di dalam  firman-Nya:

﴿إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ﴾ [الأنبياء: 92].

Artinya: Sesungguhnya ini umatmu umat yang satu, dan aku adalah Rabmu, maka sembahlah Aku.” (Al-Anbiya [6] :92).

Bersatu menurut petunjuk Allah akan mendaptkan kasih sayang, karena itu di antara sifat orang beriman adalah berkasih sayang antar sesamanya.

Ini adalah nikmat yang Allah karuniakan kepada hamba-Nya, sebagaimana Allah berfirman:

﴿وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا﴾ [آل عمران: 103

Artinya: “..dan ingatlah akan nikmat Allah yang dikaruniakan ke atas kalian ketika kalian saling bermusuh-musuhan, kemudian Dia (Allah) satukan antara hati kalian dan jadilah kalian bersaudara….. (QS Ali Imran [3]: 103).

Begitu juga Allah memerintah orang-orang beriman untuk bersatu dan melarang berpecah berbelah melalui firman-Nya:

﴿وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (31) مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا﴾ [الروم: 31، 32

Artinya: “Dan janganlah kalian termasuk dari golongan orang-orang musyrik, yaitu orang-orang yang memecah-belahkan agamanya menjadi bergolong-golongan.” (QS Ar-Ruum [30]: 31-32).

Sesungguhnya kehancuran umat sebelum mereka adalah karena bermusuh-musuhan dalam agama Allah. Dengan firman-Nya:

﴿وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ﴾

Artinya: “Dan janganlah ikut jalan-jalan itu niscaya kamu akan jauh berpisah dari jalan-Nya.

Beristiqamah dalam agama Allah dan bersatu ke atasnya merupakan jalan para Mursalin, maka barangsiapa yang mengikuti jejaknya maka selamatlah. Sebaliknya, jika menentangnya maka hancurlah. Sebagaimana Allah Azza wa Jalla berfirman:

﴿إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ﴾ [الأنعام: 159

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agamanya menjadi beberapa golongan, tidak terkait sedikitpun dengan urusan mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanya terserah kepada Allah. Kemudian Ia akan menerangkan kepada mereka, terhadap apa yang mereka telah lakukan.” (QS Al-An’am [6]: 159).

Menetapi Jama’ah Muslimin

Dalam menetapi Jama’ah Muslimin, supaya terjaga dan terselamat dari badai fitnah, maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mewasiatkan umatnya supaya berada di dalamnya. Sahabat Hudzaifah bertanya kepada Nabi: “Apakah setelah kebaikan ada keburukan?”, Nabi menjawab: “Betul, yaitu seruan ke arah pintu jahannam, siapa ikut seruannya, maka terjerumuslah ke dalamnya”. Dia (Hudzaifah) bertanya lagi: “Ya Rasulullah, apa yang engkau perintahkan jika saya menjumpai hal itu?” Nabi bersabda: “Tetaplah kaliuan dalam Jama’ah Muslimin beserta Imaam mereka.” (HR Muslim).

Dan di antara nasihat bagi umat Islam adalah menetapi Jama’ah Muslimin yang sesuai dengan kaidah yang benar, dan amal shalih serta bersegera untuk bersatu hati mereka. Dan sebersih-bersihnya hati umat Islam adalah mereka yang menetapi kebenaran dalam Jama’ah Muslimin.

Di dalam hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya: ”Ada tiga perkara yang dengannya tidak akan kotor hati seorang muslim, yakni penyebab sucinya hati seorang Muslim dari dengki dan khianat, yaitu: ikhlas beramal karena Allah, menasihati para pemimpin kaum Muslimin, dan menetapi Jama’ah Muslimin, karena dua mereka meliputi dari belakannya, yakni duanya mereka meliputi dan menjaganya dari tipudaya syaitan dari kesesatan”. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi.

Dan ia merupakan penyebab ridhanya Allah pada hamba-Nya, dan hamba-Nya pun ridha akan dirinya apa yang Allah meridhainya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

إن الله يرضَى لكم ثلاثًا ويكرَهُ لكم ثلاثًا، فيرضَى لكم: أن تعبُدوه ولا تُشرِكُوا به شيئًا، وأن تعتصِمُوا بحبلِ الله جميعًا ولا تفرَّقُوا ..»؛ رواه مسلم.

Artinya: “Sesunggunya Allah ridha ke atas kalian tiga perkara dan benci kepada kalian dengan tiga perkara juga. Allah ridha atas kalian agar kalian memperibadati-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan berpegang teguh dengan tali Allah seraya berjama’ah dan janganlah berpecah belah.” (HR Muslim).

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab berkata: “Tidak akan menimpa kecacatan akan manusia baik dalam agama ataupun urusan dunianya kecuali dengan sebab cacatnya yang tiga tersebut atau sebagiannya”.

Berpegang teguh akan agama Islam dalam arti yang bersih, Al-Qur’an dan As-Sunnah, adalah kekal. Seperti Nabi bersabda:

لا تزالُ طائفةٌ من أمَّتي ظاهِرين على الحقِّ، لا يضُرُّهم من خذلَهم حتى يأتِيَ أمرُ الله وهم كذلك»؛ رواه مسلم

Artinya: “Akan ada sekelompok umatku berpegang pada kebenaran, mereka tidak akan terpengaruh oleh orang-orang yang menghinanya sedikitpun sampai datang keputusan Allah dan merekapun dalam kondisi seperti itu”. (HR Muslim).

Mereka adalah orang yang paling bahagia dengan bersatu hatinya, saling kasih sayang di antara mereka.

﴿وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ﴾ [التوبة: 71

Artinya: “Orang-orang beriman laki-laki, dan orang-orang beriman perempuan sebahagian mereka menjadi penolong pada sebahagian yang lain, mereka menyuruh pada yang maruf dan mencegah dari yang munkar, menegakkan shalat, membayar zakat, mereka mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka akan mendapat rahmat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS At-Taubah [9]: 71).

Manhaj mereka adalah washatiyah, tidak berhaluan kiri dan tidak kanan, tidak ekstrem, mereka  terselamat dari kebodohan, kesesatan dan kefirqahan di dunia, mereka terselamat dari kehancuran dan siksa di akhirat kelak.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

وإن هذه المِلَّة ستفترِقُ على ثلاثٍ وسبعين، ثِنتان وسبعون في النار، وواحدةٌ في الجنة، وهي الجماعة»؛ رواه أبو داود

Artinya: Millah umat ini akan berpecah pada 73 golongan, 72 dalam neraka dan satu dalam surga, yaitu Al-Jama’ah”. (Riwayat Abu Daud).

Dalam riwayat Hakim, disebutkan, “mana yang satu itu?” Nabi bersabda: “yang mengikuti jejakku hari ini dan jejak sahabatku”.

Menurut ketetapan Allah mereka adalah orang yang komitmen dalam kebenaran, tidak berselisih dalam manhaj mereka, dan tidak ditelan zaman. Mereka membaca kitab-kitab mereka, mengetahui perjalanan orang-orang sebelum mereka dan yang kemudian. Mereka dapati berada pada jalan yang satu, sepertinya mereka keluar dari hati yang satu, perbuatan mereka sepertinya bersumber dari jasad yang sama.

Berbeda dengan yang lainya, di mana jejak perjalanan mereka jauh dengan keilmuan dan hujjah. Kalaupun berhujjah, hujjahnya lemah dan semu, pembicaraan mereka saling bertentangan satu sama lain. Begitulah orang yang meninggalkan kebenaran, urusannya tidak menentu, agamanya menjadi campuraduk.

Allah mengingatkan di dalam ayat-Nya:

﴿بَلْ كَذَّبُوا بِالْحَقِّ لَمَّا جَاءَهُمْ فَهُمْ فِي أَمْرٍ مَرِيجٍ﴾ [ق:5

Artinya: “Bahkan mereka mendustakan akan kebenaran ketika datang pada mereka, maka mereka serba kacau.” (QS Qaf: 5).

Pada hari kiamat beruntunglah orang-orang yang mengikuti  Al-Quran dan As-Sunnah, seperti Allah berfirman:

﴿يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ فَأَمَّا الَّذِينَ اسْوَدَّتْ وُجُوهُهُمْ أَكَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ (106) وَأَمَّا الَّذِينَ ابْيَضَّتْ وُجُوهُهُمْ فَفِي رَحْمَةِ اللَّهِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ﴾ [آل عمران: 106، 107

Artinya: “Pada hari (Kiamat) ada muka (orang-orang) yang berseri dan ada yang menjadi hitam kelam mukanya, adapaun yang yang hitam mukanya (akan ditanya) patutkah kamu kufur setelah kamu beriman? Oleh Karen itu rasakanlah siksa nerka disebabkan dengan kekufuran itu. Adapun yang putih mukanya, mereka ada dalam rahmat Allah, dan mereka kekal didalamnya.” (QS Ali Imran [3] :106-107).

Ibnu Abas berkata: yang putih mukanya adalah ahli sunnah wal jama’ah, dan yang hitam mukanya adalah ahlul firqah dan ahli berselisih.

Wahai Kaum Muslimin.

Cukuplah kemuliaan itu dengan Al-Jama’ah, dan sesungguhnya kuasa Allah ada dalam Al-Jama’ah, dan Allah meridhainya. Di dalamnya ada kedamaian dan kebaikan.  Sebaliknya dalam firqah itu adalah kerusakan dan kehancuran. Orang yang berakal tentu tidak akan meninggalkan Al-Jamaah, selalu berpegang pada Al-Quran dan As-Sunah, serta jejak salafus Shalih. Ia akan tetap gembira dengan hidayah Allah dalam memegang agama yang lurus ini dan berpegang pada Jama’ah Muslimin kemudian menyeru pada yang lainnya untuk bersama-sama.

Orang beriman tidak akan menentang Allah dan Rasul-Nya, seperti peringantan-Nya:

﴿وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا﴾ [النساء: 115

Artinya: “Dan barang siapa yang menentang Rasul setelah datang kepada kebenaran petunjuk, dan mengikuti jalan selain orang yang beriman, kami akan memberikan kuasa untuk melakukan (kesesatan) yang dipilihnya, dan Kami akan memasukannya ke dalam neraka jahannam dan ia seburuk-buruknya tempat kembali.” (QS An-Nisa [4]: 115).

باركَ الله لي ولكم في القرآن العظيم، ونفعَني الله وإياكم بما فيه من الآياتِ والذكرِ الحكيم، أقولُ قولي هذا، وأستغفرُ الله لي ولكم ولجميعِ المُسلمين من كل ذنبٍ، فاستغفِروه، إنه هو الغفورُ الرحيم.

*Disampaikan pada di Masjid Nabawi, 28 Dzulhijjah 1437 H. / 29 September 2016 M. Diterjemahkan oleh Dudin Shobaruddin,MA., Ketua Sekolah Tinggi Shuffah Al-Quran Abdullah bin Mas’ud (SQABM) Lampung dan Koresponden Kantor Berita Islam MINA di Kuala Lumpur, Malaysia. (K05/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)